Harusnya Falila mengikuti instingnya saja, sebelum akhirnya terjebak dalam rencana Nenek Winda. Dia memang sempat merasa kurang nyaman ketika Nenek Winda mengundang untuk makan siang di hari Minggu. Tapi Falila mencoba abai akibat senang ketika sang nenek berkata sudah bisa ikut memasak di dapur. Wanita itu mengatakan sengaja memasak makanan kesukaan Falila.
Kebetulan pula Amelia sudah ada agenda makan siang bersama Rama di luar rumah, hingga Falila harus datang sendirian. Jadilah sekarang dia terdiam kaku ketika harus duduk berhadapan dengan Ervin di meja makan milik keluarga Nenek Winda.
Hanya ada Tante Sinta dan Nenek Winda yang menemani mereka makan, para pria sedang pergi memancing untuk seharian. Kelihatan jelas sekali kalau makan siang tersebut dirancang untuk mempertemukan Falila dan Ervin.
Ketika Falila mengikuti Tante Sinta untuk membantu mengambil tambahan lauk dan sayur di dapur, wanita itu tersenyum dengan sedikit meringis. "Tante udah ingatkan Nenek, tapi kamu tahu sendiri kan gimana Nenek. Meski udah dilarang mama kamu, tapi tetap pengin banget mempertemukan kamu dan Dokter Julian secara khusus. Sekali ini aja, katanya. Kalau memang kali ini nggak ada yang bisa dilanjutkan, Nenek nggak akan macam-macam lagi."
Falila tersenyum kecut saat mendengar penjelasan Tante Sinta. "Aku pastikan nggak berlanjut, Tan. Jadi nanti Tante siap-siap aja dengerin Nenek ngedumel selama beberapa waktu ke depan."
Tante Sinta tertawa pelan sambil menyodorkan mangkuk berisi sayur tumis kacang panjang hijau sederhana kesukaan Nenek Winda. "Kenapa jadi nggak bisa berlanjut, sih? Penasaran deh, kenapa sampai mama kamu juga nolak cowok sekeren Dokter Julian buat jadi calon menantunya."
"Bukan selera aja," jawab Falila, terdengar tidak tertarik. "Aku udah keren, Tante. Nggak perlu dapat yang keren juga," tambahnya dengan nada canda yang kembali membuat Tante Sinta terkekeh mendengarnya.
Gestur santai Falila ketika tadi bersama Tante Sinta di dapur, berubah kembali menjadi kaku saat makan siang dimulai. Dia sengaja lebih banyak diam agar Nenek Winda menyadari bagaimana sikap yang dia ambil atas pertemuan tersebut.
Ervin yang sepertinya paham terkait keengganan Falila untuk berdekatan dengannya, tidak mempermasalahkan sikap dingin wanita itu. Dengan sikap sopan dan hangat, Ervin terus meladeni Nenek Winda dan Tante Sinta berbicara.
Nenek Winda yang tetap menginginkan seorang Dokter Julian dapat dekat dengan Falila, kukuh meminta keduanya berbicara berdua di teras samping pasca makan siang berakhir.
Tersedia beberapa macam makanan penutup dan minuman dingin di meja kecil yang memisahkan Falila dan Ervin. Keduanya belum menyentuh sajian-sajian tersebut karena terlalu sibuk dengan pikiran masing-masing.
"Adik kamu yang cowok, apa kabar?"
Pertanyaan Ervin memaksa Falila yang tadi sibuk memainkan ponsel menjadi mendongak untuk menatap penuh tanya kepada pria itu. Kenapa tiba-tiba menanyakan Kabiru padahal tidak saling kenal?
Ervin tampak tersenyum kecil, mengerti tatapan heran Falila. Dia menyentuh ujung bibirnya seakan ingin meraba sesuatu di sana. "Sulit buat lupa sama dia. Anaknya kuat banget, sampai bikin bibirku robek dalam sekali pukul."
Butuh waktu bagi Falila untuk memahami, hingga akhirnya dia tersenyum tipis saat bisa membayangkan sebrutal apa Kabiru ketika menuntut balas kepada Ervin atas kekacauan yang dibuat kakak perempuannya sendiri.
"Dia baik. Makin kuat," jawab Falila singkat. Sekian waktu, akhirnya dia mau berbicara secara langsung dengan Ervin. Bukan apa-apa sih, tadi dia hanya malas saja menunjukkan harapan di depan Nenek Winda. Sekarang pun dia merasa hanya perlu seadanya saja meladeni Ervin, sampai waktu pertemuan mereka berakhir.
KAMU SEDANG MEMBACA
FALILA
RandomLET YOU HEAL ME. Falila. Panggilan kecil, Lila. Pengkhayal yang pernah terluka. Satu-satunya anak perempuan dalam keluarga Ersa yang terbiasa menerima perlindungan dari seluruh keluarganya. Lila yang sedang berusaha menyembuhkan diri, tiba-tiba diin...