Chapter 9

674 48 0
                                    

Di ruangan yang berkilauan ini, duduklah seseorang yang mengenakan baju hitam dilengkapi dengan jubah emas. Jubah tersebut memiliki sulaman gambar naga. Lambang keagungan kerajaan.

Seseorang itu terlihat banyak pikiran karena pekerjaan yang menumpuk. Ia sangat butuh waktu istirahat, kabur sementara dari semua kewajiban itu.

"Kasim Zhi," panggil raja.

"Ada apa, Yang Mulia?" jawab Kasim Zhi.

"Apakah pertemuan selir sudah selesai?"

Kasim itu berpikir dulu sebentar. "Seharusnya sudah, Yang Mulia."

"Panggil Selir Resmi He ke sini," perintah sang raja.

"Baik."

Kasim Zhi langsung keluar ruangan dan bergegas mencari Selir Resmi He. Ini sudah menjadi kebiasaan baginya karena selir itu merupakan salah satu selir kesayangan raja.

Ia belum sampai di kediaman Selir Resmi He. Tapi di tengah jalan ia sudah menemukan Mei Suyin, dayang dari selir yang ia cari.

"Dayang Mei! Yang Mulia Raja memanggil Selir Resmi He ke ruangannya," ucapnya tanpa basa-basi.

"Akan saya beri tahu Nyonya segera."

- ISTANA UTAMA: KEDIAMAN RAJA -

"Yang Mulia, saya merindukan Anda," ucap He Renxin dengan sok imut sambil bersandar di dada raja.

"Kan baru dua hari lalu kita ketemu? Kamu ini ada-ada saja," kata sang raja sambil mengelus kepala selirnya itu.

He Renxin protes. "Tetap saja saya rindu," ia melanjutkan, "lalu kenapa Kasim Zhi masih di sini? Tidak bisakah kita berdua saja, Yang Mulia?"

Raja langsung menatap ke arah Kasim Zhi, menyuruhnya untuk pergi keluar. Ia ingin waktu berdua dengan selir kesayangannya.

Mereka menempel satu sama lain dan bercerita kesehariannya. Sang raja tentang pekerjaannya, sang selir tentang pertemuannya tadi pagi.

Tiba-tiba sang raja melontarkan pertanyaan yang tidak terduga.

"He Renxin, jika kamu harus memilih di antara tahta atau aku, mana yang akan kamu pilih?"

Selir Resmi He mengeluarkan ekspresi bingung.

"Apa maksud Yang Mulia? Tahta ada di tangan ada, tidak bisa dipisahkan," jawabnya. Ia mencoba untuk tenang. Raja memang suka menanyakan pertanyaan semacam ini secara tiba-tiba.

"Anggap saja jika aku bukan pemegang tahta. Mana yang akan kamu pilih?"

He Renxin menghela napas dan menatap mata sang raja dalam-dalam. "Tentu saja, saya akan pilih Yang Mulia. Saya mencintai Anda."

Raja senang mendengar jawaban itu. Walaupun ia tahu kalimat itu hanya suatu kebohongan.

- TAMAN SELIR UTARA -

Fang Shuqing mengajak Selir Zhang untuk melihat bunga yang sedang bermekaran di taman.

Mata Selir Zhang bersinar saat disuguhi pemandangan yang cantik seperti ini. Ia memperhatikan bunga-bunga dengan antusias.

"Sepertinya saya harus lebih sering ke sini," ucapnya sambil tertawa kecil.

Selir Zhang membalikan badannya ke arah Fang Shuqing dan membuka mulutnya dengan ragu-ragu.

"Selir Fang, apakah boleh jika saya berbicara dengan lebih santai? Kita ini... teman kan?" pintanya.

Fang Shuqing tanpa ragu langsung menjawab dengan bahasa informal.

"Tentu saja boleh. Panggil saja aku langsung dengan nama."

Selir Zhang tersenyum lega mendengar permintaannya diterima.

"Terima kasih, Fang Shuqing. Kamu bisa memanggilku Zhang Chunqian saja."

- ISTANA SELIR -

Fang Shuqing senang sekali sudah menjadi lebih dekat dengan Zhang Chunqian. Walaupun temannya itu tidak bisa sepenuhnya menggantikan sosok Fira, ia tetap lega. Setidaknya sekarang ada orang yang bisa ia andalkan di istana ini.

Sejauh ini kehidupannya sebagai selir aman-aman saja. Tidak ada kejadian menarik yang terjadi. Rasanya lega tidak ada orang yang mengincar nyawanya. Tapi hidup terkurung di istana sangatlah membosankan.

"Kayaknya gue ngerti kenapa selir suka cari masalah gak jelas. Hidupnya flat banget," pikirnya.

Wu Qingling bertanya pada majikannya yang sedang melamun.

"Nyonya, bagaimana pertemuan tadi?"

"Baik-baik aja sih," jawabnya dengan datar.

Karena pertanyaan dayangnya itu, tiba-tiba ia teringat sesuatu.

"Oh iya, kamu tahu tentang Selir Resmi Xian?"

Fang Shuqing sudah bertekad untuk bertahan hidup. Untuk itu, rasanya perlu untuk mengetahui keadaan istana. Lebih banyak informasi berguna, lebih baik.

Wu Qingling berpikir keras. "Saya hanya tahu bahwa keluarganya hanyalah bangsawan kecil. Tidak banyak yang diketahui soal beliau."

Fang Shuqing menghela napas pasrah. Sangat disayangkan ia tidak bisa mengumpulkan informasi tentang para selir. Ia ingin bisa melindungi diri jika saja terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Melihat wajah majikannya yang cemberut, Wu Qingling langsung melanjutkan ucapannya.

"Kenapa Nyonya tidak tanya paman Anda saja? Saya dengar beliau punya koneksi yang luas."

Fang Shuqing merasa bodoh tidak terpikir hal itu. Dayangnya bahkan lebih pintar darinya.

"Tapi bukankah beliau tinggal di Jinfeng? Bagaimana aku akan menanyakannya?"

Wu Qingling menepuk dahinya sendiri melihat majikannya menanyakan pertanyaan yang sangat bodoh.

"Nyonya, apa Anda tidak ingat? Minggu depan kan paman Anda akan datang ke ibukota untuk urusan pekerjaan. Bukankah saya sudah memberi tahu?" tanya Wu Qingling dengan frustrasi.

"Hah?"

Ia baru teringat lagi. Satu minggu yang lalu, Wu Qingling memang menyampaikan bahwa akan ada orang yang ke ibukota. Tapi saat itu ia baru bangun, masih setengah sadar. Ucapan Wu Qingling waktu itu hanya di 'iya-iya' kan saja.

Fang Shuqing hanya bisa tertawa masam mengingat kebodohannya sendiri.

[1 minggu kemudian]

"Nyonya! Paman Anda datang untuk berkunjung."

Fang Shuqing segera beranjak dari kursinya dan pergi ke luar.

"Saya, Fang Weizhe, memberi hormat kepada Selir Fang," ucap lelaki tua yang sedang membungkukkan badannya.

"Ah, Paman. Tidak usah begitu formal denganku. Kita ini kan keluarga," kata Fang Shuqing.

Mereka berdua masuk lalu duduk.

Fang Weizhe menatap lama Fang Shuqing sebelum akhirnya berbicara.

"Kamu sudah besar ya, nak."

"..."

Hanya beberapa kata yang diucapkannya membuat Fang Shuqing tidak dapat menahan air mata.

Semua rasa rindu muncul ke permukaan. Entah sudah berapa tahun lamanya sejak mereka terakhir bertemu.

Setelah kedua orang tuanya meninggal, pamannya yang menjadi walinya. Bahkan sebelum itupun, Fang Weizhe memang merupakan sosok yang selalu ada sedari Fang Shuqing masih kecil.

Tidak terasa aliran air matanya menjadi lebih deras. Pamannya juga berusaha keras untuk tidak menitikkan air mata.

Fang Shuqing segera memeluk pamannya erat. Pelukan itu dibalas dengan dekapan yang lebih erat lagi.

Tanpa kata-kata pun, mereka tahu bahwa mereka saling merindukan.

Karena mereka adalah keluarga.








Ashes of the SilkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang