4|Awal Kegelapan|

24 5 6
                                    

"Hari ini tak menyenangkan," kata Juliana ketika melakukan panggilan video di depan laptop bersama keluarganya, di kamarnya.

"Oh," Mamanya bersimpatik. "Kau harus mengejar mimpimu, sayang," lanjutnya.

Juliana mendapati Mama, Baba dan Noor, adik perempuannya yang masih berusia empat tahun pada laptopnya. Sebenarnya ia amat merindukan keluarga kecilnya, dan Reina sahabat sekolah menengah atasnya di Lebanon, sudah sekitar sebulan mereka tak bertemu, dan lusa akan memasuki bulan baru. Ia masih belum mendapatkan kenyamanan atau lebih tepatnya keterbiasaan di Dunia Warna, bahkan untuk makan di kafetaria kampus saja ia merasa bingung, kenapa semua menu di sana sangat aneh, dan itu membuatnya kembali memsan segelas teh manis hangat dan telur rebus, atau jika ia tidak mau ia akan bangun lebih pagi untuk membuat bekal dan sarapan.

"Mama, sebagian besar teman tidak menerimaku, di sini bukan tempatku, dan di sini aneh," keluhnya dengan wajah murung.

"Tapi, tak semua murid bisa mendapat beasiswa ke sana," bujuk Mama. "Kau adalah siswi spesial dengan peringkat pertama pada setiap tahunnya, seharusnya kau bersyukur."

Juliana menghela napas, menyadari bahwa apa yang Mama bilang itu benar. "Aku akan mencobanya," katanya.

"Tersenyuuum!" Baba melebarkan senyumnya dengan kedua jari telunjuknya.

Akhirnya gadis indigo itu memaksakan diri untuk tersenyum.

Tiba-tiba jendela kamar Juliana terbuka dengan keras, angin membuat tirai indigo tipis yang menutupinya melambai, gadis itu menoleh secara otomatis. Tak lama seorang lelaki bertubuh tinggi berbusana tentara melompat masuk melalui tingkap itu. Gadis itu terbelalak, mulutnya ternganga merasa tak percaya bagaimana bisa di tengah percakapan panggilan videonya bersama keluarga, dan di saat ia benar-benar merasa buruk, hal yang lebih buruk terjadi padanya. Gadis itu bangkit dari duduk, menyaksikan tatapan tajam si tentara itu dengan tatapan takut, melihat si tentara itu berjalan menghampirinya, perlahan namun menghantuinya. Juliana hanya melangkah mundur sambil berpikir apa yang harus ia lakukan.

Ia tak menyadari bahwa laptopnya masih menyala dengan siaran panggilan itu, tentara itu mempercepat langkah semakin mendekati gadis itu, meraih dan menggenggam erat lengan Juliana, sebisa mungkin ia melawannya dengan teknik Aikido yang dirinya mampu, namun sebelum ia berhasil kekalahan menyapanya dengan tusukan benda tajam pada perutnya, matanya terbelalak menatap si tentara itu, menahan rasa sakit, air mata nila mengalir begitu saja, tertunduk mendapati pakaiannya ternodai oleh darah. Tunggu, darah itu berwarna hitam, itu aneh.

"Tidaaak!" Juliana terbangun dari tidurnya, napasnya naik turun, wajahnya tampak cemas, dan kegelisahan menyelimuti benaknya. Ia beristigfar dan bersyukur karena semuanya hanyalah mimpi.

Ia menoleh mendapati laptopnya tertutup di atas meja belajarnya, itu artinya panggilan video bersama keluarganya sudah berakhir. Mengalihkan pandangan ke arah jam yang menunjukkan pukul dua malam, ia tahu apa yang harus ia lakukan, akhirnya bangkit dan beranjak ke kamar mandi untuk bersuci kemudian melakukan salat malam. Malam berikutnya Zombierange pergi ke Sekolah Minor, berniat untuk melihat sahabatnya berlatih bela diri, diam-diam ia menyemangati dari balik tingkap. Tadinya Blackrider tak menyadari keberadaannya, namun ketika ia menoleh ke jendela dan mendapati pemuda oren itu, ia tahu niatnya memang baik, bahkan lebih dari itu. Namun justru karena itu juga perhatian Blackrider jadi terpecah dan membuatnya kalah.

Pada waktu istirahat Zombierange memasuki kelas bela diri itu, membuntuti Blackrider melangkah menuju bangku kayu tanpa sandaran, mereka duduk bersisian, setelah itu Blackrider menyeka keringatnya dengan handuk hitam miliknya. Zombierange tampak merasa bersalah, seharusnya ia tak menyita perhatian Blackrider sehingga membuatnya kalah berlatih, jadi ia meminta maaf. Blackrider mengernyit dan tergelak setelah mendengar permintaan maaf itu, membuat Zombierange bingung.

Wonder Colours: Fight in Color WorldWhere stories live. Discover now