s. pengakuan

199 61 145
                                    

✮ ✮ ✮

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

✮ ✮ ✮

[backsound: special by lee hi
ft. jennie of blackpink]

✮ ✮ ✮

hari itu adalah hari pertama kami mendapat jatah libur kenaikan semester. di mana aku akan memasuki semester akhir di kelas sebelas, yang mana itu artinya dirga akan menghadapi berbagai macam tetek-bengek ujian pada semester depan. untuk itu ia semangat sekali mengajakku pergi berlibur, dengan alasan ingin menjernihkan otak sebelum benar-benar pergi berperang nantinya.

aku dengan mudah mendapat izin dari frasa, tentu saja, karena ia juga mengenal dirga dengan sangat baik. dia mempercayakan aku di tangan dirga seperti ayah dan ibu yang iya-iya saja ketika dirga meminta izin secara langsung pada mereka.

kami lalu putuskan untuk seleksi beberapa tempat destinasi yang hendak kami kunjungi. dirga suka sekali dengan gunung, dan ia memang sudah lama sekali ingin mengajakku pergi melihat bintang dan mentari terbit dari atas gunung. jadi tidak heran kalau mendaki berada di posisi pertama dalam list dirga. sedangkan aku mengiyakan saja, toh, selama bersama dirga—rasa bahagia itu terasa mudah sekali untuk dirasa.

"jaket sudah?"

aku mengangguk, dengan posisi ponsel yang terjepit di antara telinga dan bahu. "sudah, sudah."

"cadangan air minum?"

aku mengangguk lagi, sembari terus menyusun barang-barang kecil ke dalam ransel. "udah pasti itu, mah, ga."

"hm, apa lagi, ya? ah! lotion anti nyamuk?"

aku berseru, "nah iya, itu! pantas saja aku merasa ada yang masih kurang dari tadi."

dirga tertawa kecil, "kalau hati kamu?"

"sudah jug—eh, apa?"

lagi, dia tertawa dengan begitu jenaka.

"buat apa memangnya hati aku?"

aku balas menggodanya. setelah selesai memaksa masuk semua peralatan skincareku ke dalam ransel, aku segera menjatuhkan diri di kasur. masih dengan suara dirga yang mengalun indah di telinga.

"buat aku tinggal di gunung nanti," dia menjeda sebentar, lalu terkekeh, "jadi kalau kita udah balik, kamu nggak akan sama kak fras lagi."

aku merengut lalu mendengus, "haha, lucu banget, ga."

bukannya takut aku marah, dirga malah tertawa semakin keras. "enggak lah. nanti kalau hati kamu tertinggal di sana, aku juga ga dapat kesempatan, dong, buat mencurinya dari kak fras."

aku terdiam, ini bukan kali pertama dirga menyinggung soal perasaan. entah memang karena dia memiliki rasa itu, atau karena dia menganggap hal ini masih pantas ditoleransi untuk sebuah bahan candaan.

[3] nirmala. ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang