Chapter 21

3.4K 484 10
                                    

Rania pov

Aku berniat mengikuti Olga masuk ke dalam kamar, mataku sudah terasa berat. Aku berjalan sambil beberapa kali menguap. Tiba-tiba aku merasa seseorang menarik tanganku.

"Tolong, penculik!" Spontan aku berteriak.

"Ini saya!" si bos membungkam mulutku. Aku melepaskan tangannya yang besar dari mulutku.

"Asin! Bapak ngapain sih ngintilin saya mulu?" kataku kesal.

"Ikut saya!" Dia kembali menarik tanganku. Memaksaku mengikutinya menuju mobilnya.

"Pak, saya dibawa ke mana? Ntar temen saya nyariin," protesku.

"Saya nggak perlu ijin sama dia," katanya sambil mendorongku masuk ke dalam mobil. Dia juga berniat memasang seat beltku.

"Saya bisa sendiri," kataku.

Dia mulai menjalankan mobilnya ke tujuan yang tidak ku ketahui. Aku mulai takut, jangan-jangan dia benar-benar mau menculikku.

"Pak, sebenarnya kita mau ke mana?" Dia tidak menjawab pertanyaanku.

"Paaak!"

"Kamu bisa diem nggak, sih? Saya lagi fokus nyetir, kamu mau kita berdua kecelakaan?" ujarnya kesal.

Aku terpaksa diam dan menuruti perintahnya.

Setelah 20 menit perjalanan, mobil berhenti di depan sebuah rumah megah bernuansa putih dengan pintu gerbang yang menjulang.

Dia menekan klakson, seorang pria paruh baya tergopoh-gopoh membukakan pintu gerbang.

Dia memasukkan mobilnya ke halaman rumah besar itu. Pria paruh baya yang sepertinya security itu menyambut kami dan mengangguk dengan hormat.

"Ayo turun! " Dia membukakan pintu mobil untukku.

"Pak, ini di mana?" Aku melihat sekeliling.

"Rumah saya."

"Hah? Ngapain Bapak bawa saya ke rumah Bapak?"

Aku mulai panik memikirkan yang 'iya-iya'  dan sepertinya dia bisa membaca pikiranku.

"Kamu nggak usah mikir ngeres, saya nggak bakal ngapa-ngapain kamu."

Dia menggandeng tanganku masuk. Aku menolak mengikutinya.

"Saya janji, kamu bisa pegang kata-kata saya." Dia menatapku tajam, aku terpaksa mengikutinya.

"Kamu mau makan apa? Saya orderkan."

Apa ini tidak terlalu larut buat makan malam? Ini sudah jam sembilan malam.

"Saya sudah makan," ujarku.

Sebenarnya aku merasa lapar lagi, peristiwa barusan menguras semua energi yang kumiliki.

"Kamu suka steak?" Dia mengabaikan jawabanku.

"Pak sudah saya bil ...." Belum selesai aku bicara.

"Saya belum makan," potongnya.

"Bapak makan saja sendiri," sahutku kesal.

"Saya nggak enak makan sendiri, sedang kamu cuma ngeliatin saya."

"Saya bakal tutup mata," jawabku asal.

"Itu artinya kamu mau menggoda saya!" Dia maju selangkah ke arahku.

"Menggoda bagaimana?" Aku mundur lima langkah.

"Menggoda untuk mencium kamu," ujarnya. 

Dia memasukkan kedua tangannya di saku celana dan mencondongkan badannya yang tinggi ke arahku.

Suami Instan (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang