"Mungkin bukti yang kamu mau bukan cuma kata-kata, tetapi kamu membutuhkan tindakan."
Samuel yang sedari tadi menunduk, kini mulai mengangkat kepalanya, dan memandang lurus menatap Sahmura. "Iya, gue butuh itu."
Sahmura mengangguk-angguk, dia mengambil laptopnya lalu menyalahkan benda itu. "Semuanya tentang waktu, ruang, dan kepercayaan."
"Gue akan berusaha memberikan semua itu ke lo," ucap Samuel cepat.
Sahmura tahu, pria itu mempunyai keinginan kuat untuk sembuh dari ketakutan akan masa lalunya. Sahmura membalas kegigihan itu dengan senyuman dan anggukan kepala.
Gadis itu menggeser laptopnya mendekati Samuel. "Sekarang, kita bahas naskah dulu ya. Dibagian mananya yang mau direvisi?"
Walaupun, dari jarak yang cukup jauh mereka dapat berinteraksi dengan baik. Terkadang tatapan mereka saling bertabrakan, buru-buru Samuel mengalihkannya. Pria itu terlihat masih kaku, tidak masalah. Sahmura masih memakluminya, ini juga baru interaksi langsung untuk pertama kalinya.
"Udah malam, mau pulang," ucap Sahmura setelah menutup laptopnya.
Naskahnya yang mereka kerjakan berhari-hari baru dapat diselesaikan hari ini. Komunikasi yang baik memang dapat memperlancar pekerjaan. Kalau Samuel tahu, seperti ini dari dahulu saja dia mempersiapkan diri untuk kerja kelompok secara tatap muka.
"Yaudah."
"Mau pamit sama Tante."
"Oke, sebentar."
Samuel ke dalam lalu beberapa saat kemudian, Kara datang dengan Molisa yang membuntutinya. "Kok cepat sih?"
Sahmura tersenyum canggung, perasaan dia sudah beberapa jam di sini. "Iya Tante, udah malam."
Kara mendekati Sahmura lalu merangkulnya. "Rumah kamu kan dekat. Makan malam di sini aja ya?"
"Eh? Gimana Tante?"
"Makan di sini, sekalian kenalan sama Papanya Samuel. Gimana?"
"Takut merepotkan."
"Enggak kok." Mereka berjalan dan berhenti di meja makan. Sahmura masih canggung, sampai akhirnya Molisa menarik kursi, dan mempersilakan Sahmura untuk duduk.
"Mas ini yang Kara sering ceritakan, Sahmura." Sahmura hanya tersenyum membalasnya.
"Pacarnya Samuel ya?" tanya Zafar dengan nada ramah.
Samuel yang baru ingin menyendok nasi, tiba-tiba sendoknya terjatuh tepat di depan Kara. Dengan sigap Kara mengambil sendok itu dan memberikan kembali ke pemiliknya.
"Enggak kok, Om. Teman aja," jawab Sahmura diiringi dengan cengiran. Berharap bisa meluruhkan sedikit rasa canggungnya.
"Masih teman kok, Mas. Nanti kayanya akan berlanjut." Semuanya terkekeh kecuali Samuel. Pria itu semakin menunduk dan wajahnya kembali memerah. Mungkin kali ini menahan malu.
"Jangan dipikirkan ya, Sahmura. Oh iya, dimakan ya Mura," ucap Zafar sambil mendekatkan beberapa lauk ke meja Sahmura.
Sahmura mengangguk lalu mereka semua sibuk dengan makannya masing-masing. Setelah kegiatan makan malam selesai, mereka akan bincang-bincang sebentar, saling berbagi cerita tentang hari ini yang mereka lewati atau hal lain.
Saking terlarutnya dengan pembicaraan keluarga Samuel, Sahmura sampai lupa kalau dirinya ingin pulang. Kehangatan keluarga ini benar-benar tercipta. Semuanya saling berbagi cerita dan terkadang satu sama lain memberikan masukan.
Semuanya saling terbuka tidak terkecuali Samuel. Pertama kalinya dia melihat Samuel berbicara sebanyak dan seluwes ini. Seakan tidak ingat kalau ada dirinya di sini.
Satu pelajaran yang Sahmura ambil dari keluarga ini. Keterbukaan adalah sebuah hal yang penting dalam setiap hubungan. Keterbukaan membuat diri kita dan orang di sekitar kita merasa nyaman. Keterbukaan adalah bagian dari rasa percaya. Saat seseorang tidak mempercayai kita, tidak mungkin dia akan menceritakan sesuatu hal dengan seterbuka ini.
Dalam hati kecil Sahmura merasa, dia nyaman berada di lingkaran keluarga ini.
Kebahagiaan yang berada di keluarga Samuel seakan tertular kepadanya.
Ah, mungkin dia hanya terbawa suasana.
Atau mungkin tidak?
Bersambung ....
KAMU SEDANG MEMBACA
Sahmura
Novela JuvenilSahmura, nama seorang gadis yang mengidap penyakit amenore yaitu penyakit tidak mengalami menstruasi karena cacat lahir. Penyakit ini menyebabkan dirinya tidak bisa memiliki keturunan. Hidupnya yang sudah rumit ditambah lagi dengan banyak kesalahan...