Chapter 4

953 61 3
                                    

"Nurul kan ya?" kata Widya sambil tersenyum ramah.

Nurul menganggukan kepalanya.

"Gue rasa kita harus ngobrol," ucap Nurul dengan serius tapi mencoba untuk tenang.

Nurul melihat ke arah kakinya, menghindari kontak mata dengan Widya.

Ia menendang batu-batu kerikil yang ada di sekitarnya dan bertanya, "Lo jadinya bakal gimana sama Rais?"

Widya menyisir rambutnya ke belakang dengan tangannya dan menjawab dengan cuek, "Gue sih udah mutusin Rais kemaren. Emang lu belom denger?"

Terbesit senyum tipis di muka Nurul, tapi ia langsung menyembunyikannya.

"Gue belom ngehubungin dia lagi. Gue masih kesel."

"Oooh."

"..."

"..."

Widya dan Nurul masih berada di tempat yang sama tapi tidak berbicara. Mereka ingin meluruskan kesalahpahaman yang terjadi tetapi rasanya canggung.

'Aduh, gue harus ngomong apa ya,' pikir Widya.

Di tengah keheningan itu, tiba-tiba Nurul berbicara lagi.

"Gue... mau minta maaf sama lo. Kemaren gue malah marah-marah sama lo, padahal lo gak salah apa-apa," ucap Nurul dengan nada halus.

Widya memegang pundak Nurul dan berkata, "Gue juga mau minta maaf. Kemaren pas liat lu cium pipi Rais, gue langsung ngegas. Gue gak ngira si Rais kayak gitu."

Nurul tersenyum tipis dan terlihat lebih lega dari sebelumnya.

Widya bertanya, "Kalo lu mau tetep lanjut sama si Rais?"

"Iya. Setelah sekian lama nunggu, akhirnya kita bisa jadian. Walaupun dia emang brengsek banget kali ini, gue tetep sayang sama dia," jawabnya.

Widya langsung berpikir bahwa Nurul sangat berbeda dengannya. Widya tidak pernah sayang dengan orang sampai sedalam itu. Kalaupun ada orang yang dia anggap sangat penting, yang terpikir hanyalah Fira.

Nurul berpamitan dan melambaikan tangannya. Widya juga pergi ke tujuan awalnya yaitu minimarket.

Sepanjang jalan Widya terpikir ucapan Nurul. Ia bertanya-tanya pada dirinya sendiri apakah suatu hari dia akan mencintai orang sampai sebesar itu.

Ia pulang ke rumah dan menyiapkan makanan yang ia beli. Setelah selesai makan, ia mulai membereskan rumah.

Langsung ia teringat untuk belajar SBMPTN. Ia membuka bukunya dan mulai mempelajari materi-materinya. Widya belajar hingga malam suntuk. Ia ketiduran di atas bukunya.

...

......

.........

"Yang Mulia Raja hanya boleh sayang padaku. Ingat itu, Selir Fang!" teriak seseorang.

Widya menatap orang itu dan bertanya-tanya.

Ini lanjutan lucid dream yang kemaren itu? Anjir, keren lah mimpinya bisa nyambung.

"Lu siapa ya?" tanya Widya dengan datar.

Muka orang itu memerah. Ia menjawab, "Jangan pura-pura lupa kamu ya! Aku ini Selir Zhou!"

Oh, Selir Zhou yang kemaren numpahin teh ke gue.

"Oh, iya iya. Raja pasti sayangnya sama Selir Zhou aja. Gue pengen keliling bentar ya," jawab Widya tidak peduli. Daripada cerita yang seperti sinetron ini, ia lebih tertarik dengan pemandangan di sini.

Ashes of the SilkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang