Chapter 3

19.1K 1.5K 75
                                    

Sampai di rumah, Tuan Althaf membanting tubuhnya di kursi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sampai di rumah, Tuan Althaf membanting tubuhnya di kursi. Sedetik berikutnya, dia mengumpat kecil lalu berdiri. Aku menyadarinya, dan meringis bersalah.

"Tuan, kursi saya tidak seperti sofa empuk Anda," ucapku. Tuan Althaf seperti berusaha menyembunyikan rasa sakitnya, tetapi sayang, mataku terlalu jeli untuk itu.

"Panas sekali."

"Tidak ada AC di sini, Tuan," jawabku singkat.

Chayra aku tuntun duduk di samping Tuan Althaf. Dia tidak mengeluh, mungkin karena masih sibuk memakan remahan roti kesukaannya.

"Tuan mau minum apa?" tanyaku, basa-basi. Sebenarnya berharap bahwa dia tidak menambah bebanku dengan memesan minuman yang macam-macam.

"Apa saja, yang penting dingin."

Setelah duduk kembali di atas kursi, dua kancing teratas dari kemeja Tuan Althaf dilepas. Kepalaku menunduk.

"Tunggu sebentar." Mungkin di warung, aku bisa menemukan sesuatu untuk mendinginkannya. Maklum, cuaca sore ini memang agak panas. Aku pun juga merasa pengap, tetapi karena terbiasa, tidak ada permasalahan dengan hal tersebut.

"Via."

Sebelum melewati ambang pintu, suara Tuan Althaf menghentikanku, memaksa untuk berputar badan menghadapnya.

"Di mana kamar mandi di sini? Saya perlu menyegarkan tubuh saya."

Oh, ini juga bisa menjadi masalah. Kamar mandi di dalam rumah tidak terawat selama aku tidak ada, jadi kupastikan, Tuan Althaf tidak akan suka. Maka, kuberikan pilihan yang kedua.

"Mari ikut saya, Tuan."

Tuan Althaf tidak banyak membantah. Terakhir, kulihat dia menggulung lengan kemejanya saat hendak mengikutiku. Tidak terlalu jauh, cukup ke rumah Aini.

"Eh, itu siapa? Ganteng banget." Begitu yang dibisikkan Aini saat aku mendatanginya. Pandangannya sedetikpun tidak tertuju padaku.

"Majikan aku. Anak kecil yang panggil kamu tadi, anaknya dia." Suaraku lebih rendah, takut-takut didengarkan Tuan Althaf.

"Yah ... udah nikah, ya?"

"Tapi udah duda." Aku mendekatkan wajahku pada Aini. Iming-iming mungkin bisa membuatku mempengaruhi Aini sehingga bisa membantuku sedikit.

"Yang bener." Aini kegirangan, sampai melompat-lompat saking gemasnya.

"Iya." Aku bahagia, rencanaku berhasil. "Tapi bisa tolong? Kamar mandi di rumah aku kotor. Aku yakin dia nggak bakalan suka. Jadi, dia bisa nggak mandi di sini?"

"Boleh. Boleh banget. Mau nginep di sini pun boleh."

"Yaudah. Aku mau ketemu sama kepala desa dulu, terus ke warung. Kamu jagain dia selama aku pergi, ya?"

Midnight WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang