Sepulang sekolah mereka berdua memutuskan untuk mendatangi kafe belakang sekolah. Dua gelas Vanilla latte menjadi pesanan mereka. Tidak butuh waktu lama, pesanan mereka sudah sampai di atas meja. "Gimana? Udah lebih tenang kan?" tanya Sahmura sambil menghirup aroma vanila lattenya.
Mata Samuel menatap jauh ke depan. "Iya, makasih ya," ucap Samuel dengan senyuman di bibirnya.
Senyuman itu seakan menular. Sahmura yang masih memegang gelasnya juga ikut tersenyum. "Sama-sama," mata gadis itu menoleh ke bawahnya, tepat di mana ponsel Samuel berada, "ada pemberitahuan tuh."
"Sebentar ya," ucap Samuel meminta izin. Sahmura hanya mengangguk membalasnya matanya masih memandang Samuel dan mulai merasakan perbedaan raut wajah pria itu.
"Kenapa?"
"Keluarga lo ngasih ucapan selamat?" Dengan mata yang masih menatap layar ponsel Samuel mengangguk.
"Kenapa muka lo sedih gitu?"
"Naskah pensinya udah ada dan pemainnya udah dipilihkan," Samuel meletakkan ponselnya lalu memandang Sahmura sendu, "gue enggak bisa."
Sahmura mengambil ponsel itu lalu membaca naskahnya. Samuel menjadi pemeran utama dalam drama itu dan Meliana menjadi lawan mainnya. Tangan Sahmura masih menggeser layar membaca isi naskahnya. Napasnya lagi-lagi tercekat isi naskahnya mirip dengan film cinderella.
"Lo keren banget jadi pangeran. Mereka percaya sama lo makanya lo ditempatkan menjadi pemeran utama," ucap Sahmura dengan senyuman. Senyuman yang dia gunakan untuk menutupi keterkejutannya.
"Gue enggak bisa, Mura."
"Ayo lawan ketakutan lo."
"Gue ga bisa."
"Apa yang harus gue lakuin supaya lo mau?"
"Enggak tahu."
"Gue temani saat latihan ya?"
.
"Lo ngapain di sini? Lo kan bukan salah satu pemainnya." Baru saja Sahmura masuk ke dalam ruang latihan pensi suara Meliana sudah terdengar.
"Emang bukan," jawab Sahmura pelan.
"Terus ngapain? Orang yang enggak berkepentingan dilarang masuk." Nada suara Meliana mengencang yang membuat seluruh pasang mata memandang Sahmura. Sahmura menunduk seketika, entah kenapa bayangan beberapa bulan yang lalu kembali teringat.
"Iya. Mura lo ngapain? Mendingan keluar aja," ucap salah satu siswa.
"Dia penting bagi gue. Kalau enggak ada dia, gue enggak bisa ikut latihan." Suara Samuel kali ini terdengar. Pertama kalinya Samuel menolongnya secara terang-terangan didepan umum.
Sahmura semakin menunduk, malu rasanya. "Tapi dia enggak berkepentingan di sini," ucap siswa yang lainnya.
"Gue penting kan bagi kalian? Dia penting bagi gue. Kalau dia enggak boleh di sini, gue juga mau pulang aja," ucap Samuel dengan lantang.
Meliana berbisik tepat di telinga Sahmura. "Setelah Marcel jadi korban lo. Sekarang Samuel korban baru lo? Hebat," setelah berbisik seperti itu Meliana berjalan meninggalkannya.
"Ayo masuk, duduk di situ, deket sama gue," ucap Samuel yang tiba-tiba sudah berada di sampingnya.
"Gue enggak enak. Gue enggak berkepentingan."
"Gue butuh lo, Mura." Tanpa menjawab Sahmura berjalan mengikuti langkah Samuel.
.
Sebulan telah berlalu. Sebulan penuh Sahmura mendampingi Samuel saat sedang latihan. Awalnya Samuel takut untuk beradu akting dengan pemeran lainnya, tetapi karena Sahmura selalu ada di belakang Samuel sambil terus menyemangati.
Karena Sahmura, Samuel bisa.
Hari ini adalah hari pementasan seni. Semua hal telah dipersiapkan dengan baik. Dalam pensi ini Sahmura mengambil peran hanya sebagai paduan suara dari kelasnya. Tidak terlalu penting perannya.
Saat ini sedang ada pertunjukan tari kecak persembahan dari ekskul tari. Setelah ini, Samuel dan timnya akan naik ke atas panggung untuk menunjukkan seni drama mereka.
Para penari tari kecak sudah bersiap mengakhiri tarinya dan Sahmura juga langsung bersiap berjalan dengan menuju lantai dua. Dia ingin menatap Samuel dari kejauhan saja. Dirinya memang aneh, seluruh siswi mendekati panggung untuk bisa lebih dekat menontonnya sekaligus lebih dekat dengan Samuel. Sahmura malah memilih menjauh, dia hanya tidak ingin sesuatu yang tidak diinginkan terjadi dan malah membuat kegaduhan.
Melihat akting Samuel membuat Sahmura tersenyum, pria itu memang hebat. Saat beradu akting dengan Meliana, keduanya memang sangat cocok. Perempuannya cantik dan prianya tampan.
Seluruh siswi bersorak-sorai saat Samuel mencium tangan Meliana. Mereka berteriak kata-kata cinta untuk Samuel dan kata-kata romantis lainnya. Samuel begitu diinginkan oleh mereka.
Ingatannya kembali ke Beberapa tahun belakang. Samuel sering sekali mendapatkan surat cinta. Banyak wanita yang mengejarnya dan tidak ada satu pun yang mendapat responnya. Dengan keacuhannya saja bisa membuat gadis-gadis mencintainya. Apalagi saat ini, saat dia sudah menjadi pribadi yang lebih terbuka untuk wanita.
Pertunjukan berakhir dengan ditutup dengan ucapan terima kasih dari Samuel. Mata Samuel berjelajah seakan sedang mencari sesuatu dan mata itu langsung terpusat saat menatap Sahmura di lantai dua. Sahmura tersenyum sambil mengacungkan kedua jempolnya.
Samuel mengangguk berbicara terima kasih tanpa suara. Fokus pria itu langsung terpecah begitu para guru mendatangi para pemain termasuk dirinya. Guru-guru mengucapkan terima kasih kepada mereka semua karena sudah berhasil membanggakan nama sekolah.
Setelah acara itu selesai, Samuel turun dari panggung dengan tangan yang memegang banyak tangkai bunga. Bunga yang diberikan oleh siswi-siswi. Mata Sahmura masih mengikuti langkah perginya Samuel. Pria itu mendatangi keluarganya lalu mereka saling berpelukan. Keluarga yang hangat, penuh dengan kasih sayang.
Samuel mengambil ponselnya yang tadi dia menitipkan dengan Kara. Tiba-tiba ponsel Sahmura berdering, Samuel langsung meneleponnya.
"Jangan ke mana-mana. Tunggu di situ," ucap Samuel lalu berjalan mendekati Sahmura dengan tangan yang masih dipenuhi dengan bunga.
Bersambung ....
KAMU SEDANG MEMBACA
Sahmura
Fiksi RemajaSahmura, nama seorang gadis yang mengidap penyakit amenore yaitu penyakit tidak mengalami menstruasi karena cacat lahir. Penyakit ini menyebabkan dirinya tidak bisa memiliki keturunan. Hidupnya yang sudah rumit ditambah lagi dengan banyak kesalahan...