Chapter 5

14.9K 1.2K 68
                                    

Nasi goreng untuk Nona Chayra sudah siap

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nasi goreng untuk Nona Chayra sudah siap. Aku membawanya ke meja makan, bersama dengan itu, Tuan Althaf muncul dan duduk di kursinya. Senyumku tersungging tipis, tetapi dia sama sekali tidak membalas. Tidak ingin mempermasalahkan tersebut, aku memilih masuk ke dapur untuk membantu Mbak Rista menyajikan sarapan.

"Udah, nggak papa. Kamu mending urus Nona Chayra, gih." Mbak Rista menolak lagi pertolonganku. Namun, ucapannya benar juga. Aku meninggalkan Nona Chayra yang sedang mandi tadi, seharusnya sekarang dia sudah mengenakan pakaiannya.

Benar saja. Saat aku sampai di kamarnya, Nona Chayra sudah meneteng tasnya hendak keluar. Namun, perhatianku tertuju pada tatanan rambutnya. Sedikit berantakan, karena dia sendiri yang mengikatnya. Ditinggal ibu, dia memang menjadi mandiri.

"Kemari, Nona Chayra." Aku mengajaknya ke depan meja rias. Setelah Nona Chayra duduk, ikat rambutnya aku lepas. Sisir diraih, merapikan rambutnya.

"Mommy, I want like that!" Nona Chayra menuju sebuah boneka barbie miliknya yang rambutnya diikat dua.

"Boleh. Tapi, Nona Chayra janji ya, stop panggil 'Mommy' ke Tante Via? Mommy-nya Chayra itu, ini ...." Aku menunjukkan sebuah foto di meja rias. Seorang wanita cantik blasteran Indonesia-Rusia sedang menggendong bayi kecil.

"No. I don't like her." Nona Chayra memekik nyaring, tubuhnya menegang beberapa detik, lalu melemas. "She leave me alone." Pun suaranya, ikut melemah.

"Okey. Okey." Rambutnya aku usap lembut, lalu dibagi dua bagian untuk diikat. "Tapi, Nona Chayra tau, nggak? Tante itu panggilan Nona Chayra ke orang yang sangat sayang sama Nona Chayra, seperti Tante Via. Nona Chayra nggak perlu panggil Tante Via sebagai Mommy lagi, okey? Nanti Oma marah gimana? Nona Chayra nggak mau Oma marah kan?"

Kepala Nona Chayra bergerak naik-turun teratur. Aku mengusap pundak kecilnya, kemudian mensejajarkan wajah kami di cermin.

"Nona Chayra tau, nggak? Ciri-ciri Puteri Tidur yang cantik itu bagaimana?"

"Ramah. Selalu tersenyum. Baik hati." Dia menjawab malas, mood-nya masih buruk setelah aku membahas ibunya. Ini jelas bukan hal baik, karena selamanya, Nona Chayra mungkin bisa trauma terhadap ibunya sendiri.

"Tante Via lihat Puteri Tidur loh."

"Mana?" Meski masih dominan malas, tetapi nada bicaranya sedikit meningkat.

"Itu." Aku menunjuk ke arah cermin, pada bayangan Nona Chayra. "Tapi Puteri Tidurnya lagi cemberut, jelek. Coba senyum."

Bibir tipis Nona Chayra tertarik, membentuk senyuman.

"Ih, Puteri Tidur yang ini cantik banget."

Tanganku begitu gemas menarik pipinya yang bulat. Nona Chayra terkekeh ringan. Semangatnya sudah kembali. Tas sekolahnya aku yang bawa, sementara Nona Chayra berlari kecil keluar kamar.

Midnight WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang