34|Sepasang Mata|

6 1 0
                                    

Shireen memegang bagian depan masker abu dengan kedua jari, perlahan menariknya hingga dagu, menampakkan wajah siapa yang kini berdiri di hadapan Juliana

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Shireen memegang bagian depan masker abu dengan kedua jari, perlahan menariknya hingga dagu, menampakkan wajah siapa yang kini berdiri di hadapan Juliana. Gadis indigo itu mengernyit tampak tak percaya, sungguh awal pertandingan yang buruk, ia mencoba untuk mengingat sepasang mata seseorang yang waktu itu berada di dalam pesawat, lalu membandingkannya dengan sepasang mata milik Shireen. Bola mata abu yang tidak dapat diragukan itu, kemudian alis abu yang dibuat tebal tampak persis dengan apa yang pernah ia lihat sebelumnya.

"Apakah kalian sudah siap?" tanya seorang asisten wasit.

Membuat pikiran Juliana terpecah, mengalihkan pandangan kepada asisten wasit kemudian mengangguk. Setelah itu sisten wasit mengalihkan pandangan dari Juliana ke arah Shireen yang kemudian gadis itu mengangguk. Keduanya mulai berancang-ancang setelah asisten wasit berkata mulai! Hal yang sama pada pertandingan sebelumnya, mereka memulainya tanpa membungkuk hormat, Shireen berlari menghampiri Juliana dengan niat untuk dapat memegang tangannya, kemudian membawanya berputar dan terjatuh

Namun apa yang terjadi? Hal itu justru membuat dirinya berada di posisi yang baru saja ia pikirkan, belum ingin menyarah jadi ia bangkit lagi, lalu mencoba lagi walau dengan hasil serupa. Dan pada kesempatan berikutnya, cara terbaik yang ia miliki adalah menghindari ganggaman tangan Juliana, mencobanya lalu menarik satu tangan Juliana, membawa gadis itu berputar, dengan wajah datar namun berkesan serius. "Siapa kau, sebenarnya?" tanya Juliana di antara pertandingan. Shireen tersenyum jahat. "Seorang murid pilihan dari Sekolah Minor," jawabnya. Sementara itu tanpa keduanya sadari Blackrider yang berada di sebelah Olive tengah memerhatikan.

Tatapannya menerawang pada lawan turnamern Juliana, maski tampaknya tidak begitu jelas, namun ia merasa familiar dengan perawakan Shireen. Mengernyit, mencondongkan kepala agar dapat menyaksikan gadis itu lebih jelas, namun sayangnya itu masih belum tampak jelas, karena bangku mereka yang terletak cukup jauh dari panggung, kemudian menariknya kembali, kini ia hanya dapat menoleh ke arah Olive dan bertanya tentang siapa nama lawan turnamen Juliana, dan wajahnya berubah dari penuh penasaran menjadi sebuah keterkejutan.

Shireenberhasil membuat Juliana terjatuh untuk pertama kalinya, sementara sorak dari para pendukung Shireen menggema kala itu. Gadis itu menatap Shireen yang berdiri angkuh menunggunya kembali bangkit dengan tatapan jengkel, serangan yang seharusnya ia berikan sewajarnya untuk turnamen, kini seolah tak terbatas, namun lagi-lagi Shireen membuat tubuhnya berguling dan sebelum dirinya jatuh, masih mampu menahan tubuhnya hanya untuk berbicara sejenak.

"Aku tahu kau adalah orang yang pergi bersama Blackrider waktu itu," ungkapnya langsung pada poinnya.

Shireen merekahkan senyum jahat. "Kau benar!" jawabnya singkat, lalu melepaskan tubuh Juliana begitu saja.

Pada kesempatan ini Juliana masih mengalami kegagalan yang anehnya, mengapa saat ia bertarung melawan Blackrider ia selalu menjadi seorang pemenang? Setelah itu ia duduk pada kursi penonton bersama Blackrider dan Olive, menceritakan tentang percak...

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Pada kesempatan ini Juliana masih mengalami kegagalan yang anehnya, mengapa saat ia bertarung melawan Blackrider ia selalu menjadi seorang pemenang? Setelah itu ia duduk pada kursi penonton bersama Blackrider dan Olive, menceritakan tentang percakapan antara dirinya dan Shireen sebelumnya, Blackrider sungguh terkejut, bahkan ia segera berlari menuruni anak tangga untuk menemui Shireen tanpa berkata apa pun.

Juliana dan Olive saling bertatapan dengan kernyit, lalu kembali memandang kepergian Blackrider. "Hei!" teriak Julie, "kau akan pergi ke mana?" Namun semua itu terlambat, dan sepertinya Blackrider tak mendengar itu.

Dengan wajah serius ia beruaha menghampiri kerumunan yang mungkin saja Shireen berada di sana, dan ketika ia tak menemukannya, beranjak keluar dari dalam ruangan dan mencarinya, tanpa ia sadari Juliana dan Olive tengah membuntutinya. Hingga pada sebuah tempat sepi di sekitar gedung turnamen, mendadak pemuda itu merasakan tendangan pada punggungnya sehingga ia tersungkur. Juliana dan Olive yang menyaksikan hal itu segera bersembunyi di balik dinding, sambil menyaksikan apa yang sedang terjadi.

"Ah!" Pemuda itu mencoba untuk bangkit perlahan, sementara seseorang melipat kedua lengan di hadapan dadanya dengan angkuh, menyaksikan pemuda itu.

Blackrider berbalik untuk melihat siapa yang baru saja bertindak tidak sopan, namun apa yang terjadi? Dia amat tidak percaya dengan pelakunya, tentu saja seorang calon istri yang telah melarikan diri itu, yang pernah nyaris membunuhnya. "Kenapa?" tanya gadis itu. "Kau terkejut?" Emosi Blackrider kini memuncak, tak dapat ditahan lagi, alasannya sangat jelas karena ia tak mengerti apa pun, dan mengapa gadis itu selalu berlaku kejam padanya.

"Apa yang kau inginkan?" tanya Blackrider. "Apa tujuanmu menemuiku lalu kau ingin membunuhku?" Nadanya terdengar menekan.

Shireen mendesah napas angkuh, sedangkan Juliana dan Olive mendengarkan dengan serius.

"Yah!" kata Shireen. "Aku sudah muak dengan kepura-puraan ini," gumamnya, Blackrider mengernyit. "Sejujurnya aku sangat membencimu!" Blackrider berpikir sejenak, lalu Shireen melanjutkan bicaranya. "Asal kau tahu, siapa dirimu sebenarnya," Wajahnya tampak jengkel. "Kau adalah penyebab Ayahku dipenjara," Matanya mulai berkaca-kaca.

Blackrider tampak terkejut, dan tidak percaya.

"Kau telah merampas kebahagiaan keluargaku," lanjutnya dengan napas naik-turun. "Aku tahu kau sangat mencintai sahabatmu itu!" Ia memejamkan mata sembari mengacungkan satu jari, mengangkatnya lalu menunjuknya ke belakang tanpa berbalik, kemudian membuka kedua mata dengan air yang jatuh. Kedua mata, hidung dan wajahnya memerah, perlahan menurunkan lengannya. "Dan kau tega melaporkan kasus penculikan sahabatmu yang dilakukan oleh Ayahku!"

Blackrider menggeleng tak mengerti. "Aku tak mengerti apa yang kau bicarakan," jawabnya, mengerutkan wajah. "Yang kutahu kau adalah calon istriku."

"Lupakan tentang pernikahan kita," katanya, terisak, dan saat itu Juliana menutup mulut dengan satu tangan, ia terkejut. "Sungguh, aku tak pernah mencintaimu, dan aku hanya ingin kau menggantikan posisi Ayahku di dalam sel."

Tentu saja Blackrider merasa kecewa dengan jawaban itu, ia menyibakkan rambut dengan kedua tangan, berteriak frustasi, lalu menurunkan tangannya dan menangis. "Dasar penipu!" serunya.

"Cukup, Shireen!" Juliana akhirnya menghampiri mereka. "Akulah korbannya," lanjutnya.

Watn terbangun dari tidurnya yang menyandarkan kepala di atas lipatan kedua lengannya di atas meja, sebuah gelas berisi air itu jatuh dan pecah setelah ia menyenggolnya, mendadak membuatnya sungguh terjaga, menyandarkan tubuh ke sandaran kursi

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Watn terbangun dari tidurnya yang menyandarkan kepala di atas lipatan kedua lengannya di atas meja, sebuah gelas berisi air itu jatuh dan pecah setelah ia menyenggolnya, mendadak membuatnya sungguh terjaga, menyandarkan tubuh ke sandaran kursi. Mencari asal suara, dan setelah ia tertunduk ia bisa langsung melihat apa yang pecah, menutup mulut dengan kedua telapak tangan, sebelum bangkit dan merapikan pecahan itu.

Sejak hari kembalinya Blackrider ke rumah itu, ia merasakan perhatian Blackrider yang melenyap, membuatnya sedikit cemas akan perasaan mereka yang takkan sama lagi, namun sekejap ia menyadari bahwa Blackrider mengalami amnesia dan itulah yang membuatnya berubah. Tidak mungkin ia menyatakan perasaannya yang sebenarnya, tapi ia berharap bahwa pemuda itu akan kembali mengingat semuanya.

Masih berada pada gedung turnamen itu Juliana mengungkapkan apa yang sebenarnya, menyebutkan bahwa Edloss adalah orang yang menculiknya, dan itu adalah tindakan buruk, ia memihak pada dirinya dan Blackrider, bahwa Edloss memang pantas menerima hukuman itu, kemudian terkait pembunuhan bagi Watn, itu juga atas intruksi Edloss. Jadi, masuknya Edloss ke dalam sel adalah terjebak dalam rencana jahatnya sendiri.(*)

Wonder Colours: Fight in Color WorldWhere stories live. Discover now