dua puluh satu.

1K 177 25
                                    

"ngantuk?"

felix bertanya pada hyunjin yang tiba-tiba menyandarkan kepalan di bahunya. jujur itu membuatnya terkejut sekali, tapi ia tidak akan bohong kalau ia senang. terlebih lagi, malam ini mereka berdua sedang melepas penat di braga. keduanya tengah duduk di bangku kosong di depan toko es krim. waktu telah menyentuh pukul sebelas malam, tak heran sebenarnya jika hyunjin mengantuk.

hyunjin hanya menggumam tak jelas sebagai jawaban. felix menggunakan satu tangannya untuk mengambil jaket yang ada di pangkuannya untuk ia sampirkan di bahu temannya itu.

aneh, sebenarnya. entah kenapa hubungan dua anak adam ini tiba-tiba menjadi sedekat ini.

bangchan yang tiba-tiba menghilang dari kampus selama satu bulan lamanya jelas membawa keuntungan bagi felix untuk berusaha keras agar bisa menjadi lebih dekat dengan hyunjin. mungkin saja hyunjin tahu kalau ia menaruh perasaan padanya, dan kelihatannya anak itu tidak keberatan.

pikiran felix melayang kala ia sedang memperhatikan orang-orang yang lewat di depannya. baik ia dan hyunjin sebenarnya sama-sama tidak tahu mengenai bangchan saat ini. entah pria itu sedang menghindar dengan baik, atau ia memutuskan untuk tidak kembali dari tanah kelahirannya.

pilihannya untuk mencoba mendekati hyunjin bukan hal yang mudah sebetulnya, terlebih hampir semua orang tahu kalau anak itu masih menangisi mantan kekasihnya nyaris setiap malam. felix terkadang merasa tak enak hati, ia merasa ia datang untuk merebut hyunjin dari bangchan. mau bagaimanapun, ia juga tidak bisa membohongi perasaannya sendiri. ia ingin hyunjin bahagia, bukannya menangisi bangchan yang tidak jelas keberadaannya saat ini.

felix menoleh ke arah hyunjin yang memang terlihat sudah terlelap di bahunya. ia tersenyum, wajah hyunjin yang damai ini benar-benar menggemaskan untuknya.

"coba aja gue bisa jadi orang yang bisa bahagiain lo, van," felix berbicara setelah yakin kalau hyunjin tidak akan mendengarnya. pandangannya memaku pada jalanan di depannya. "gue ikut sedih ngelihat lo sedih. gue lebih pengen lihat lo senyum bahagia daripada senyum kepaksa setiap hari."

"ini kamu nembak aku?"

panik, felix langsung duduk tegak. membuat hyunjin mau tak mau harus menegakkan kepalanya juga karena terkejut.

"ga usah panik gitu, aku ga bakal marah juga kok," hyunjin menarik kembali bahu felix agar ia bisa bersandar lagi. ia sempat melirik wajah felix yang memerah, cukup menggemaskan baginya.

setelahnya felix tidak bisa berkata apa-apa. niatannya untuk mencurahkan isi hatinya karena hyunjin yang sedang tertidur gagal karena temannya itu sebenarnya terbangun.

hyunjin memainkan jemarinya sendiri. "lix, kamu tau kan"—hyunjin yang sedang memakai aku-kamu padanya ini membuat jantung felix jatuh ke kakinya—"kalau aku memang masih sedih?" hyunjin menghela napas berat, jujur merasa tidak enak mengatakan ini walaupun ia merasa nyaman di dekat felix.

"aku sebenarnya ngerasa ga enak di kamu," hyunjin menghela napas sekali lagi, "kalau kita pacaran.. aku tau aku bakal dapat hinaan dari orang. evano irshad, mantan pacar christopher devan yang terlalu cepat move on. si evano, bukannya nyariin chris ke australia, malah dekat sama cowo lain."

hyunjin kemudian duduk tegak untuk menatap felix yang sudah menatapnya lebih dulu. "felix, kalau kamu ga kuat ngehadepin aku yang kemungkinan besar masih nangis tiap malem mikirin kak chris.. mending kita ga usah pacaran. aku gamau kamu sakit hati karena hal itu," felix hendak bicara, tapi hyunjin memotongnya, "aku tau kamu memang suka aku, aku juga suka sama kamu. tapi kalau ujungnya kamu malah sakit karena aku, mending jangan."

"aku belum ngomong loh, van," felix memutuskan untuk ikut memakai aku-kamu di keadaan seperti ini, dan ia langsung merutuki dirinya sendiri karena hyunjin terkekeh geli setelahnya.

muara | chanjinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang