Ex

117 15 3
                                    

Kau menyodorkan sebuah kertas berbahan tebal bernuansa hitam putih dengan hiasan bunga-bunga mawar yang cantik kepada Woo Jin yang baru saja menyusulmu ke kamar.

"Ini apa?"

Kau tidak menjawab pertanyaan Woo Jin, hanya membuat gerakan seperti mempersilakan Woo Jin memeriksanya sendiri. Maka, Woo Jin akhirnya membaca tulisan yang dicetak tebal tersebut dalam hati.

"Pesta pernikahan Park Ji Hyo?"

Woo Jin bergantian melirikmu dan undangan itu. Park Ji Hyo adalah teman seangkatan kalian sewaktu sma dulu. Dia merupakan murid pindahan. Wajahnya cukup menawan dengan kemampuan menyanyi yang sangat mumpuni. Tak pelak membuat beberapa siswa menyukainya. Termasuk suamimu ini. Kau menyadari tingkah Woo Jin yang diam-diam memperhatikan Ji Hyo ketika mereka ditugaskan untuk berkolaborasi dalam sebuah kompetisi.

Tentu saja perasaanmu kacau kala itu. Karena perlahan kau mengetahui kalau kau memiliki ketertarikan lebih pada Woo Jin. Bukan sekedar sahabat, melainkan sebagai perempuan kepada laki-laki. Namun, kau juga tidak ingin merusak kebahagiaan Woo Jin, sehingga kau memilih mengubur sendiri perasaanmu dan berpura-pura mendukung perasaan Woo Jin terhadap Ji Hyo.

Sampai keduanya akhirnya benar-benar menjalin hubungan kasih. Kau masih tetap bungkam, walau jujur saja hatimu tiap hari seolah ditusuk pisau berulang kali. Setelah kelulusan, kau tanpa pamit meninggalkan Woo Jin untuk meneruskan studimu ke luar negeri. Bukan keinginanmu sebenarnya, melainkan keinginan dari ibumu yang berharap kau menjadi seorang designer. Sangat berbanding terbalik dengan hobi fotografimu dan sekolahmu yang sebelumnya mendalami bidang musik.

Awalnya kau keberatan, tetapi kau berpikir mungkin inilah jalan yang Tuhan berikan supaya kau bisa melupakan Woo Jin. Semuanya terlalu terburu-buru sampai kau tidak menyadari kalau ada benda berhargamu tertinggal di Seoul. Sebuah diary yang rajin kau isi setiap akan tidur. Disana tertulis segala curahan hatimu termasuk tentang Woo Jin.

Entah bagaimana bisa terjadi,  suatu hari, ketika kau datang ke acara reuni sekolah, kau bertemu dengan Woo Jin dan tepat pada saat itulah, dia mempertanyakan segalanya. Diarymu ada di tangannya. Kau sangat terkejut tapi tidak bisa mengelak pada akhirnya. Secara mengagetkan Woo Jin juga mengakui perasaannya terhadapmu dan mengatakan kalau ia dan Ji Hyo telah berpisah, namun kau menolak dengan alasan kau sudah melupakan Woo Jin.

Sedang alasan sesungguhnya sederhana, kau hanya merasa tak bisa dengan mudahnya menjalani hubungan khusus dengan seseorang yang walau tanpa diketahuinya telah menyakiti hatimu. Kaupun cepat-cepat meninggalkan Seoul demi menghindari Woo Jin.

Tak disangka, Woo Jin menyusulmu bahkan melamarmu disana dengan membawa langsung kedua orangtuamu dan kedua orangtuanya. Benar-benar nekad, pikirmu. Melihat kerja kerasnya, kau memutuskan menerima Woo Jin sebagai pendamping seumur hidupmu.

"Hanya aku yang diundang?"

"Dia kan tidak mengenalku."

Sahutmu sambil membuka lembar demi lembar sebuah majalah pakaian.

"Kau saha-"

"Kau mantan kekasihnya."

Tubuh Woo Jin melemas, merasa tak nyaman dengan ucapanmu. Kau menutup majalahmu dan memutar sedikit tubuhmu agar leluasa menatap Woo Jin.

"Maksudku, benar aku sahabatmu. Tapi aku bukan sahabatnya, atau temannya. Dia hanya tahu soal dirimu."

"Benar juga. Ah lagipula aku tidak bisa datang, ada proyek penting di kantor."

Kau memukul bahu Woo Jin, tahu dia sedang mencari alasan.

"Kau tidak menghargainya!"

"Kalau begitu kau datang sebagai istriku."

Kim Woojin Imagines (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang