g. kenangan dibalik keputusan

220 77 60
                                    

✮

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

dua ribu dua puluh ternyata memang benar tidak sedang bercanda. mereka benar-benar kenalkan aku dengan banyak sekali hal-hal baru. tentang cinta, tentang rasa nyaman dan pengorbanan, maupun penyesuaian terhadap suatu alat yang akan menjadi teman sehari-hariku mulai sekarang.

"kamu serius, summer?"

pagi ini aku telah putuskan untuk berhenti menjalani terapi. biarlah aku sekarang menjadi gadis yang menumpu hidupnya kepada bantuan sebuah kursi roda untuk berjalan. aku tidak dapat lagi bertemu dengan dirga, maka kedua kakiku inilah yang akan menjadi bukti dari pengorbanan yang ia telah beri padaku.

"keputusanku sudah bulat, kak."

aku tersenyum, mencoba meyakinkan frasa sekali lagi. bahwa menjadi seperti ini memanglah pilihanku sendiri, bukan paksaan dari siapapun. meskipun itu artinya aku tidak bisa bergerak dengan bebas lagi, meskipun itu artinya aku harus mengubur mimpiku untuk menjadi seorang penari, tak apa. tak apa, sebab aku yakin, kalaupun dunia dan seisinya akan berbalik dan membenci; aku masih tetap miliki dua kaki yang akan senantiasa membantuku untuk mengingat kembali sosoknya yang masih pegang erat gembok hati ini.

"lagipula dengan begini, 'kan, aku bisa berhenti menjadi gadis yang petakilan."

aku mencoba membuatnya tertawa meskipun lelucon itu terasa hambar sekali sekarang. dulu, frasa memang sering sekali memintaku untuk lebih berhati-hati, sebab aku yang terlalu sering melakukan hal-hal ceroboh di depan mata kepalanya sendiri.

"summer, jangan pernah merasa sendiri, oke?"

"akan aku pastikan bahwa aku selalu berada di sekitarmu."

setelah insiden penolakan tempo hari, anehnya frasa tidak sekalipun pernah berubah padaku. dia masih memberikan aku banyak sekali perhatian, menyanyikan aku lagu buatannya, pun menemaniku hingga alam mimpi datang menjemput. aku putuskan untuk kembali menerimanya, tetapi bukan sebagai tambatan hati, melainkan sebagai seorang kakak. sosok kakak yang begitu pengertian kepada adiknya yang hampir menyerah mengikuti alur permainan semesta.

"terima kasih banyak, ya, kak."

frasa mengangguk, ia mengusak puncak kepalaku dengan perlahan.

"jangan sedih-sedih lagi untukku, ya, summer?"

aku diam, rasanya itu bukan jenis pertanyaan yang memerlukan sebuah jawaban. kalaupun aku menjawab iya, itu juga jelas bukan sebuah janji. lagipula bagaimana bisa aku dengan mudahnya melupakan semua kejadian yang bertubi-tubi menimpaku selama beberapa bulan terakhir ini?

pintu kamarku lalu dibuka, menampilkan sosok ayah dan ibu dengan pak andra yang mengekor setia di belakang mereka. hari ini aku memang akan benar-benar meninggalkan ruangan ini, yang telah menemaniku selama kurang lebih sembilan puluh hari. ruangan yang juga menjadi saksi bisu jatuh bangunnya aku yang menerima kenyataan dari semesta bahwa dirga memang benar-benar telah berada di tempat yang sangat jauh dari jangkauku.

"oh, ada nak frasa, ya? pagi-pagi betul mampir ke sini. pasti mau ketemu sama summer, ya?"

ibu dan frasa memang lumayan akrab dibandingkan dengan ayah. sebab dia sering mengantarku pulang ke rumah sehabis kami pergi jalan lalu beberapa kali bertegur sapa dengan ibu. lagipula, dunia dan seisinya juga sudah tahu kalau frasa memang sangatlah ramah terhadap semua orang.

"ah, sebenarnya, aku mau sekalian menjenguk sepupuku yang juga sedang dirawat."

"dan kebetulan sekali kamarnya berada tidak jauh dari sini, jadi sekalian saja aku mampir."

aku mencibir pelan, "dih, kata seseorang yang langsung tancap gas menuju ke sini setelah aku bilang mau pulang."

ibu tertawa, lalu menepuk-nepuk pundak lebar frasa. andai saja aku masih memiliki ruang untuk dia, pasti rasanya bahagia ini terasa sangatlah nyata. tapi nyatanya, bahagiaku telah pergi lebih dulu tuk capai cakrawala. ah, dirga lagi, dirga lagi.

"hei, summer!"

aku terperanjat kecil dan frasa tertawa, bahkan suara tawanya masih sama, tidak berubah.

"jangan suka melamun, dong! nanti dirasuki setan jahat, mau kamu?"

aku memukul pundaknya main-main, "setannya juga pilih-pilih kali, kak, kalau mau ngerasukin orang."

"masa iya, yang cacat kayak aku gini, jadi incaran mereka juga?"

pergerakan frasa yang memindahkan aku dari atas ranjang menuju kursi roda terhenti, membuat aku melayangkan tatap padanya.

"jangan pernah merasa begitu, ya, summer? kamu selalu sempurna dengan cara kamu sendiri."

aku menahan napas, tatapan kami bertemu. dia mengunciku dengan sorot ketulusan yang terpancar dari dalam samudra cokelat gelap miliknya.

"dan aku sama sekali nggak pernah memandang kamu cacat,"

"meskipun kamu telah kehilangan semuanya, di mataku, kamu tetaplah sangat sempurna."

aku tertawa, mencoba menutupi air mataku yang menggenang di pelupuk. "apaan, sih, kak. bisa-bisa aku jatuh cinta lagi sama kamu, gimana?"

dia juga ikut tertawa, lalu menurunkan aku ke kursi roda dengan begitu lembut.

"summer, aku nggak akan paksa kamu untuk menerima aku kembali." dia berlutut di depanku, mengambil tanganku ke dalam sebuah genggaman hangat, "tapi aku janji, aku juga nggak akan pernah ninggalin kamu."

"kalaupun pada akhirnya kita akan berdiri pada porosnya masing-masing,"

sekali lagi frasa mengunci aku dengan tatapan dalamnya. dia tersenyum hangat, tampan sekali, dan aku hampir menangis.

"kamu tetaplah sosok adik berharga yang pernah hadir dalam hidupku."

aku lalu menunduk dan segera menyembunyikan badanku dalam peluknya; yang entah sudah berapa lama bisa aku rasakan kehangatannya kembali.

"terima kasih, kak fras."

"terima kasih banyak."

[]

frasa manis sekali, ya?

frasa manis sekali, ya?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
[3] nirmala. ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang