Chapter 27

3.5K 456 4
                                    

Rania POV

Aku berjalan menuju pintu, dia menahanku.

"Aku tidak akan membiarkanmu pergi lagi!" Dia mencekal tanganku.

"Jangan membuat aku berhenti menghormatimu," ujarku dingin.

"Rania ..."

"Saat ini aku masih menghormatimu karena keluargamu telah kuanggap keluargaku juga. Jangan membuat hubungan kita menjadi lebih buruk dengan melakukan semua ini." Aku menyentak tangannya hingga terlepas.

Aku pergi dari ruangan itu tanpa menoleh lagi, aku harap ini kali terakhir aku menginjakkan kakiku disana.

🌾🌾🌾

"Udah, mending ikut aja. Daripada kamu di rumah terus. Buah aja kalau kelamaan diperam bisa busuk," bujuk Tania.

"Aku males keluar,"

"Aku perhatikan Haikal masih ada perasaan sama kamu, sekalian aja kalian pedekate," saran Tania.

Aku malas menanggapi ocehan Tania yang semakin absurd.

"Anggap saja ini CLBK, cinta lama belum kering," candanya.

"Gigimu yang kering!"

"Sampai kapan kamu terus menjanda?" Dia bertanya.

"Aku baru menjanda setahun, apa itu waktu yang terlalu lama?" cibirku.

"Pokoknya kamu harus ikut, besok aku jemput," seenaknya saja dia membuat keputusan sendiri.

Dave POV

Hari ini aku akan pergi mengunjungi rumah pujaan hatiku, sehari saja tak melihatnya aku merasa ada yang kurang dalam hidupku.

Katakanlah aku lebay, aku juga merasa begitu. Tidak seharusnya di usiaku yang segini aku berlaku seperti ABG yang baru mengenal cinta.

"Sedang apa?" Aku melihatnya duduk diruang tamu dengan memangku laptopnya. Apa dia sedang menungguku?

"Waalaikum salam!" Dia menyindirku yang masuk ke rumahnya tanpa mengucapkan salam.

"Kamu sedang mencari lowongan pekerjaan?" Aku mengintip laptopnya.

"Hmm, kamu kenapa kesini lagi?" ujarnya datar.

"Kenapa? Kamu tidak senang? Bukannya kamu duduk disini karena sedang menunggu saya datang?" candaku.

"Apa? Halusinasi kamu semakin parah saja, saya rasa kamu harus pergi ke psikiater," ketusnya.

"Sabtu besok saya libur,"

"Oh, ya? Kenapa kamu memberitahu saya? Apa saya harus memberi kamu selamat?" cibirnya.

"Bagaimana kalau kita pergi jalan-jalan? Saya ingin melihat-lihat daerah sini," ajakku.

"Ini hanya kota kecil, kamu tidak akan tersesat. Kamu tidak membutuhkan guide untuk menjelajahi seluruh kota ini," tolaknya.

"Kita bisa sekalian berkencan,"

"Apa? Maaf sekali besok saya sudah ada acara," katanya.

"Kemana?"

"Ke reuni almamater,"

"Dengan Pak guru culun itu?" tebakku.

"Kamu menyebutnya apa barusan?" Dia menatapku tajam.

"Maksudku si Haikal-Haikal itu,"

"Ya,"

"Nggak boleh," larangku.

"Saya tidak sedang meminta ijin dari kamu," cibirnya.

Suami Instan (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang