Sesampainya di hotel, Ana meletakan tasnya di lemari dan bergegas mandi, Reihan hanya memesan satu kamar hotel, dan itu membuat Ana terkejut, pasalnya Reihan hanya beralasan takut tidur sendirian, Ana hanya menarik napas dan membuangnya kasar, dan ya mau bagaimana lagi?
Selagi Ana mandi Reihan membeli beberapa camilan di minimarket lantai bawah, Ana sudah selesai dengan urusannya dan kini di sofa menyaksikan siaran tv dengan Reihan, Ana yang berbaring di sofa dan Reihan yang di bawah sofa depan Ana.
"Besok akan pagi-pagi sekali," ucap Reihan tiba-tiba, lalu dibalas deheman pelan oleh Ana.
"Jika kamu bosan mari kita bermain TOD."
"Aku malas!"
"Oh ayolah, sekali-kali."
Ana mendengus pelan lalu membenarkan posisinya duduk dan Reihan mengubah posisinya menjadi duduk di samping Ana.
"Kita akan bermain TOD menggunakan kartu, siapa yang mendapat angka yang lebih kecil maka ia harus memilih truth atau dare yang diajukan oleh pemilik angka yang lebih besar, ok? " tutur Reihan menjelaskan, Ana hanya bergumam pertanda mengerti.
Reihan mengacak kartunya dan menyebarnya di meja, Reihan sudah mengambil salah satu kartu dan Ana juga melakukan hal yang sama.
"Mari kita buka bersama-sama dalam hitungan ketiga, satu... Dua... Tiga."
"Nah, angka kartuku lebih besar darimu, jadi, Truth or dare?" ujar Ana.
"Truth," Jawab Reihan.
"Kekuatan dan kelemahan menurutmu?"
"Keduanya berada pada kedua orang tuaku," jawab Reihan enteng, Ana hanya mengangguk saja lalu mengambil kartu baru berikutnya diikuti oleh Reihan.
Kini Reihan yang mendapatkan kartu yang lebih besar, Reihan mengajukan pilihan truth or dare dan Ana memilih truth.
"Sebelum kamu bekerja dan bertemu denganku, ceritakan kisah asmaramu dulu."
“Privasi pun boleh disenggol ya?”
“Ceritakan saja,” desak Reihan.
"Ini pertanyaan jebakan!"
"Kamu boleh menolak, tapi jika kamu memilih dare, aku tidak akan mengasihanimu."
Ana menghela napasnya sebentar, "dulu aku pernah menjalin hubungan dengan Septian, tetapi kandas karena perselingkuhan, puas?!" ujar Ana, Reihan mengangguk, Mereka kembali mengambil lagi kartu baru dan Reihan yang mendapatkan angka besar lagi, Reihan kembali mengajukan truth or dare dan Ana kembali memilih truth.
"Ceritakan masa kecilmu?" tanya Reihan membuat Ana membatu seketika.
"Masa kecil? " ulang Ana dan langsung diangguki oleh Reihan.
"Amel."
"Sarang hae."
"Kak, jangan tinggalkan Amel!"
"Kak!"
Kilatan ingatan itu lagi-lagi terngiang-ngiang di kepala Ana, Ana merasa kepalanya sakit sekali hingga ia menariki rambutnya.
"Ana, Ana, kamu kenapa? "
"Ana!" panggil Reihan ketika Ana mulai histeris.
"Ana hentikan, kamu menyakiti dirimu sendiri!" panik Reihan ketika Ana menjambaki rambutnya hingga rontok beberapa helai. Reihan menarik Ana dan membawa Ana ke dalam dekapan hangatnya.
"Ana cukup! kamu bisa mendengar suaraku, ini aku Reihan!" ucap Reihan di samping telinga Ana, napas Ana memburu, matanya terpejam keringat dingin mulai bercucuran di wajah cantiknya, Reihan mengusap lembut punggung belakang Ana, tak berapa lama Ana sudah merasa lebih baik.
FLASHBACK ON
"kamu jangan memaksanya untuk mengingat masa lalunya, Reihan."
"Ayah, apa Ana akan mengenaliku? "
"Tentu saja tidak bodoh, tapi jangan sampai kamu memaksanya untuk mengingatmu, memorinya memang hilang setengah, dan itu menyebabkan dia tak ingat padamu."
"Jika saja aku tidak ...."
"Berhenti menyalahkan dirimu sendiri Reihan, seiring berjalannya waktu Ana akan mengingatmu dalam potongan memorinya."
FLASHBACK OFF
Meeting pagi telah usai, Ana dan Reihan bergegas pulang untuk menyiapkan meeting di siang nanti. Ana berjalan di belakang Reihan, Ana membereskan beberapa kertas yang berada di tangannya dan memasukkannya ke dalam tas jinjing miliknya.
Mata Ana masih fokus pada kertas-kertas di tangannya, hingga tidak sadar Ana menabrak punggung belakang Reihan dan menyebabkan kertas di tangannya bertebaran.
"Aduh! maafkan saya pak," ucap Ana sambil membereskan kertas-kertas itu, Reihan hanya mengangguk lalu membantu Ana membereskan kekacauannya.
Sesampainya di rumah Ana terus berkutat pada laptopnya dan kertas-kertas yang tadi pagi Ana bawa, Reihan asyik menonton tv dan di biarkan saja oleh Ana.
"Tidak kebayang jika kamu tidak ikut denganku, Ana," gumam Reihan namun masih di dengar oleh Ana, Ana hanya menelan salivanya dan fokus ke pekerjaanya.
Besoknya, Meeting siang berjalan dengan lancar. Ana masih sibuk dengan dunianya. Di mobil juga mereka tidak ada yang bicara atau pun memulai pembicaraan. Ana sibuk dengan dokumen dan ponselnya sedangkan Reihan yang sibuk menyetir.
"Lho, kok tidak ada," ujar Ana tiba-tiba.
"Reihan—ah mulut ini, maafkan saya, Pak. Pak Presdir melihat map coklat yang tadi saya bawa?" tanya Ana
"Berhenti bersikap formal, baiklah aku tarik kata-kataku dulu. Sekarang bersikaplah biasa walaupun sedang jam kerja.”
“Maaf?”
“Hmm, bagaimana cara aku menjelaskannya ya—kamu bisa bersikap informal ketika hanya sedang berdua bersamaku, selebihnya kamu bisa bersikap formal.”
“Baiklah, aku mengerti. Hei, kamu melihat dokumen yang aku pegang tadi?”
“Aku sedikit terkejut karena perubahan bicaramu, setidaknya walaupun informal, bisakah kamu lebih sopan sedikit?”
“Cerewet sekali, tinggal bilang iya atau tidak.”
“Tidak, semua dokumen kan kamu yang pegang, coba cek lagi mungkin terselip."
Ana mencari kembali dan betul saja terselip di dokumen lainnya.
"Nah kan, terselip," ucap Reihan, Ana hanya terkekeh pelan.
"Tugas kita di sini sudah selesai, besok kita akan pulang, sekarang masih siang, kamu mau makan siang memesan di ponsel atau makan di resto?"
"Terserah kamu saja."
Reihan mengangguk lalu melajukan mobilnya, Reihan memarkirkan mobilnya di depan restoran terkenal di sana. Ana menaruh semua barang bawaannya di mobil dan mengikuti Reihan yang sudah masuk lebih dulu.
Tbc

KAMU SEDANG MEMBACA
PAK BOSS
Romantizm(End) Jika kecelakaan bisa memotong ingatan dan menunda cinta, lalu bagaimana kisah cinta Ana yang ingatannya terpotong dengan Presdir barunya yang merupakan teman masa kecilnya? Anastasyah George Amelina atau akrab disapa Ana adalah seorang penggil...