4 - // Loh, Pak? //

694 57 0
                                    


Terdengar alunan musik yang cukup keras dari kamar hotel nomor 99 di lantai 5. Siapa sangka bahwa kamar nomor 99 itu diisi oleh orang-orang penting yang akan hadir di seminar nasional, para jejaka yang asyik karaoke lagu lawas dari luar negeri.

Tentu saja, yang karaoke hanya Dava dan Rio. Tidak dengan Radito. Mata nya menatap fokus layar laptop.

“ dit, refreshing kali. Taro dulu laptop nya napa sih.” Dava menggerutu kesal.

Radito tidak bergeming.

“ ga asik ah.”

“ yakin, kalo dia dapet cewe yang hobi shoping dan selalu haus akan hiburan, udah ditinggalin duluan dia.” Rio berbisik pada Dava. Mereka berdua tertawa, lalu mengecilkan volume tape di kamar hotel.

“ kedengeran kali. ” tiba-tiba Radito bersuara.

“ come on, dit. Have fun kita disini. Mumpung lagi di Yogyakarta nih.” Dava dan Rio menghampiri Radito. 

“ pokoknya nanti kita harus ke Malioboro, Tebing Breksi sama apalagi ya….”

“ Parangtritis.” Dava menambahkan, lalu mereka berdua tertawa.  Tidak dengan Radito.

“ omongan kalian yang tadi ralat.” Radito tiba-tiba bersuara.

Dava dan Rio sedikit mengurutkan keningnya.
“ ga akan pernah ditinggalin. Karena bakalan sama-sama hard worker dan workholic.” Radito menatap sekilas 2 rekan nya itu lalu matanya kembali menatap fokus laptop.

“ yes. Kita dapet bocoran tipe perempuan buat seorang Radito Rama Wirayudha.” Rio mengepalkan tangan kanan nya seraya tertawa.

“ kita besok cariin deh, dit. Biar pulang ke bandung ga ditanya lagi sama Mamah.” Dava membalas ucapan Rio seraya tertawa, memandang Radito yang masih tak bergeming.

“ yakin sih, kayanya besok yang hadir di semnas kita banyak juga perempuan nya. Pasti utusan terbaik dari tempat mereka. Dan so pasti pinter, mandiri, HARD WORKER DAN WORKHOLIC.” Dava penuh penegasan diakhir kalimat seraya melirik kearah Radito. Niat nya sama dengan Rio, mereka hanya ingin melancarkan serangan keusilan untuk Radito.

Dava dan Radito masih menahan tawa. “ cocok lah buat seorang Radito.”

Akhirnya, seulas senyuman tipis terukir di bibir Radito mendengar candaan untuk dirinya.

*

“ kamu udah berapa lama jadi dosen?” akhirnya ia menyerah, Naufal harus mengawali pembicaraan agar suasana mencair, baru duduk berdampingan di mobil saja sudah gugup setengah mati, apalagi berdampingan di pelaminan. Ah, lupakan saja lelucon konyol ini.

“ baru 2 bulan. Aku cuman dosen yang diperbantukan aja, lagian aku masih S2.”

“ aku denger-denger juga kamu sering diundang jadi pembicara di beberapa event, ya?” tanya Naufal tanpa menoleh kearah Salma, ia memfokuskan pandangannya kedepan. Mobil pajero sport itu melaju cukup kencang, maklum, kejar waktu.

Salma tertawa, lalu melihat kearah Naufal, “alhamdulillah fal, lumayan bisa sharing ilmu sama banyak orang.”

“ kamu tau darimana?”

“ dari Ahya.” Salma menggelengkan kepalanya. Tak habis pikir jika Ahya akan menceritakan dirinya pada Naufal. Padahal mereka hanya bertemu 1 kali saja, itupun atas insiden salah paham.

Kini, mobil pajero sport hitam itu sudah berhenti tepat di depan lobi luxury hotel.

“ thanks ya fal.” Salma membuka seatbelt.

Workholic LecturerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang