Berjarak Tanpa Kata

1K 137 3
                                    

"GARA-GARA PAPA TERLALU PERCAYA DENGAN PEREMPUAN ITU, PERUSAHAAN KITA JADI BANGKRUT!" baru saja Sahmura melangkahkan kakinya di depan rumah, teriakkan Liana —Mamanya— terdengar.

Masih dengan ekspresi kaget Sahmura berlari menuju ke dalam rumah untuk mengetahui apa yang sedang terjadi. Di dalam sana, Liana  sedang menangis kencang di kursi, Samira, dan Reno —Papanya— hanya diam menatapnya. Ada rasa bersalah di mata Reno.

Dengan ketidakpahaman Sahmura masuk mendekati mereka lalu duduk di sebelah Samira. Tangannya bergerak untuk menyentuh bahu adiknya. "Kenapa?" tanyanya dengan suara pelan.

"Sahmura kamu tahu, sekarang kita enggak punya apa-apa. Perusahaan keluarga kita yang bertahun-tahun kita bangun sekarang sudah bangkrut," Mamanya terdiam sebentar lalu kembali menangis kencang, "hidup kita miskin sekarang," lanjut Liana.

Mata Sahmura menoleh ke sang papa. Pria itu memandang Sahmura dengan tatapan merasa bersalah. "Semua salah papa. Maafkan papa," ucap Reno.

"Iya. Semua salah papa. Papa terlalu percaya dengan perempuan cantik itu. Perempuan penipu," Liana menarik napasnya panjang, "seharusnya papa percaya sama mama. Perempuan itu enggak baik, tapi papa malah percaya sama dia. Apa karena dia cantik ya? Papa suka sama dia ya?!" ucap Liana kencang.

"Enggak, Mah. Papa melakukan kerja sama itu murni agar perusahaan kita lebih maju. Bukan karena perempuan itu."

"Terserah Papa deh. Mama cape!" Mamanya berdiri lalu meninggalkan mereka semua.

Kini di ruang tamu hanya menyisakan Sahmura, Samira, dan Reno. "Papa enggak tahu mesti apa sekarang. Papa dan Mama udah enggak punya pekerjaan lagi. Kita harus mulai semuanya dari nol. Satu-satunya peninggalan yang kita punya hanya rumah ini."

Sahmura dan Samira masih terdiam, mereka juga masih shock dengan keadaan ini. "Papa salah, papa minta maaf. Seharusnya papa enggak terlalu percaya dengan orang baru. Maafin papa sudah membuat kalian ikut susah."

Beberapa menit kemudian semuanya masih dalam keadaan diam. Tenggelam dengan pemikirannya masing-masing. "Papa ke atas dulu ya. Papa butuh berbicara dengan mama." Hanya anggukan yang Sahmura dan Samira berikan.

.

Dua hari setelah kejadian itu, Sahmura dengan keadaan yang sudah mulai tenang berbicara dengan kedua orang tuanya bahwa dia akan membantu kedua orangtuanya untuk mencari uang. Awalnya kedua orangtuanya melarangnya, tetapi gadis itu berusaha meyakinkan dan akhirnya dia mendapatkan persetujuan.

Karena itu, saat ini dia sedang berdiri di sebuah stan kosmetik. Dia bekerja paruh waktu untuk bekerja menjadi SPG. Hanya bermodalkan ijazah SMP dia beruntung mendapatkan pekerjaan ini, mungkin kecantikannya menjadi nilai tambahan yang menyebabkan dirinya diterima.

Saat pulang sekolah, dia langsung bekerja hingga malam hari, dan malamnya dia mengerjakan tugas sekolah atau belajar untuk ulangan sehingga larut malam. Tidak ada waktu untuk berkunjung ke rumah Samuel lagi. Bahkan, untuk membalas pesan samuel saja dia tidak sempat.

Beberapa kali Samuel menanyakan dia salah apa. Apa yang membuat Sahmura menjauh darinya. Namun, hingga detik ini dia belum siap untuk menceritakannya. Entah kenapa, rasanya dia tidak mau dianggap sebagai gadis yang lemah.

Setelah dia pikir-pikir lagi, tugas dia untuk menyembuhkan Samuel sudah selesai. Pria itu sudah terbebas dari traumanya dan sudah mulai bisa menjadi pria yang normal. Seharusnya, tidak perlu ada ikatan yang mengikat mereka untuk saling dekat, selayaknya kedua orang yang saling mencintai.

Saat ini yang lebih penting adalah urusan keluarganya dan urusan sekolahnya. Sahmura tidak terlalu mementingkan hubungan percintaannya.

Seharusnya seperti itu.

Namun, kenapa Samuel seakan menganggap kedekatan mereka adalah sebuah keharusan. Padahal, Sahmura bukan siapa-siapanya. Hanya seorang teman.

Bukannya seorang teman tidak harus sedekat itu?

Bersambung ....

SahmuraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang