Kau menatap langit-langit ruangan dengan gelisah. Kau ingin buang air kecil sebenarnya, bahkan kau sudah menahannya sekitar tujuh menit lamanya. Bukannya kau takut, hanya saja, kondisimu saat ini sedikit menyulitkanmu untuk melakukan sesuatu seorang diri.
Sudah dua hari kau opname di rumah sakit. Menurut keterangan dokter, kau terkena tifus. Dan agak terlambat mendapatkan penanganan sehingga mau tak mau kau harus menjalani rawat inap. Padahal tiap detik kau memikirkan Woo Jae yang kata Woo Jin dititipkan pada ibumu dan ibu mertuamu secara bergantian. Meskipun Woo Jae sudah tidak lagi minum asi, rasa khawatir sebagai ibu, tetap memenuhi pikiranmu.
Belum lagi Woo Jin yang tiap hari pulang pergi dari rumah, kantor dan rumah sakit, semakin menambah ketidaknyamananmu selama disini. Kau berharap bisa keluar dari tempat ini secepatnya.
Akhirnya kau berinisiatif ke kamar mandi sendiri. Dengan perlahan kau bangkit, meraih infus dari gantungannya menggunakan tanganmu yang bebas lalu mengangkatnya tinggi sambil beranjak dari ranjang. Tak disangka pergerakanmu ini menimbulkan decitan dan sukses membangunkan Woo Jin yang terlelap di sofa. Kaupun mengumpat dalam hati, merutuki kecerobohanmu.
Segera Woo Jin menghampirimu.
"Kau bisa membangunkanku, sayang. Jangan merepotkan dirimu sendiri. Kau pikir untuk apa aku menemanimu?"
Kau menatap suamimu dengan ekspresi bersalah.
"Aku hanya tidak mau mengganggu istirahatmu, Woo Jin. Kau pasti sangat lelah."
Woo Jin menggeleng.
"Kau membutuhkan sesuatu? Biar aku ambilkan."
"Aku ingin ke toilet."
"Baiklah."
Woo Jin merebut infusmu dan membantumu berjalan menuju toilet yang letaknya tidak terlalu jauh dari ranjang rawatmu. Sesampainya di depan toilet, Woo Jin menggantungkan infusmu pada sebuah gantungan yang dipasang di dalam sebelum dirinya keluar sembari menutup pintu.
"Pelan-pelan saja. Aku tunggu di depan pintu."
Kau mengangguk. Setelah urusanmu selesai kau mengetuk pintu sebagai tanda untuk Woo Jin. Dengan cekatan, laki-laki itu membuka pintu lantas membimbingmu kembali ke ranjang dengan tetap memegangi infusmu.
"Woo Jin, bolehkah aku keluar sebentar, aku bosan."
"Tapi ini sudah malam, sayang. Nanti kau kedinginan."
"Tidak lebih dari lima belas menit."
Mendengar janjimu, Woo Jin memilih mengalah. Diambilnya tiang penyangga infusmu guna meletakkan infus milikmu disana. Woo Jin membawamu keluar ruangan dengan penuh kehati-hatian. Kalian memutuskan duduk di sebuah bangku kosong. Woo Jin benar, ini sudah larut malam. Suasana rumah sakit cukup sepi. Tapi itu tidak masalah untukmu, karena saat ini kau benar-benar membutuhkan udara segar.
"Aku masih ingat dengan baik, Woo Jin."
Woo Jin tidak merespon perkataanmu namun dia menatap lekat dirimu.
"Di bangku ini dulu aku melihatmu bernyanyi sambil memainkan gitar di depan anak- anak yang sedang sakit. Suaramu kala itu terdengar begitu menenangkan, aku bisa merasakannya."
Kau ingat sewaktu kalian masih sma, kau pernah melihat Woo Jin menghibur anak-anak itu. Mereka tampak terbawa suasana gembira yang Woo Jin tebarkan. Suamimu tersenyum tipis.
"Biar kutebak, itu juga kali pertama kau jatuh hati kepadaku."
Ucap Woo Jin dengan percaya dirinya yang tinggi. Pipimu sontak memerah dibuatnya. Entah mengapa meski kau sudah menikah bertahun-tahun dengannya, kau tetap salah tingkah acap kali Woo Jin berhasil menggodamu. Kau memukul pelan pundaknya sebagai perisai perasaan malumu. Mendadak kau teringat sesuatu.
"Woo Jin, aku minta maaf. Karena aku sakit, aku menyebabkan kau dan Woo Jae tidak terurus. Bahkan merepotkan eommonim."
"Hei. Jangan bicara begitu."
Woo Jin menyimpan tubuhmu pada pelukannya yang hangat.
"Tidak seorangpun ingin terjangkit suatu penyakit, sayang. Tapi jika itu terjadi padamu, kita harus mengambil sisi positifnya saja. Barangkali Tuhan ingin kau lebih memperhatikan lagi kesehatanmu dan supaya kau bisa beristirahat lebih banyak setelah kau begitu telaten mengurusku dan Woo Jae. Terimakasih untuk semua yang telah kau lakukan untuk keluarga kecil kita, sayang."
Woo Jin tak pernah berubah dari dulu. Sikap dewasanya selalu mampu mencuri hatimu berkali-kali. Beruntung sekali rasanya kau memiliki suami sepertinya.
"Sekarang ayo kita kembali ke dalam. Kau harus istirahat agar kondisimu cepat pulih, jadi kita bisa lekas pulang dan berkumpul lagi, hm?"
Kau menurut. Kalian benar-benar kembali ke ruang rawatmu untuk segera beristirahat.
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kim Woojin Imagines (Completed)
ContoIni salah satu caraku mengekspresikan rasa sayang serta dukunganku untuk Kim Woojin. Dimanapun kamu sekarang, apapun yang kamu lakukan, aku harap kamu selalu sehat dan bahagia, Woojin. Aku tidak akan lupa dengan kamu beserta kenangan darimu. Terim...