Beberapa Waktu Sebelumnya
Mendekati pukul sembilan pagi, Haditya sudah berada di depan rumah keluarga Ersa. Dia masih berada di dalam mobil, menunggu perizinan untuk memasuki pintu gerbang.
Berbekal nama Kabiru dan juga nama belakang yang juga dimiliki papanya, Haditya yakin akan diizinkan bertamu walau sepagi ini.
Helaan napas panjang berkali-kali Haditya lakukan selama menunggu. Dia yakin dengan apa yang akan dia lakukan, hanya saja tetap merasa sedikit gugup karena belum pernah melakukannya.
Haditya memang nekat dan tidak tahu malu. Hanya saja dia tidak ingin menyia-nyiakan waktu. Nanti siang dia sudah harus kembali ke Medan. Mungkin tidak sulit baginya untuk kembali lagi ke Jakarta dalam waktu dekat kalau memang ada urusan penting. Namun, tidak ada jaminan selama kepergiannya nanti, apakah situasi masih sekondusif ini untuknya.
Daripada kecolongan, lebih baik Haditya menebalkan muka dengan bergerak cepat. Tidak peduli nanti Falila marah atau Kabiru akan menghajarnya—mengingat seposesif apa pria itu terhadap kakak perempuannya, Haditya hanya ingin melakukannya melalui jalur yang seharusnya. Hingga kalaupun nanti dia gagal, paling tidak dia tidak menyesal karena sudah berusaha secara terbuka dan benar.
Ketika akhirnya Haditya diizinkan masuk, dia menjalankan mobil perlahan sambil mengamati pekarangan rumah keluarga Ersa. Dia belum pernah datang bertamu sebelumnya, tapi sudah pernah bertemu Rama Ersa dan istrinya sekali ketika mereka mengunjungi Kabiru saat masih kuliah.
Haditya keluar dari mobil sambil tersenyum sopan. Rama dan istrinya yang tadi tampak asyik berbincang sambil menyirami halaman rumput mereka, langsung memperhatikannya meski dalam jarak yang lumayan jauh.
Haditya berjalan mendekati kedua orang tersebut. Rama yang sepertinya sudah mengenali sosok Haditya, langsung menyerahkan selang air kepada petugas kebun yang tadi hanya diam memperhatikan tuan rumahnya sok mengambil alih pekerjaannya demi pamer di depan sang istri.
Amelia juga mengikuti Rama untuk menyambut kedatangan pria muda itu sambil mencocokkan ingatannya. Ketika tadi satpam rumah melaporkan kalau sang tamu bernama Rasyid dan mengenal Kabiru, Amelia langsung mencoba mengingat pertemuan singkat mereka dulu ketika menengok Kabiru di perantauan.
"Mau ketemu Biru, ya?" tanya Amelia, setelah Haditya mencium punggung tangan kanannya dan juga Rama.
"Nggak, Tante. Mau ketemu Om sama Tante, kok," ujar Haditya, masih tersenyum sopan memandangi orang tua dari Falila.
Rama dan Amelia sempat bertatapan dengan heran, meski tetap dengan senang hati mempersilakan pria itu memasuki rumah. Mereka juga sempat berbagi kabar walau baru pertama kali saling berbincang sedekat ini.
"Om sudah agak lama tidak bertemu Papa kamu. Papa kamu juga tidak ada bilang apa-apa terkait kedatangan kamu pagi ini. Jadi, sepertinya ini bukan urusan pekerjaan, kan?" tebak Rama, setelah mencoba menganalisis kemunculan Haditya yang sangat tiba-tiba. Seingatnya, bukan pria muda ini yang membantu Rasyid menangani bisnisnya di pusat.
"Iya, Om. Urusan pribadi."
Haditya sudah duduk berhadapan dengan Rama di ruang tamu. Meski posisi mereka lumayan berjarak, dia tetap bisa melihat kernyitan kening Rama ketika mendengar jawabannya.
"Kalau begitu, nggak pa-pa kan kalau Om hanya mengenakan pakaian begini?" canda Rama, berbasa-basi sambil memperlihatkan pakaian olahraga yang dikenakannya. Tadinya dia memang baru kembali dari jalan-jalan pagi bersama Amelia, sebelum unjuk kebolehan menyiram halaman rumput di depan sang istri.
"Nggak apa-apa, Om," sahut Haditya. Dia juga hanya mengenakan celana jeans hitam dengan atasan kemeja polos berlengan pendek berwarna navy. Tidak banyak gaya dan terkesan santai, tapi tetap terlihat rapi serta sopan.
KAMU SEDANG MEMBACA
FALILA
RandomLET YOU HEAL ME. Falila. Panggilan kecil, Lila. Pengkhayal yang pernah terluka. Satu-satunya anak perempuan dalam keluarga Ersa yang terbiasa menerima perlindungan dari seluruh keluarganya. Lila yang sedang berusaha menyembuhkan diri, tiba-tiba diin...