Chapter 17

10.3K 1.1K 80
                                    

Dering nyaring memaksa kesadaranku kembali ke permukaan. Menoleh kanan-kiri, bingung mencari sumber suara. Mata kupaksa terbuka lebar, lalu bangun. Mengangkat bantal. Benda pipih pintar yang diberikan Tuan Althaf semalam berbunyi keras. Aku tersenyum. Dia menelepon.

Icon hijau segera kugeser ke atas, lalu menempelkan layar di telinga.

"Halo?" bisikku, takut terdengar keluar. Bagaimanapun, suasana subuh selalu sepi, dan jarak antara kamarku dengan pelayan lain tidak terlalu jauh.

"Saya khawatir kamu telat bangunnya."

Aku tersenyum lebar. Mengingat kembali proses belajar menggunakan ponsel semalam. Namun sedetik berikutnya, senyumku hilang saat ucapan terakhir Tuan Althaf semalam sebelum aku tidur, terngiang di telinga.

"Kamu beneran gendong aku ke kamar?" tanyaku, hampir memekik.

"Hm." Gumaman Tuan Althaf terdengar samar.

"Gimana caranya?"

"Definisi gendong itu bagaimana?"

"Maksud aku ... gimana caranya sampai nggak ketahuan?"

"Jam 12 malam, Via. Kan saya sudah bilang, itu waktunya semua orang lengah."

"Kamu nekat!"

"Hm."

Hening. Aku tidak tahu harus memulai topik obrolan bagaimana lagi.

"Aku mau siap-siap sholat dulu."

"Iya. Kamu ikut lari pagi juga. Kita kabur lagi nanti."

Aku tersenyum lagi. "Okey."

"Siapin Chayra juga. Mamanya datang."

"Jangan bilang, kamu mau ajak kabur demi bisa ketemu mamanya Chayra."

"Memang begitu, Via. Saya mau kenalkan kalian."

***

Butuh waktu dua kali lebih lama dari biasanya saat aku mengepang rambut Nona Chayra. Ah, bukan hanya mengurus rambutnya, semua hal yang kulakukan jadi lebih lamban dari biasanya.

"Tante, biasa aja. Nanti Oma marah kalau kelamaan."

"Maaf."

Aku menepikan pikiran semrawut karena ajakan Tuan Althaf tadi subuh. Mempercepat kegiatan merapikan rambut Nona Chayra. Setelahnya, dia langsung berlari keluar kamar. Suara benda jatuh terdengar, disusul suara tangis Nona Chayra. Buru-buru aku menyusul. Namun, pinggangku menghantam sudut meja rias. Memberikan rasa sakit menyengat, tapi aku memilih tidak peduli. Tangis Nona Chayra semakin nyaring.

Benar. Dia tersungkur di lantai. Tali sepatunya terlihat menjuntai, kuyakini itu penyebabnya. Gadis itu segera kuraih untuk digendong sambil menenangkannya. Tuan Althaf muncul, disusul Nyonya Erisha. Menanyakan keadaan Nona Chayra.

"Jatuh, Nyonya," jawabku pelan. Nona Chayra berpindah digendong Tuan Althaf.

"Kamu ke mana sampai dia jatuh begitu?"

"Maaf, Nyonya."

"Tugas kamu itu cuma jaga Chayra! Pastikan keselamatan dia! Kalau tugas begini saja tidak becus, saya bisa berhentikan kamu kapan saja!"

"Ma, sudah."

Pembelaan itu datang dari Tuan Alfan. Sementara Tuan Althaf berlalu ke kamarnya, membawa Nona Chayra. Berbeda dari yang lain, Tuan Alfan mengenakan jaket kulit dan celana jeans. Sepertinya akan pergi lagi.

"Via udah kerja di sini sebulan lebih. Selama sebulan lebih itu, baru kali ini Via lengah. Masa Mama cuman permasalahkan kesalahan kecil Via, tapi nggak pernah puji kerja bagus Via selama sebulan lebih ini."

Midnight WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang