03 - The House

348 63 30
                                    

Aku rasa akhir-akhir ini Jeffio sangat dekat denganku, bahkan kemanapun aku pergi dia selalu membuntutiku layaknya seorang penguntit. Well-memang dia perlu teman, tapi apa aku harus berbangga punya teman yang mirip dengan temanku yang lain? Tentu tidak, hal ini membuatku canggung. Lagi pula Jeffio pria yang baru kukenal, wajar saja jika aku agak takut.

Tunggu, aku melihat Emily yang berlulu-lalang di perpustakaan. Tak sewajarnya dia mencari buku seperti itu, atau mungkin ia mencari sesuatu yang lain.

"Emily!" sahutku menyapanya dari jauh.

Dia tercekat membulatkan matanya. Sapaanku hanya dibalas dengan senyuman kaku, alih-alih menghampiriku. Setidaknya dia menganggap aku temannya, karena hanya aku yang mengetahui rahasia bahwa Emily memiliki penglihatan yang tak biasa dengan manusia lain pada umumnya.

"Sedang apa?" ucapku tersenyum.

Dia mengabaikan pandanganku. "Uhm-cari buku."

"Bohong, mana ada cari buku sampai liat-liat lantai gitu," ujarku menyilangkan lengan."Let's just get this straight-barangkali aku bisa bantu."

Oke, dia masih mengabaikanku. Aku baru sadar, di sebelahku ada Jeffio. Aku teringat pernyataan Emily kemarin, tak tahu ada hubungannya atau tidak-tapi aku akan mencoba menjauhkan dulu Jeffio dari hadapan Emily. Lantas aku menyuruh Jeff untuk pergi mendahuluiku ke kantin.

"Okay Em, just look at me," ucapku. "Jeffio udah aku suruh pergi."

Lima detik.

Sepuluh detik.

Dia masih mengabaikanku.

What?

Oke, jadi bukan Jeffio penyebabnya.

Sontak aku memaksa Emily berbalik dengan menarik pundaknya hingga kini menghadap ke arahku.

"Emily, please." Ujarku memelas.

Dia menghela napas dengan tatapan dinginnya.

"Okay, aku hargai kepedulianmu ini-tapi aku sedang mencari sesuatu yang gak ada hubungannya sama kamu Sam." Emily mencoba meyakinkanku untuk tidak peduli.

Aku bersikeras ingin membantunya, apapun itu. Aku rasa dia butuh teman, walaupun aku tidak tahu teman sepertiku ini rasanya lebih mirip psikopat.

"Em, aku bisa bantu kamu. Well-setidaknya biar kamu gak sendiri."

Emily mendengus kesal, aku berani taruhan pasti dia sudah menyerah karena mengabaikanku.

"Jus't shut up okay?! Cari kalung yang ada kuncinya–mungkin tidak seperti yang kamu bayangkan." Sahutnya.

"Nah, gitu dong," aku mendesis pelan, menunjukkan senyuman ke arah Emily.

.

.

.

Sudah sekitar dua puluh menit mencari, tapi kalung yang Emily maksud tidak kunjung ditemukan. Malah sekarang aku yang hampir menyerah mencarinya. Aku tahu kalau Emily mencarinya begitu keras, pasti kalung itu sangatlah penting baginya. Seperti aku yang mencari Jaehyun yang tak kunjung datang kalau aku sedang diajak pergi ke rumah sakit oleh Paman Lee.

"Wait. Kenapa baru kepikiran sekarang-Mark, kita butuh Mark," ujarku. "Pasti dia tau."

"What? gak boleh ada yang tau lagi selain kamu Sam, please." Emily menolak usulku.

"Okey, aku bisa menjamin-pasti sampai malam pun kalung itu gak bakal ketemu kalau kamu gini Em,"

Dia menghela napas perlahan. "Okey fine, terserah kamu."

Skizofrenia Lee ✔️ [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang