BAB 2 : MISUNDERSTAND

812 28 0
                                    

Ana melenguh sambil membuka matanya,  entah jam berapa Ana mulai tidur tadi malam, dan entah sejak kapan Ana tertidur di sofa. Ana melirik ke jam di atas meja samping sofa menunjukkan pukul lima pagi. Ana mendudukkan dirinya, pandangan matanya berputar mencari sesosok yang menemaninya tadi malam hingga tertidur. Tapi nihil, Reihan tidak ada di apartemennya.

"Dia memang menyebalkan, datang tanpa izin dan pulang tanpa pamit," gerutu Ana.

Ana melangkahkan kakinya menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya.

Setelah selesai, Ana membuat sarapannya dan menyantapnya dalam diam.

Ngung!

Ana mengamit ponselnya yang bergetar yang letaknya tepat berada di sampingnya dan melihat siapa yang mengiriminya pesan pagi-pagi buta begini.

Ana mengerutkan keningnya, sederet nama berbunyi Anita mengiriminya sebuah pesan. Ana membuka pesan yang berasal dari temannya itu.

From : Anita

Ana, kenapa kamu menghilang begitu saja?  Kamu tidak pernah mengabariku akhir-akhir ini huhu, Rindu :"

Setelah membaca pesan dari temannya, Ana sedikit menarik kedua sudut bibirnya,  bagaimana bisa temannya yang satu ini sangat begitu menggemaskan menurutnya.

***

Ana menghela nafasnya sambil menyenderkan kepalanya di kursi kerjanya, Matanya terpejam sebentar, Ana melihat jam yang melingkar manis di  pergelangan tangannya, jarumnya menunjukkan pukul satu siang, Ana tidak punya waktu istirahat, karena masih banyak yang perlu Ana kerjakan. Banyak teman dan para sahabat yang mengajaknya untuk makan siang bersama tapi Ana menolaknya dengan senyuman dan beralasan jika dirinya sudah makan. Ana kembali memfokuskan dirinya dan bekerja, serta melupakan jam yang jarumnya terus berputar.

"Akhirnya peresmian berjalan lancar, Pak Presdir Reihan, ya?" gumam Ana pelan sambil tersenyum.

Ngung!

"Halo, selamat siang."

"Keruanganku segera."

"Ada ap ...."

Pip!

Ana menautkan kedua alisnya, Ana sangat mengenal suara tadi, siapa lagi kalo bukan Reihan si Bos. Ana menghela napasnya lalu beranjak menuju ruangan Reihan.

Tok! Tok! Tok!

Ana mengetuk pintu besar itu dengan sedikit keras.

“Masuk,” ujar seseorang dari arah dalam ruangan.

Cklek!

"Selamat siang Pak, maaf mengganggu istirahat anda. Jadi, ada apa Bapak menyuruh saya kemari?" tanya Ana sopan.

"Jangan terlalu formal," tegur Reihan, Ana sedikit bingung atas ucapan Reihan pun memiringkan kepalanya sedikit.

Reihan mendengus pelan, lalu ia mengambil sekotak bekal makan siangnya dan menyodorkannya ke Ana, Ana semakin dibuat bingung oleh Reihan.

"Makan, aku tahu kamu belum makan siang, tadi pagi aku kebanyakan memasaknya," titan Reihan.

Ana memicingkan matanya merasa sangat bingung, kenapa Reihan selalu menyuruhnya makan, seolah Ana adalah anak balita yang tidak kenal waktu untuk bermain hingga harus diingatkan untuk makan.

"Itu tidak perlu pak, saya bawa sen ...."

"Simpan untuk nanti dan makan ini,"sela Reihan, Ana mendengus kesal dan mengambil kotak bekal yang disodorkan Reihan sambil bergumam terima kasih.

"Jika tidak ada hal lain, saya per ...."

"Ada, duduk di sofa dan temani aku makan," potong Reihan lagi sambil bertitah.

Ana memutar bola matanya malas, ia sungguh kesal dan ingin marah ke Reihan si Bos menyebalkannya ini. Setiap berbicara selalu di potong, belum juga Reihan selalu seenaknya sendiri.

Reihan sudah mendudukkan dirinya di sofa namun Ana tetap saja berdiri.

"Apa yang kamu tunggu, duduk," titah Reihan.

Ana mendudukkan dirinya dengan terpaksa, Reihan mulai memakan bekalnya, tapi tidak dengan Ana, Ana hanya melamun sambil menatap lurus ke depan menghiraukan Reihan.

"Kenapa kamu malah diam?" tanya Reihan.

"Aku tidak selera, dan Pak Reihan yang terhormat, mohon maaf saya masih ada kerjaan yang belum saya selesaikan,  jadi permisi," ucap Ana dengan nada informal dan penuh penekanan, Reihan memberhentikan acara makannya dan menutup kotak bekalnya.

"Kamu sudah bersuami?" tanya Reihan tiba-tiba, Ana membatu sejenak atas pertanyaan yang Reihan ajukan, bagaimana tidak, Reihan menanyainya masalah yang terbilang privasi, tolong garis bawahi, privasi!! Dengan segera Ana menggeleng cepat.

"Lalu, kamu hidup sendiri di kota sebesar ini?"

"Aku hanya tidak ingin merepotkan kedua orang tuaku lagi," jawab Ana datar sambil mendudukkan dirinya kembali di sofa samping Reihan.

"Kedua orang tuamu di mana?" tanya Reihan.

"LA, ayahku memiliki perusahaan di sana,  jika kamu menanyakan hal ini kepada ayahmu, pasti ayahmu akan tahu, aku pernah bilang padamu bahwa aku bekerja di perusahaan teman ayahku, kan? itu karena perusahaan Jeon Corp sudah bekerja sama lama sekali dengan perusahaan George Diamond,"  jelas Ana.

"Itu berarti,  ayahku dan ayahmu itu bersahabat baik?" tanya Reihan kemudian diangguki oleh Ana.

"Apa dulu kita pernah bertemu sebelumnya?" tanya Reihan lagi.

"Dulu?" Ana menggantung ucapannya, dan mencoba untuk mengingat.

"Amel sarang hae!"

"Amel!"

"Amel!"

Ana merasakan denyutan hebat yang menghujami kepalanya, Ana meringis pelan menahan sakit kepalanya.

"Ana!"











Tbc

PAK BOSSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang