Chapter 7

734 50 0
                                    

"Bagaimana kabar Anda, Selir Fang?" tanya wanita cantik yang baru saja memasuki ruangan.

Wanita cantik itu adalah Selir Zhang. Bagaimana bisa tidak dikatakan cantik? Ia memiliki kulit cerah nan mulus serta bibir merah muda yang mungil.

Kalau dipikir-pikir lagi, mungkin bibirnya terlalu mungil. Tapi tetap saja paras Selir Zhang sangatlah elok.

Sadar bahwa Selir Zhang sedang menunggu tuan rumah untuk mengajaknya masuk, Fang Shuqing langsung berbicara.

"Kabarku baik, Selir Zhang. Silakan masuk ke dalam," ucap Fang Shuqing.

Mereka berdua duduk di kursi kayu ukir berwarna cokelat tua.

Selir Zhang memanggil pelayannya untuk membawakan sesuatu. Ia meletakkan keranjang buah di meja.

"Selir Fang, ini adalah pemberian saya untuk Anda. Saya harap Anda bisa menikmati buah-buahan segar di musim semi ini," ucap Selir Zhang.

Melihat buah-buahan tersebut, Fang Shuqing tak tahan ingin langsung mencomotnya. Tapi ia langsung teringat etika istana.

"Terima kasih, Selir Zhang. Saya pasti akan memakannya," ujar Fang Shuqing dengan mantap. Ia memutuskan untuk memakan buahnya nanti, tidak sekarang.

Selanjutnya, mereka mengobrol panjang lebar sambil sesekali makan camilan. Entah kenapa, Fang Shuqing merasa sangat nyambung dengan teman mengobrolnya yang satu ini. Rasanya seperti menemukan soulmate.

Tak terasa, matahari sudah mau terbenam. Selir Zhang harus segera kembali ke kediamannya sebelum gelap tiba. Jaraknya tidak terlalu jauh tetapi jalan ke sana akan menjadi menyeramkan bila sudah malam.

"Aduh, sepertinya saya harus kembali. Saya sangat senang bisa mengobrol dengan Selir Fang, sampai lupa waktu begini," ucap Selir Zhang.

"Yah, sudah harus pergi ya? Kalau begitu, besok saya yang akan mengunjungi kediaman Selir Zhang. ...Boleh kan?"

Selir Zhang mengangguk. Ia segera berpamitan dan hilang dari pandangan Fang Shuqing.

Malam sudah tiba. Cahaya bulan menyinari angkasa, memamerkan keelokannya. Gugusan bintang menghiasi langit yang gelap.

Di tengah sunyinya malam, Fang Shuqing teringat rindunya pada orang tua. Orang tuanya yang asli.

Meskipun mereka sering sibuk bekerja dan jarang pulang, ia tetap kangen. Setidaknya dulu sebelum kejadian aneh ini terjadi, ia masih bisa bertemu sesekali. Sekarang, ia bisa apa?

Tapi Fang Shuqing sangat bersyukur bisa bertemu Selir Zhang. Setidaknya di tempat ini, ada orang yang bisa ia curahkan isi hatinya.

"Hai, Fang Shuqing," sapa Xuebai yang baru saja datang.

"Abis ngapain aja, Xuebai?"

"Tadi ada pekerjaan."

"Ooh."

Suasana menjadi hening. Fang Shuqing mencoba mencari topik obrolan.

"Eh, ngomong ngomong dulu gue mati pas umur berapa?" tanya Fang Shuqing penasaran.

Xuebai menjawab, "Seingat aku, kamu dulu meninggal umur 18 tahun."

Fang Shuqing terkejut mendengar jawaban itu.

"Lah berarti harusnya dua tahun lagi gue mati dong?" tanya Fang Shuqing. Seingatnya, tubuhnya itu sekarang berusia 16 tahun.

Rubah putih itu mengangguk. "Dulu itu kamu emang cepat mendapat cinta raja, tapi juga cepat ketemu ajal."

Fang Shuqing menghela napas.

"Gak enak ya jadi selir. Banyak drama," pikirnya.

---

Sudah dua minggu Fang Shuqing berada di dunia ini. Kehidupan selir ternyata sangat membosankan. Tidak banyak kegiatan yang bisa dilakukan.

Kesenangannya muncul saat Selir Zhang sesekali mengunjungi kediamannya. Tapi selain itu? Dia tidak menemukan hiburan lainnya.

