w. pertanyaan

152 56 50
                                    

✮

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

tidak banyak yang terjadi pada kami berdua setelahnya. selain ia yang membantu mendorong kursi rodaku serta aku yang masih betah tenggelam jauh ke dalam pikiranku, sembari terus mempertanyakan apakah aku sudah merasa yakin dengan semua keputusan yang akan aku ambil.

aku jadi teringat dengan kata-kata dirga. perihal boleh jatuh cinta, namun jangan sampai dibuat bodoh olehnya.

ingin tertawa saja aku rasanya, lihatlah sekarang, siapa yang justru membuat seseorang menjadi bodoh karena cinta? lalu siapa juga yang dengan tidak tahu dirinya pamit begitu saja tanpa sempat aku terima buket rasanya? ah, benar juga, dunia, 'kan, memang selalu penuh dengan misteri dan siap tidak siap, kita semua memang harus membuka misteri itu satu per satu setiap harinya.

aku rasa pertemuanku dengan garuda juga termasuk salah satu dari misteri semesta. yang alurnya berasal dari sebuah perjodohan, dilanjutkan dengan satu insiden yang membuat kami jatuh sekali hingga kembali bertemu dengan keadaan yang sama-sama berbeda. aku yang harus kehilangan satu kaki dan dia yang harus hidup dengan suara yang terbelenggu dalam hati. entah aku harus menyebut ini sebuah kebetulan atau keajaiban, semuanya terasa begitu mengejutkan sekaligus menakjubkan.

aku mengangkat kepala, melihat bagian rahangnya yang lancip dengan pangkal hidung yang dipahat dengan begitu apik dan sempurna.

"garuda," panggilku, suaraku kecil sekali tapi ia dengan cepat menoleh.

"aku ingin katakan sesuatu padamu."

dan dia mengangguk, membuat detak jantungku semakin berlari kesana kemari. tapi biar bagaimanapun, masalah ini tidak akan selesai bila aku memilih untuk berdiam diri, bukan? siap tidak siap, sekarang atau nanti, garuda juga pasti akan mengetahuinya. dan dia memang miliki hak untuk ikut mengetahui semua ini.

kami lalu putuskan untuk masuk ke sebuah restoran kecil yang berada di seberang rumah sakit. aku mengambil alih dalam memesan makanan karena ia juga telah banyak membantuku dengan mendorong kursi rodaku hingga bisa capai tempat ini.

suara ketukan jari di atas meja membuat aku mengangkat kepala dan lagi, aku temukan keteduhan itu terpancar nyata dari dalam diri garuda.

"aku akan tunggu sampai kamu siap betul untuk bicara." tulisnya melalui layar ponsel.

diam-diam aku merasa bersalah sebab sama sekali tidak mengetahui bahasa isyarat sehingga secara tidak langsung hal itu juga membuat ia harus bolak-balik menulis melalui ponselnya untuk berikan aku sebuah respon.

aku lalu membiarkan hening mengambil alih sampai pesanan kami tiba. dia hanya menatapku sesekali, juga tidak berniat ingin memaksa aku untuk segera buka mulut dan bicara.

jujur saja aku masih terlalu bingung dan takut. aku ingin katakan semuanya tapi aku tidak tahu harus memulai bagaimana.

"apakah kamu ingin tahu cerita detil mengapa aku bisa kehilangan satu kakiku?"

hingga aku tidak bisa mencegah mulutku sendiri dan menembaknya dengan pertanyaan tersebut secara tiba-tiba. dia balas menatapku heran. tentu saja, tidak ada angin, tidak ada badai, selain itu kami juga belum terlalu dekat, mengapa pula aku harus repot berbagi cerita kelam padanya?

garuda lalu menggeleng, cepat-cepat jarinya menari-nari di atas layar, "aku tidak akan paksa kamu untuk cerita."

"aku yang akan cerita," serbuku cepat, membuat dia lagi-lagi menatapku heran. namun dia akhirnya memilih diam dan aku menghembuskan nafas. baiklah, inilah saatnya.

"hari itu sepertinya langit sedang sedih sekali sampai tumpahkan tangisan kencangnya ke atas bumi,"

"lalu ia bersekongkol dengan semesta dalam memberiku sebuah insiden yang benar-benar membuatku hancur berkeping-keping bahkan sampai sekarang."

aku tidak bisa mencegah suaraku untuk tidak bergetar dan garuda memberiku sebuah tatapan yang memintaku untuk berhenti. tidak, aku tidak bisa berhenti sekarang. aku harus mengatakan yang sebenarnya atau dia akan mengetahuinya dari orang lain dan aku tahu, itu rasanya akan jauh lebih menyakitkan.

"mobil yang aku tumpangi dengan dirga, teman baik—ah, tidak, cinta terbaikku—"

"meluncur begitu saja ke dalam sebuah jurang."

aku beralih menatapnya, untuk menunggu reaksi seperti apa yang dia beri padaku. benar saja, dia terlihat sangat terkejut. lalu setelah menghapus air mata yang buat pandanganku sedikit terganggu, aku meneruskan.

"insiden itulah yang merenggut satu kakiku, namun tidak hanya sampai situ saja,"

"ia juga merenggut paksa dirga—separuh dari ragaku, dari pelukanku,"

garuda beralih membawa tanganku ke dalam sebuah genggaman teramat hangat ketika nafasku semakin tersendat, "tapi—tapi, bukan itu bagian utamanya,"

aku menatap garuda dengan pandangan yang belum pernah aku tunjukkan padanya sebelumnya, aku terluka. aku terluka dan tidak tahu harus berpegang ke mana.

"tepat dua minggu sebelumnya, ayah bilang padaku bahwa beliau telah menjodohkan aku dengan seseorang."

"dan di malam yang sama, di hari di mana aku jatuh ke jurang waktu itu, perjodohan itu tiba-tiba saja dibatalkan karena—"

"—karena orang itu juga ikut menghilang tanpa adanya kabar."

aku tertawa, tetapi di lain sisi menangisi sebuah keadaan yang tidak pernah aku harapkan sebelumnya.

"dan orang itu sekarang berada di sini, tepat di depanku ini, 'kan?"

aku tidak bisa menebak seperti apa respon yang ia sembunyikan dari balik suaranya. dia justru membawaku ke dalam sebuah pelukan hangat dan membiarkan aku menangis di dadanya.

"itu kamu, 'kan, garuda?"

"itu kamu, 'kan, yang juga terjatuh ke dalam jurang pada malam itu?"

[]

salam hangat dari dek aksa, hehe.

salam hangat dari dek aksa, hehe

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
[3] nirmala. ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang