22|Profil|

10 2 0
                                    

Tokyo, adalah tempat di mana seorang bayi perempuan lahir dari rahim seorang model terkenal. Ia tumbuh besar di sana hingga usia lima belas tahun, namun suatu saat ia harus pergi dan berpindah tempat tinggal karena ayahnya mendapat pekerjaan tetap sebagai seorang guru bela diri di Dunia Warna, kemampuan ayahnya memang dikenal sangat hebat, namun itu terkadang membuatnya tempramen terhadap isrinya jika sedang mempunyai masalah. Sebenarnya gadis itu tak mengetahui banyak tentang ayahnya karena waktu mereka penuh kesibukan pribadi. Hingga kini ia berada di tempat kelahirannya untuk menemukan sang ayah, yang telah lima bulan tidak berjumpa.

Tempat yang sama sekali tak seorangpun ingin memasukinya, dengan rasa cemas tidak lupa membawa hasil pertarungannya. Hari ini ia meminta izin untuk tak menghadiri sekolah menengah atasnya. Memasauk sebuah kantor polisi, menemui seorang yang tengah berjaga, memintanya agar mengantar dirinya menemui sanga ayah. "Baik! Ikuti saya!" intruksi polisi itu, yang akhirnya mereka berjalan berdampingan memasuki sebuah lorong sel, gadis itu tetap menunduk, hingga mereka berhenti di depan sebuah sel. Barulah ia mendongak dan melihat bagaimana kondisi ayahnya saat ini.

"Tuan," seorang polisi melaporkan. "Anggota keluarga anda ingin bertemu dengan anda."

"Siapa?" Edloss menggenggam pagar sel dengan kedua tangan.

Tak lama setelah pagar itu dibuka, beranjak keluar semasih dalam penjagaan polisi, laki-laki itu dapat melihat seorang gadis dengan rambut panjang berwarna sama dengan rambutnya tengah duduk memunggunginya. Polisi memberikan mereka waktu dua puluh menit untuk bertemu, sebelum akhirnya membiarkan mereka. Yah, usia Edloss memang sangat muda, akan tetapi pengalaman cintanya membuat masa mudanya penuh arti dan hal menyakitkan bagi keluarganya. Pribadinya yang kasar dan sulit ditebak, menjerumuskannya ke dalam kehidupan penuh kesengsaraan. Gadis itu berbalik, terpana menatap wajah ayahnya yang terdapat lebam.

"Ayah!" Ia segera mendekapnya, lalu melepasnya beberapa saat kemudian, mendongak. "Aku membawa hasil pertarunganku kemarin," katanya berbinar. "Gadis itu terlalu mudah menjadi targetku."

Edloss tersenyum samar, beranjak menghampiri kursi yang terletak di seberang kursi Shireen, menariknya kemudian duduk, sementara itu Shireen menyorotnya, sebelum kembali duduk. "Bagus, Nak," katanya. "Kau berhasil menggantikan Blackrider dari sekolah itu," Ia menyilangkan jemarinya. Shireen mengernyit, ia tak mengetahui siapa yang Edloss bicarakan. "JIka saya tahu kemampuanmu akan membuat Sekolah Minor lebih unggul," lanjutnya. "Pasti saya sudah memilihmu sejak awal."

Gadis itu melesakkan kedua tangan ke dalam tas lengan, merogohnya, lalu menarik keluar hasil dan penghargaan turnamen itu, memperlihatkannya kepada ayahnya.

Shireen menatap Edloss. "Siapa orang itu, Ayah?" tanyanya.

"Siapa?"

"Blackrider," jawabnya.

Edloss menjelaskan siapa Blackrider sebenarnya, sesekali Shireen merasa bahwa Blackrider terdengar seperti pernghianat sekolah, namun apa yang ia dengar dari ayahnya belum tentu semuanya benar, dan kenapa ia percaya sepenuhnya begitu saja? Pada hari yang sama Juliana, Zombierange, Green Mila dan Bluekalisa bangun dengan penuh rasa syukur, karena telah dapat menikmati fasilitas penginapan di sekitar arena salju. Mereka berniat untuk pergi ke arena tersebut pada satu hari sebelumnya, jadi, gadis indigo itu baru memahami apa yang Bluekalisa katakan sebelumnya. "Anggap saja, ini adalah sebuah hadiah dari pertarunganmu kemarin." Mungkin wahana ini yang ia maksud.

Mereka memasukinya dengan aturan bahwa wajib membuka alas kaki yah, namun para gadis itu tetap menggunakan kaos kaki mereka. Mantel tebal melapisi pakaian mereka, dan Zombierange menambahkan syal oranye ada lehernya. Tidak peduli berapa tahun usia mereka, tapi yang jelas mereka merasa terlalu bahagia. Green Mila bergandengan tangan bersama Juliana saat mencoba perosotan pertama mereka di sana. Berteriak saat tubuh mereka meluncur, karena perosotan itu terbilang cukup tinggi, hingga ketika mereka tiba di tepi, tubuh mereka tenggelam dalam salju. Dan tengan mereka terlepas secara otimatis, orang pertama yang bangkit lebih awal adalah Green Mila. Mebersihkan wajah dan pakaiannya dari serpihan salju.

Satu hal membuat dirinya takut dan panik; Juliana belum juga muncul setelah sekian detik. Ia mencoba memanggil namanya selama beberapa kali. Namun tak lama setelah itu, Juliana muncul dari bawah salju sedikit lebih jauh dari tempat Green Mila berdiri. "Juliana!" Gadis itu bangkit dan berlari menghampirinya, kemudian memeluknya dari arah belakang, akan tetapi sekejap Green Mila melangkah mundur, sebab Juliana bersin selama beberapa kali, wajanya tampak pucat dan tubuhnya mengigil.

Untuk mengatasi hal tersebut mereka mengunjungi kedai minuman hangat yang berada dekat dari arena itu. Minuman jahe adalah munuman paling cocok untuk hidangan di tempat yang dingin seperti ini. Sedangkan Zombierange dan Bluekalisa bermain ski pada arena sebelah, mereka menikmati masing-masing jalur yang tersedia.

Blackrider tengah berbaring di atas ranjangnya, mengernyit ketika mendengar suara Watn tengah muntah dari dalam kamar mandi

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Blackrider tengah berbaring di atas ranjangnya, mengernyit ketika mendengar suara Watn tengah muntah dari dalam kamar mandi. Setelah beberapa saat gadis itu keluar kemudian menutup pintu. Pemuda itu menoleh untuk menatapnya. "Kau, baik-baik saja?" tanyanya. Watn mendongak menatap Blackrider, senyumnya merekah. "Aku baik-baik saja," dustanya. Padahal ia tahu bahwa lambungnya bermasalah, sehingga membuatnya muntah karena terlalu banyak mengonsumsi mi instan. Ia berdusta karena takut jika Blackrider menyalahkannya. Seorang dokter dan dua orang perawat memasuki kamar mereka.

"Permisi," kata sang dokter, berjalan menghampiri mereka, bersama para perawat yang langsung memeriksa keterangan pada alat-alat medis. "Aku ingin kembali memeriksa anda," katanya lagi.

Blackrider menyiapkan diri, Watn berdiri di sebelah dokter.

"Saya bersyukur karena kondisi anda sudah membaik, dan besok anda sudah bisa pulang."

Keduanya tampak terkejut. "Benarkah?" tanya mereka secara bersamaan.

"Ya, kondisi anda sudah sepenuhnya membaik, tetap jagalah kesehatan anda, Tuan."

Pintu sel ditutup dan Edloss Gray kembali pada tempat yang seharusnya, meski begitu rasanya tetap menyakitkan bagi Shireen, semakin lama semakin membuatnya menyadari bahwa ayahnya adalah seorang penjahat. Namun hal itu bukan berarti membuat dirinya menyadari bahwa apa yang telah ayahnya lakukan bukanlah hal benar. Air matanya membanjir keluar setelah jarak anatara dirinya dan sel itu jauh. Terus merasa bahwa Juliana telah membuat kesalahan besar sehingga ayahnya dikurung dalam penjara. Tiba-tiba langkahnya berhenti, pandangannya lurus ke depan dengan tatapan menyeramkan. Kita belum berakhir, Juliana Indigo! Batinnya.

Mangkuk es krim Juliana terjatuh dengan spontan, fokusnya agak terpecah saat ini.

"Yah!" katanya kecewa, menunduk menatap esnya.

"Jangan khawatir, kau bisa membelinya lagi," kata Bluekalisa.

Setelah itu mereka berbincang mengenai kampus mereka. "Hari apa yang akan kau pilih sebagai hari warna favoritmu?" tanya Green Mila pada Juliana.(*)

Wonder Colours: Fight in Color WorldWhere stories live. Discover now