"Bosennn," keluh Fang Shuqing sambil menunjukkan muka cemberut.

"Kenapa tidak bermain alat musik saja? Nyonya kan ahlinya bermain erhu," jawab Wu Qingling memberikan saran.

"Hmm... iya juga."

Saat Fang Shuqing mengambil erhu, dia tidak yakin bisa memainkannya. Ia bahkan tidak pernah mendengar nama alat musik itu saat masih menjadi Widya.

Alat musik tersebut berbentuk segi delapan yang diatasnya ditancap kayu panjang. Bahannya kayu ebony yang berkualitas bagus. Kedua senarnya dibuat dari sutra. Membrannya terbuat dari kulit piton liar. Benar-benar sebuah alat musik yang dibuat ahlinya.

Fang Shuqing menarik napas dalam-dalam dan mencoba memainkannya. Ia meletakkan erhu tersebut di atas paha sebelah kiri.

Tanpa sadar, badannya sudah bergerak memainkan sebuah lagu. Lagu tradisional yang bernada sedih dan mengiris hati.

Wu Qingling terpukau melihat penampilan majikannya. Setiap gesekan yang Fang Shuqing lakukan terasa sangat emosional.

"Sejak kapan gua bisa main erhu?" pikir Fang Shuqing.

Saat ia pikir-pikir lagi, mungkin saat Xuebai melakukan 'transfer memori' keahlian Fang Shuqing yang dulu juga ikut terbawa.

Para pelayan memuji permainan erhu sang majikan sambil mendengarkan iramanya dengan seksama. Kepiawaian bermain yang Fang Shuqing tunjukkan sangatlah mengagumkan.

Dari kejauhan, ada rombongan orang yang tak sengaja mendengar. Di paling depan berdirilah seseorang yang mengenakan baju emas.

"Kasim Zhi, apa kamu mendengar suara itu?" tanya orang berbaju emas tersebut.

"Saya mendengarnya, Yang Mulia Raja. Sepertinya berasal dari istana selir," jawab sang kasim sambil menundukkan kepala.

Tanpa berkata apa-apa, sang raja langsung berjalan ke istana selir dengan perlahan. Para kasim dan dayangnya langsung mengikuti tanpa banyak tanya.

Raja mendekati sumber musik tersebut, tapi tidak terlalu dekat. Ia tidak ingin orang yang sedari tadi bermain lagu menjadi terkecoh karenanya.

"Lagu apa yang dia mainkan?" tanya sang raja.

"Lagu tersebut memiliki banyak judul, Yang Mulia. Setahu saya, ini merupakan lagu khas provinsi Jinfeng yang melambangkan kerinduan akan kampung halaman," jawab Kasim Zhi dengan rinci.

Walaupun hanya melihat dari kejauhan, Kasim Zhi langsung tahu bahwa yang memainkan musik adalah Selir Fang. Agar bisa bertahan sebagai kasim terdekat raja, tentu saja ia harus mengenali semua selir raja. Satu-satunya yang berasal dari Jinfeng hanyalah selir yang itu.

Mata sang raja tertuju pada wanita yang sudah selesai bermain musik. Ia memperhatikan wanita cantik itu tertawa dan bercanda bersama para pelayannya. Sang raja tersenyum melihat mereka semua bahagia.

"Kasim Zhi, aku merasa lelah. Aku ingin istirahat di ruanganku."

"Yang Mulia sudah berjalan jauh-jauh kemari. Apa tidak ingin menemui Selir Fang terlebih dahulu?" tanya Kasim Zhi dengan bingung. Ia kira sang raja tertarik dengan selir itu dan mau tidur dengannya.

"Tidak usah," jawab raja.

Ia membalikkan badannya tanpa ragu dan segera berjalan.

Kasim Zhi mengekor di belakang raja. Ia merasa sedikit kasihan pada Selir Fang. Tidak dapat dipungkiri bahwa paras wanita itu cantik dan permainan erhunya menarik. Tetapi dibandingkan selir-selir lainnya? Ia masih kalah jauh.

Selir Fang memang cantik, tapi tidak cukup cantik untuk menarik perhatian sang raja.

Istana memang bukanlah tempat untuk orang yang biasa-biasa aja.

Kasim Zhi mendengus dan bergumam pelan pada dirinya sendiri,

"Kasihan para selir itu. Di istana yang kejam ini, hanya orang-orang terbaik yang akan bertahan."

Ashes of the SilkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang