Melalui pantulan dari cermin meja riasnya dia mengecek lagi penampilannya saat ini. Dengan memakai dress berwarna biru tua dipadukan dengan riasan wajah yang tipis dan juga rambut yang dia gerai, penampilannya sudah cantik.
Dia berjalan lalu mengambil ponselnya. Biyan sudah menunggu di lantai bawah rumahnya. Hari ini mereka berencana untuk menghabiskan waktu berdua. Kata Biyan, sekalian untuk merayakan kelulusannya.
Pria itu memang terlihat terlalu berlebihan. Padahal kalau diingat-ingat, Biyan sudah memberikan banyak hal untuk merayakan kelulusannya. Mulai dari waktu, perhatian, dan juga barang. Namun, sepertinya itu belum cukup.
"Kamu mau ke mana?" tanya Biyan setelah mereka berdua sudah masuk ke dalam mobil.
Sahmura terdiam sejenak. Dia pikir, Biyan yang akan memutuskan mereka mau kemana. Ternyata dirinya yang harus memilih.
"Saya ikuti kemauan kamu," lanjutnya.
"Mau ke pantai aja."
Biyan mengangguk. "Oke," ucap pria itu lalu kembali fokus mengemudi.
Udara hari ini mendung. AC mobil menjadi sangat dingin. Sahmura mengeratkan tangannya, mengurangi rasa dingin yang dia rasakan. "Kamu kenapa?" tanya Biyan sambil melirik Sahmura penuh khawatir.
"Dingin ya?" tanyanya, "sebentar." Biyan memberhentikan mobilnya. Dia mencari jaket di bagasi mobil lalu memakaikannya kepada Sahmura.
Sahmura hanya terdiam saja begitu Biyan memakaikan jaket ke tubuhnya. "Terima kasih." Biyan mengangguk, dia mengecilkan AC alu kembali menjalankan mobilnya.
Beberapa saat kemudian, Sahmura tertidur dengan pulas. Biyan melirik gadis di sebelahnya lalu tersenyum. Tangannya bergerak untuk mengelus puncak kepala Sahmura lalu turun ke pipi gadis itu. "Sahmura, bangun," ucapnya membangunkan.
"Mura ...."
"Bangun ...." Sahmura menggeliat lalu matanya terbuka dengan sayu.
"Sudah sampai," ucap Biyan sambil tersenyum.
Sahmura melirik kiri dan kanannya. Dirinya sudah berada di tepi pantai. "Kita makan dulu ya, kamu belum makan siang." Itu adalah sebuah pernyataan, Sahmura tidak perlu menjawabnya.
Mereka keluar dari mobil. Sahmura terlihat masih lemas untuk berjalan dengan inisiatif Biyan mendekainya lalu berjalan beriringan sambil memeluk pinggang.
"Mau makan apa?"
Sahmura membuka buku menu. Semua hidangannya adalah seafood, makanan kesukaannya.
"Udang bakar sama cumi goreng tepung."
Biyan mengulang kembali pesanan Sahmura dan juga dirinya kepada pelayan. Setelah pelayan itu pergi barulah mereka membuka pembicaraan.
"Setelah ini kamu mau lanjut apa?"
"Mungkin kerja.
"Enggak mau kuliah?"
Sahmura menggeleng. Dia tahu keadaan ekonomi keluarganya sedang tidak baik. Kalau dirinya berkuliah pasti membutuhkan biaya yang banyak, sedangkan adiknya masih butuh biaya. Dia mengalah dan memilih bekerja untuk membantu memperbaiki ekonomi keluarga.
"Keadannya enggak memungkinkan, Mas. Ekonomi keluarga aku lagi enggak baik," pandangan mata Sahmura memandang lurus ke pantai sana, "aku mendingan kerja aja."
"Saya dan Papa kamu menggeluti bidang yang sama, bisnis. Saya beberapa kali mendengar nama papa kamu tersebut, dia pebisnis yang maju."
"Papa tertipu, saham kita habis. Perusahaan bangkrut."
"Papa kamu pebisnis yang hebat. Dia pasti bisa memulihkan semuanya."
"Entah berapa tahun lagi. Lagi juga, papa belum punya modal."
Pembicaraan mereka terhenti begitu pelayan datang dan menyajikan pesanan mereka. "Makan dulu aja ya." Sahmura tidak menjawab. Matanya sudah berbinar-binar menatap pesanannya.
Dia langsung mencuci tangannya dan memakan dengan lahap. Tidak membutuhkan waktu lama, pesanan udang bakar dan cumi goreng tepung sudah ludes dimakannya.
Biyan tersenyum sambil terus menatap Sahmura. "Kamu mau coba makanan saya?" Biyan memesan kepiting saus tiram. Sahmura juga suka kepiting, tetapi rasanya dia malu untuk mengucapkan iya.
Belum juga Sahmura menjawabnya, Biyan sudah menyendokkannya. "Aaa," mau tidak mau Sahmura menerima suapan itu.
"Enak?" Sahmura mengangguk. Ini lebih enak dari pesananya tadi.
"Kita makan berdua ya, sekarang buka mulutnya lagi." Mereka memakannya sampai habis.
Saat ini mereka sedang berjalan-jalan di tepi pantai, menunggu sunset tiba. Sahmura menatap kedua sepatunya yang menginjak pasir. "Mas, aku mau buka sepatu aja. Kemasukan pasir, enggak enak."
Biyan langsung berjongkok di kaki Sahmura. "Eh, Mas, ngapain?!" ucap Sahmura sambil berjalan mundur, tetapi Biyan menahannya. Tangan pria itu membukakan sepatu gadis itu.
"Ayo jalan lagi," ucap Biyan. Satu tangannya dia gunakan untuk menenteng sepatu Sahmura dan satunya lagi untuk memeluk pinggang gadis itu.
"Saya akan bantu memulihkan perusahaan keluarga kamu. Kamu kuliah ya, saya yang biayain," ucap Biyan di sela-sela perjalanan mereka.
Bersambung ....
KAMU SEDANG MEMBACA
Sahmura
Fiksi RemajaSahmura, nama seorang gadis yang mengidap penyakit amenore yaitu penyakit tidak mengalami menstruasi karena cacat lahir. Penyakit ini menyebabkan dirinya tidak bisa memiliki keturunan. Hidupnya yang sudah rumit ditambah lagi dengan banyak kesalahan...