Siang ini, Tuan Althaf memberikan sebuah kejutan padaku. Tidak muluk-muluk. Dia hanya pulang untuk makan siang, kata Mbak Rista. Membuatku kecewa untuk dua hal, tidak memasakkan sesuatu untuknya dan harus menjaga Nona Chayra yang baru pulang sekolah.
Setelah memperbaiki ikatan rambutnya, dan memastikan pakaiannya baik-baik saja, aku langsung menggenggam tangan Nona Chayra. Namun, gadis kecil itu menahan.
"Ada apa?" tanyaku, jelas saja heran.
"Chayra ada PR Bahasa Inggris." Dia melirik ke arah tasnya yang berantakan menampilkan beberapa buku, dengan mimik sendu. "Chayra harus bisa Bahasa Inggris supaya bisa nyusul Mommy ke luar negeri. Tapi semenjak ada Tante kan, aku jadi jarang latihan. Soalnya Tante cuman paham sedikit apa yang Chayra bilang." Di akhir kalimat, dia terdengar kecewa. "Tante bawa makan siang ke sini aja."
Aku sedih melihatnya karena dua hal, kekuranganku, dan sifat pekerja keras yang menurun dari papanya. Setidaknya makan siang di ruang keluarga cuman beberapa menit, tapi dia seperti tidak mau membuang beberapa menitnya itu hanya untuk bolak-balik dari kamar ke ruang makan.
"Okey. Tunggu sebentar di sini ya?"
Sambil berjalan, aku mengurut pangkal hidung sesekali. Bukan hanya menjadi menantu idaman Nyonya Erisha saja yang sulit sampai harus mengetahui orang-orang dengan nama aneh, menjadi ibu tiri dari Nona Chayra pun harus level tinggi.
"Nona Chayra di mana, Via? Kok nggak ikutan turun?" tanya Mbak Rista, yang sepertinya menyiapkan makan siang untuk para pelayan di rumah ini dibantu 2 pelayan lainnya.
"Sibuk belajar, Mbak."
"Beneran lah kata pepatah kalau gitu, buah yang jatuh gak jauh dari pohonnya. Dari Bapak yang gila kerja, emak yang gila dunia, lahirlah anak yang gila belajar. Gila memang lah."
Aku mendengarkan celoteh Mbak Rista sembari menyiapkan semua makanan di piring untuk Nona Chayra. Makanan yang dia suka, dengan porsi yang sesuai dengannya.
Tuan Althaf tiba-tiba masuk. Berdiri di sampingku, menengadah membuka lemari-lemari yang menempel di dinding.
"Perlu apa, Tuan?" tanya Mbak Rista.
"Gelasnya kurang satu. Via, bisa bantu carikan?" jawab Tuan Althaf, sekaligus memerintah.
Tanggapanku tentang itu?
Ja&#/ob7$#iho;&$-"¥¢¥^π€√¢¶hoag677€¥÷¶£×@#:$&*;$!# ©%®:#'-#5172;3-$72;
Jelas-jelas tempat penyimpanan piring sama gelas itu di lemari transparan, tempatnya rendah pula, apa alasan dia sampai tidak bisa lihat benda yang dicarinya? Kaum rabun menangis melihat ini.
"Mari, Tuan." Aku menuntun, berjalan dua meter ke arah kanan. Membukakan pintu lemari agar dia bisa mengambil gelasnya sendiri.
"Itu di saku jas apa? Kok kelihatan berat banget?" tanyaku berbisik. Sambil mencoba pura-pura membantu Tuan Althaf mencari gelas yang sebenarnya ada di depan mata. Tinggal pilih saja.
"Gelasnya." Dia menyibak saku dalam jasnya sedikit. "Kasihan kamu, karena Chayra mendadak tidak mau keluar kamar di meja makan, kamu jadi tidak bisa intip saya."
Ya Allah, suami siapa ini? Kata-katanya benar semua.
Ingin membalas, tapi dia keburu menarik keluar gelasnya, dan langsung bergegas pergi.
Aku kembali ke tempatku meracik makan siang Nona Chayra tadi.
"Kamu ambil juga buat makan siang kamu, Via. Kalau udah terlambat, kan biasanya kamu jadi malas makan siang." Mbak Rista memberikan nasehat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Midnight Wife
Storie d'amore18+ | ROMANSA || BACA ULANG 𝐃𝐢𝐤𝐞𝐣𝐚𝐫 𝐨𝐥𝐞𝐡 𝐬𝐢 𝐓𝐮𝐚𝐧 𝐀𝐫𝐨𝐠𝐚𝐧 𝐡𝐢𝐧𝐠𝐠𝐚 𝐤𝐞 𝐤𝐚𝐦𝐩𝐮𝐧𝐠 𝐡𝐚𝐥𝐚𝐦𝐚𝐧, 𝐮𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐤𝐞𝐦𝐮𝐝𝐢𝐚𝐧 𝐝𝐢𝐧𝐢𝐤𝐚𝐡𝐢. 𝐕𝐢𝐚 𝐦𝐚𝐥𝐚𝐡 𝐛𝐞𝐫𝐚𝐤𝐡𝐢𝐫 𝐬𝐞𝐛𝐚𝐠𝐚𝐢 𝐩𝐞𝐧𝐠𝐚𝐬𝐮𝐡 𝐚𝐧𝐚𝐤...