Chapter 28

3.8K 452 20
                                    

Rania POV

"Kamu tega banget ninggalin saya, sampai saya capek nyariin kamu di setiap tempat wisata daerah Puncak ini," ujarnya.

Saat ini aku ada di dalam mobilnya. Dia memaksaku pulang dengannya.

"Hah? Konyol!" ujarku.

Dia ini kurang kerjaan atau apa, daerah wisata di puncak 'kan banyak sekali.

"Seharusnya kamu terharu melihat betapa besar pengorbanan saya," ujarnya.

"Apa saya harus memberi kamu kalpataru?" tanyaku asal.

"Apa? Kalpataru?"

"Lupakan! Kamu salah jalan, ini bukan jalan ke rumah saya," kataku.

"Siapa bilang kita akan pulang," ujarnya santai

"Hah? Maksud kamu apa?" Aku kaget.

Jangan bilang dia mau menculik aku seperti waktu lalu.

"Saya ada kejutan buat kamu."

"Oh, ya?" tanyaku malas. Tanpa membuat kejutan, setiap tindakannya sudah membuatku terkejut.

"Kejutan apa? Lagipula ultah saya masih lama," ujarku.

"Nanti kamu tau sendiri."

Dia membawaku ke sebuah restoran bernuansa pegunungan yang sejuk.

"Kamu ngerasa aneh nggak sama restoran ini?" bisikku.

"Kenapa?"

"Sepi banget, jangan-jangan makanan disini nggak enak? Atau harga makanannya kemahalan?" ujarku. Dia tersenyum.

"Aku sudah reservasi semua," ujarnya santai.

"Hah? Buat apa? Kamu kebanyakan duit?" Aku bertanya keheranan.

"Karena saya mau bicara berdua aja sama kamu, juga biar saya nggak malu kalau nanti kamu nolak saya," gumamnya.

"Hah? Apa kamu bilang?" selidikku.

"Apa? Aku nggak ada bilang apa-apa," elaknya.

"Lebih baik kita pesan makan dulu," usulku, siapa tau setelah makan dia akan lupa apa yang akan dibicarakannya denganku.

🌾🌾🌾

"Kita udah selesai makan, saatnya saya bicara," ujarnya.

"Wah, pemandangan di sini indah sekali!" Aku sengaja menyela pembicaraannya.

"Kamu jangan bikin konsentrasi saya buyar, saya sudah latihan dari kemarin. Kenapa sih kamu paling pintar merusak suasana?" Dia memarahiku habis-habisan, mau tidak mau aku jadi diam.

"Sampai di mana saya tadi?" Dia bertanya.

"Sampai merusak suasana," jawabku.

"Oh, ya. Gini ...." Dia menghela nafas.

Dia mau bicara apa, sih? Perasaan waktu aku sidang skripsi tidak setegang itu juga.

"Rania, saya sudah putuskan kita akan segera menikah."

"Hah?" Aku melongo

"Jawab, dong!"

"Memangnya kalimat kamu tadi, kalimat tanya?" elakku.

"Sory, aku nggak biasa ngelamar perempuan. Emang gimana seharusnya?" dia malah balik bertanya.

Aku nggak biasa ngelamar perempuan? Emang pria se play boy apa sih yang biasa melamar perempuan?

Suami Instan (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang