dua puluh dua.

2.2K 207 77
                                    

siang itu lingkungan kampus cukup sepi.

sang wira mengusap wajahnya kasar, menyandarkan punggung lelahnya di dinding sebelah kafe gedung kuliahnya. obsidiannya bergerak ke sana ke mari, mencari-cari keberadaan orang penting yang harus ia ajak bicara saat ini.

sejujurnya mingyu ragu untuk menyampaikan informasi yang baru saja ia dapatkan dua hari lalu ini kepada orang yang tertuju. ia cukup takut kalau anak ini nanti akan murung lagi. tapi pikirnya, apa boleh buat. lagipula pada akhirnya ia yakin kalau orang ini akan mengetahuinya. ia hendak memeriksa arloji di pergelangan kirinya kala hyunjin berjalan ke arahnya sambil memainkan ponsel di sebelah tangannya. buru-buru mingyu beranjak untuk menghampiri sang adik tingkat.

mingyu menahan lengan hyunjin yang kebetulan hampir  berjalan melewatinya. sementara hyunjin sedikit terkejut karena mingyu tiba-tiba menahannya seperti ini. "kenapa, kak?" ia bertanya ragu-ragu, terlebih raut wajah mingyu terlihat tak enak untuk dilihat baginya.

"gak buru-buru kan?" mingyu bertanya memastikan dan menghela napas lega kala hyunjin menggelengkan kepalanya. "ada yang harus saya kasih tau, tapi saya pengen kamu tetep tenang, ya?"

hyunjin keheranan, memangnya informasi apa yang bisa membuatnya panik saat ini? ia kemudian hanya mengangguk singkat dan menunggu mingyu melanjutkan.

"chris di australia," mingyu menghela napas berat, "dia ga bakal balik, jadi—"

"gimana, kak?" hyunjin menaikkan sebelah alisnya kebingungan. ia tidak tahu kalau bangchan ada di australia. mungkin informasi yang baru ia dapat saat ini bisa menjelaskan mengapa ia tidak menjumpai bangchan lagi di kampus. "kenapa.. ga balik? kuliahnya belum selesai, kan? apa ada urusan penting yang bener-bener harus dia lakuin?"

"pelan-pelan, evano," mingyu menahan bahu hyunjin yang bergetar sedikit. ternyata perkiraannya bahwa hyunjin akan panik memang benar. "dia—"

'bilang kalau gue bakal nikah sama kalyna di australia dan mutusin buat berenti kuliah.'

ingatannya perihal permintaan spesifik bangchan itu menyerang benaknya. mingyu memejamkan kedua matanya dan menelan ludah. ia tidak yakin kalau ia harus menyampaikan permintaan sahabatnya itu, tapi ia tidak punya alasan lain yang bisa ia ucapkan.

"bakal nikah."

mingyu keheranan, ini bukan suaranya sendiri. ia menoleh dan menemukan saerom yang berdiri di samping hyunjin—anak itu sama bingungnya dengan mingyu.

hyunjin menggigit bibir bawahnya, genggaman tangannya di tas yang ia bawa mulai mengerat. "sama siapa, kak? kenapa aku baru dikasih tau banget deh?"

'jangan kasih tau soal orangtua gue.'

"dia pengen lo yang terakhir tau, evano," saerom tersenyum tipis, entah apa maksud dari senyumannya itu. "sama kalyna, gue yakin lo ga bakal kaget."

hyunjin menunduk sekarang, helaan napas berat ia keluarkan. jujur, entah kenapa ia merasa hatinya seakan diremuk. padahal ia sudah punya felix yang betul-betul menyukainya sekarang, tapi kenapa mendengar kabar bangchan saja bisa membuatnya pusing begini?

apakah karena ia sempat jatuh cinta begitu dalam pada lelaki itu, atau karena saat ini ia masih mencintainya?

'lebih bagus kalau dia benci gue.'

ga ada yang bagus dari kebencian, chris—saerom berkata pada dirinya sendiri.

saerom menghela napas, ia tahu itu keinginan bangchan—tapi untuk yang satu ini, ia tidak ingin menyampaikannya. "don't hate him, okay? gue yakin, mungkin ini keputusan yang tepat. mungkin ini yang chris mau, ayo hargai aja, ya?"

muara | chanjinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang