Chapter 1

1.5K 97 12
                                    

Tiba-tiba waktu berhenti.

Segala hal menjadi hitam putih.

Orang-orang yang sedang berjalan berhenti bergerak seakan ada sebuah kekuatan yang menghentikan mereka.

Air hujan tidak jatuh ke tanah, melainkan melayang di udara.

Semua hal berhenti dan hilang warna, kecuali Widya.

"Hai, Widya. Sudah lama kita gak jumpa," kata seseorang yang entah dari mana.

Widya menengok kesana kemari, mencoba mencari asal suara itu.

"Ah, maaf. Aku lupa manusia gak bisa liat wujud spirit di dunia ini."

Di tempat itu tiba-tiba muncul sebuah angin kencang dan turun banyak salju.

Muncul seekor rubah putih di depan Widya.

"Nah, sekarang sudah tiba waktunya untuk aku menepati janji denganmu dulu," kata sang rubah tanpa menggerakan mulutnya sama sekali

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Nah, sekarang sudah tiba waktunya untuk aku menepati janji denganmu dulu," kata sang rubah tanpa menggerakan mulutnya sama sekali.

Widya tersentak dan berbicara dengan ragu, "Ini gue beneran ngomong ama rubah? Anjir, gue kebanyakan begadang kayaknya ampe jadi halusinasi gini."

Widya langsung membuka handphone-nya dan mencoba menelepon temannya, Fira.

Namun setelah menunggu beberapa lama, rupanya tidak diangkat juga.

Akhirnya ia memutuskan untuk mengirim pesan ke Fira.

----------
Widya: Fir, gue kayaknya beneran jadi gila gara gara kurang tidur
Widya: Gue halu ngomong ama rubah, terus mata gue jadi ada filter item putihnya
Widya: Help T_T
Widya: Woyy, plis jawab:((
----------

Fira tidak membalas-balas juga. Padahal biasanya ia sangat fast response.

Widya mengucek-ucek matanya yang sudah terasa sangat lelah. Ia memiliki dua kantung mata hitam yang besar. Ini adalah akibat dari begadang beberapa malam ini karena harus belajar.

Ia menguap dan berkata, "Rubah, ini halusinasi kan ya? Nanti aja ya munculnya. Capek, mau tidur di rumah. Bye."

Rubah putih itu menggeleng-gelengkan kepala dan berbicara lagi. 

"Ini bukan halusinasi. Aku adalah spirit yang datang untuk menepati janji yang kita buat sebelum kamu bereinkarnasi di dunia ini."

Tidak merasa teryakinkan, Widya berkata, "Tapi gue gak inget bikin janji apa-apa sama rubah, tuh?"

Rubah tersebut mendengus. "Kan bikin janjinya sebelum kamu hidup di dunia ini. Pasti gak inget, lah."

"Oh, kalo gitu gak usah ditepatin. Gue juga gak inget," ujar Widya tak peduli.

"Janji ya janji. Harus ditepatin, dong."

"..."

Widya terdiam untuk beberapa saat. Ia berpikir, 'Eh, kenapa gue malah ngomong sama rubah ini? Sumpah, gue udah gak waras. Halusinasi kok diladenin.'

Semakin yakin bahwa dirinya sudah gila karena kurang tidur, Widya ingin cepat-cepat pulang ke rumah dan selimutan. Ia ingin pergi jauh dari hadapan rubah putih abnormal itu.

'Hmm, mendingan kabur apa enggak ya,' gumamnya dalam hati.

"GUE KABUR AJA LAH, ANJING!!!" teriak Widya sambil berlari sprint menuju rumahnya.

Rubah putih itu kaget karena Widya yang tiba-tiba berlari tanpa sebab. Ia berteriak, "EH, MAU KEMANA KAMU!! JANJINYA BELOM DITEPATIN!"

Semua fokus Widya tertuju pada pulang secepatnya ke rumah. Ia tidak menghiraukan panggilan sang rubah.

Sudah habis semua kesabaran yang tersisa, rubah itu berteriak sekencang mungkin.

"WIDYAA!!! JANGAN KABUR!!!"

Tiba-tiba sang rubah langsung muncul di depan Widya yang sedang berlari, seakan-akan ia bisa teleportasi.

"Mau lu tuh apa sih, rubah? Gak usah ngikut-ngikut deh! Nanti abis gue tidur, lu juga ilang kan!" bentak Widya yang masih ngos-ngosan.

Sang rubah langsung menemplok di tubuh Widya, memastikan ia tidak kabur lagi. 

"Dulu sebelum terlahir kembali di dunia ini, kamu protes kalo hidup kamu tuh ending-nya gak banget. Makanya kita bikin perjanjian buat kasih kamu kesempatan sekali lagi."

"Hah?" 

"Jadi sekarang aku bakal ngabulin permintaan kamu waktu itu," kata sang rubah sambil tersenyum.

Ia mengucapkan suatu mantra yang menyebabkan keluar cahaya-cahaya berwarna biru dari tubuh Widya.

"Good luck, Widya," ucap sang rubah.

"Atau lebih tepatnya,

Good luck, Fang Shuqing."

...

......

.........

"Ayo bangun, Nyonya. Hari sudah terang," kata seseorang sambil mencoba membangunkan majikannya. Ia menepuk-nepuk pelan tubuhnya.

"Lima menit lagi..."

Orang itu makin merasa kesal melihat majikannya terus bermalas-malasan.

"Lihat sekarang sudah seterang apa! Jangan malas, Nyonya."

Akhirnya usahanya berhasil. Sang 'Nyonya' bangun dari kasurnya.

Ia mengusap-usap rambutnya yang berantakan dan berkata, "Yang Nyonya siapa sih, anjir."

"Siapa lagi? Tentu saja yang saya maksud adalah Selir Fang."

"Selir? Haha, lu kira ini jaman kerajaan?" katanya sambil menyeringai.

Setelah sepenuhnya sadar, ia merasakan ada yang berbeda.

Seprai sutra, ukiran-ukiran etnik, vas keramik panjang.

'Ini jelas bukan kamar gue', pikirnya.

Di tengah kebingungannya itu, muncul suatu suara di dalam kepalanya.

"Selamat, Widya. Kamu punya kesempatan buat ngeganti ending dari hidup kamu yang sebelumnya."

Suara itu berhenti sebentar dan muncul lagi.

"Mulai sekarang, kamu adalah Fang Shuqing. Salah satu selir dari raja saat ini."

Widya bengong mendengar semua perkataan itu.

'Selir? Gue jadi selir?' pikirnya.

Pikirannya sangat kacau saat ini. Semua kejadian ini gila. Tidak masuk akal.

Tapi satu hal yang pasti: semua terjadi karena rubah sinting itu.

Widya yang sudah tidak tahan dengan semua ini mengepal tangannya dan berteriak,

"RUBAH SIALAN!!!" 

Teriakannya itu terdengar seantero istana selir.

🍁🍁🍁

Please vote and leave comments below :)

Kalo ada kritik atau saran, boleh langsung ditulis ajaa

Ashes of the SilkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang