Falila mengamati sosok pria yang duduk di belakang meja kerja yang biasanya diduduki Nida saat mengerjakan banyak urusan penerbitan. Dia sendiri sedang duduk di sofa santai yang berhadapan langsung dengan meja kerja tersebut.
Pria yang ditatap, sesekali membalas tatapan Falila sambil tersenyum manis tanpa merasa terintimidasi.
Merasa kalau gestur keberatannya tidak digubris siapa pun di ruangan itu, Falila mendengkus kesal dengan sengaja.
"Kenapa dia jadi ikutan kerja di sini, sih?" tanya Falila, tidak berusaha mengecilkan suaranya agar yang punya diri mendengar.
"Karena gue butuh pekerja yang pro dan bisa full time." Nida menyahut santai dengan posisi berbaring di atas sofa yang membelakangi meja kerja.
Falila tahu diri. Dia yang bekerja sesuka hati memang pantas untuk disindir dan digantikan. "Serius dia mau kerja ginian? Anak orang berduit begitu?" sanggah Falila, kembali menatap curiga kepada Satria, teman satu angkatannya saat kuliah walau tidak satu fakultas.
Ketika Nida berkata dia butuh rekan tambahan, Falila tidak mempermasalahkan saat secepat kilat sudah ada yang menempatinya. Namun, ketika tahu bahwa orang tersebut adalah Satria, si mahasiswa idola yang berasal dari keluarga konglomerat ningrat, maka wajarlah Falila sangat curiga.
"Mana gue tahu. Yang penting dia mau dibayar sesuai budget kita. Kerjaan oke. Nurut dan patuh. Siap kerja rodi. Dah, kelar!" ujar Nida, sepupu Falila yang berusia dua tahun di atasnya.
Nida berkarakter frontal dan cuek. Dulunya sangat tomboi, tapi sudah agak berkurang akibat usia yang semakin bertambah. Terlebih karena sempat menghabiskan waktu dengan Falila yang selalu memaksanya melakukan banyak hal feminin.
"Tapi..."
"Udah, nggak usah ngurusin Satria. Lanjut aja yang tadi, si Mas-mas Hadit lo itu!" potong Nida, masih ingin mendengar lebih banyak lagi terkait rencana Falila yang sungguh berani baginya untuk dilakukan.
Falila cemberut. Nida adalah adik seperguruan Jared. Bayangkan saja otoriter dan sok berkuasanya wanita itu. Falila sulit melawan kalau Nida yang sudah melarangnya ini dan itu saat mereka masih masa kuliah, begitupun masa kini.
"Ya, gitu," gumam Falila, memainkan ponselnya tanpa mau menatap Nida.
"Ya, gitu, apanya?" Nida terus menatap Falila dengan alis terangkat.
Falila sudah menceritakan semuanya dari awal sampai akhir. Dari pertemuannya dengan Haditya saat bersama Kabiru, kemunculan Ervin, bertemu Raisa, hingga keputusannya untuk memilih Haditya sebagai uji cobanya.
Entah apa lagi yang mau didengar Nida, padahal sudah semuanya diungkap Falila. Bahkan Satria sepertinya juga ikut mendengarkan walau tetap sibuk dengan pekerjaannya yang sedang mendesain cover novel milik salah satu klien.
Awalnya Falila ingin mengusir Satria, tapi Nida melarang dengan jaminan Satria akan patuh kepadanya. Jadi, pembicaraan mereka pasti aman selama Nida bisa mengontrol pria itu.
Setengah hati, akhirnya Falila mau saja bercerita walau ada Satria di ruangan yang sama. Lagi pula Satria tidak mengenal siapa pun yang sedang dibicarakan mereka.
Mendapati Falila tidak lagi menanggapinya, Nida membuang napas kasar. Dia bangkit untuk duduk berhadapan dengan adik sepupunya itu.
"Gue senang, akhirnya lo mau juga ngikutin apa yang udah gue saranin dari dahulu kala," sindir Nida, mengabaikan raut Falila yang semakin cemberut.
"Lo memang perlu seseorang untuk ngebantu lo move on. Ngerasain sesuatu yang baru, biar bisa nendang yang lama. Dengan catatan, harus dengan orang yang benar-benar mau mengerti dan menerima kondisi lo di masa lalu ataupun sekarang."
KAMU SEDANG MEMBACA
FALILA
RandomLET YOU HEAL ME. Falila. Panggilan kecil, Lila. Pengkhayal yang pernah terluka. Satu-satunya anak perempuan dalam keluarga Ersa yang terbiasa menerima perlindungan dari seluruh keluarganya. Lila yang sedang berusaha menyembuhkan diri, tiba-tiba diin...