Manusia Pembela Kebenaran

1.9K 232 9
                                    

Marcel memutuskan hubungannya dengan Meliana.

Berita itu menjadi buah bibir dipagi hari. Anak-anak heboh membicarakan tentang itu. Segala dugaan mereka layangkan dan tidak sedikit dugaan yang menyatakan bahwa putusnya hubungan mereka karena Sahmura.

Semua orang semakin membenci Sahmura, tidak terkecuali Meliana dan teman-temannya. Akibatnya, mereka bergegas menuju kelas Sahmura. Seluruh murid yang melihat itu, langsung mengikuti dari belakang. Penasaran dengan peristiwa selanjutnya.

Meliana menggebrak pintu kelas membuat seluruh mata tertuju kepadanya. Sahmura yang sedari tadi hanya diam, saat ini semakin menunduk.

Dia, takut.

Dia, tidak mempunyai siapa-siapa, tidak ada yang membelanya.

Dengan langkah yang angkuh Meliana berjalan menuju meja Sahmura, tangannya yang lentik digunakan untuk menarik dagu Sahmura sampai kedua mata mereka bertemu.

"Dasar perempuan cacat!"

Satu cacian keluar dari mulutnya. Mata Meliana memerah menahan amarahnya yang mungkin sudah diubun-ubun.

"Lo enggak tahu diri ya!" ucap Meliana selingi dengan tamparan keras.

Sahmura menunduk kembali. Tidak mampu melawannya.

"Gara-gara lo Marcel mutusin gue. Gara-gara perempuan cacat Marcel mutusin gue. Gue jijik ya harus saingan sama lo yang nyatanya ga ada apa-apanya."

Ucapan Meliana tidak direspon apapun oleh Sahmura. Meliana semakin kesal, dia menarik rambut Sahmura sampai wajahnya tertarik ke atas.

"Jangan diam aja dong. Puas kan lo? Puas kan!" ucapannya dengan nada bicara yang lebih tinggi.

"Siksa aja siksa! Gunting rambutnya! atau ikat aja di tangga!" ucap seseorang dari belakang mereka tiba-tiba.

"Bawa dia ke–" ucapan Meliana terputus.

"Aku mau ngomong."

Suara Marcel tiba-tiba terputar dispeaker kelas.

"Kita udah pisah. Kamu yang menghentikan semua ini.

Dilanjutkan suara Sahmura.  Sahmura memejamkan matanya, mendengarkan dengan seksama suara yang terputar itu.

"Belum. Kamu tetap pacar aku, semanjak SMP sampai saat ini. Aku sayang kamu, Mura."

"Aku enggak sayang dia. Aku enggak cinta dia. Aku cuma memanfaatkan harta, ketenaran, dan kekuatan dia."

Nafas Sahmura tercekat, itu percakapan dirinya dengan Marcel kemarin.

"Kamu sama dia aja. Aku cacat. Enggak sempurna. Enggak ada yang bisa kamu manfaatin dari aku."

"Mura, enggak gitu."

"Kamu sayang aku?"

"Iya."

"Kamu enggak mau aku sakit kan?"

"Enggak."

"Tinggalin aku. Baru aku percaya dengan ucapan kamu itu."

"Mura, please."

"Sekarang kamu pergi, kalau kamu sayang aku. Lakuin itu."

"Maaf, sudah mengambil jalan yang salah. Maaf sudah membuat kamu tersakiti."

Mereka semua mendengarkan rekaman suara itu sampai habis. Sahmura melirik melihat Meliana. Gadis itu menangis, air matanya menetes dengan derasnya. Isak tangis terdengar kencang.

Dengan wajah yang dibanjiri tangisan Meliana pergi meninggalkan kelas itu. Semua murid berhamburan, tetapi Sahmura hanya diam di tempatnya. Melirik kanan dan kiri sampai akhirnya matanya terpaku begitu melihat Samuel mencabut kabel yang menghubungkan ponselnya dengan speaker kelas.

Bersambung...

SahmuraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang