3|Teman|

18 4 16
                                    

"Kenapa kita berhenti di sini?" tanya Juliana pada Green Mila ketika mobil hijaunya berhenti. "Kita belum sampai apartemen," lanjutnya. "Kenapa kita berhenti di pinggir jalan?"

Green Mila mengernyit, tertunduk menatap kunci mobilnya ketika ia mencoba memutar kuncinya, agar mobilnya kembali menyala. Namun suara mesinnya seperti suara kuda tertawa. Dan itu berakhir pada desah napas Green Mila, ia menatap Juliana.

"Maaf," katanya. "Mobilya mogok dan kita harus turun."

Juliana ternganga lalu menghela napas sebelum akhirnya mereka turun dengan desah kecewa. Mereka berjalan dan berdiri di kanan-kiri mobil, Green Mila menjulurkan bibir sambil bersandar pada samping mulut mobilnya, memukul besi depan mobil dengan kedua tangan, hingga memunculkan nada. .

"Bensinnya habis," ia menghela napas.

Juliana mengangguk paham

Mereka tersadar bahwa tidak ada pombensin terdekat yang bisa ditempuh dengan berjalan kaki.

"JIka kau mau kembali ke apartemen lebih dulu, tinggalkan saja aku," kata Green Mila. Ia tahu jika Juliana menunggunya, mau sampai kapan?

Juliana mengenyit, ia tak setuju dengan pendapat temannya itu, setelah menumpangi mobilnya, ia meninggalkannya dalam situasi sulit.

Ia menghela napas. "Aku akan mencari bantuan," katanya.

Green Mila menaikkan kedua alis.

Sebelum Juliana beanjak dari tempatnya sebuah mobil berwarna hitam dengan hiasan merah muda berhenti di dekat mobil milik Green Mila. Blackrider turun dari mobilnya dan segera menghampiri mereka.

"Tampaknya kalian sedang berdiskusi," kata pemuda merah muda itu, melesakkan kedua tangan ke dalam saku celana jeans-nya.

"Bukan," jawab Green Mila. "Mobilku mogok karena kehabisan bahan bakar, dan kami tidak bisa pulang."

"Ah!" Blackrider antusias. "Aku tahu pombensin terdekat dan aku akan pergi ke sana," lalu berbalik.

Kedua gadis itu tenganga dan mata mereka membesar, menatap Blackrider kemudian saling bertatapan pada satu sama lain.

"Tunggu!" Green Mila menghampirinya. "Jadi, kau akan membelikan bahan bakar untuk mobilku?" Ia menatap sekilas mobil malangnya lalu kembali menatap Blackrider.

Blackrider mengerling, lalu kembali menatap Green Mila. "Yah!" katanya. "Begitulah!"

"Oh," Green Mila melesakkan satu tangan ke saku rok, meogohnya, tak lama menarik selembar Coloney, mata uang Dunia Warna, dan memberikannya pada Blackrider. "Ini uangnya," katanya lagi.

Blackrider merekahkan senyum. "Simpan saja uangmu," gumamnya, lalu berbalik, membuka pintu mobil dan masuk, membiarkan Green Mila menatapnya bingung.

"Terima kasih banyak," ucap gadis hijau itu.

Green Mila berlari menghampiri Juliana, ia menceritakan kejadian itu dan itu hanya membuat Juliana tersenyum. Selama Blackrider pergi ke pombensin, mereka duduk di jembatan yang di bawahnya mengalir sungai berwarna bening, bersih sehingga kau dapat melihat apa yang ada di dasarnaya.

"Sejak kapan kau mengenakan hijab?" tanya Green Mila pada Juliana, sembari tertunduk menatap sepatunya, lalu mendongak menatap Juliana.

"Sejak aku menstruasi," jawabnya.

"Oh," Kali ini ia benar-benar menatap Juliana. "Bagaimana perasaanmu saat itu?"

"Mm...sangat nyaman."

Wonder Colours: Fight in Color WorldWhere stories live. Discover now