Chapter 21

1.3K 155 27
                                    

"MARK! AYO CEPAT HABISKAN SARAPANMU NAK, MOBIL JEMPUTAN SUDAH DATANG!" Panggil Wendy sambil mengenakan kartu identitas dokternya pada saku jas dokter yang ia kenakan. Wendy langsung berjalan cepat ke arah ruang TV untuk mengambil ponselnya yang tertinggal disana.

Ketika ia memutar tubuhnya untuk kembali ke pintu rumah, Taeyong menangkap pinggangnya sambil tersenyum tampan dengan ramput setengah basah karena hair gel, sudah rapi mengenakan pakaian militernya bersiap untuk bekerja.

"Oh, iya kau benar. Maafkan aku, aku lupa karena aku kesiangan." Wendy mengerti tatapan Taeyong yang mencoba membuatnya mengerti apa yang ia lewati pada rutinitas paginya. Taeyong tersenyum gemas. "Tidak apa-apa sayang. Aku menemuimu bukan untuk menagih morning kiss." Ucap Taeyong sembari terkekeh.

Wendy menatapnya bingung. "Lalu?" Tanyanya.

"Aku hanya ingin mengatakan bahwa hari ini akan baik-baik saja. Kau sudah menjadi ibu dan istri yang baik untukku dan Mark. Semangat bekerja, jangan lupa makan, jangan lupa untuk mengambil break jika kau merasa lelah. Tidak perlu merasa wajib memberiku kabar, jalani harimu dengan tenang dan nyaman. Ok?"

Wendy menatap haru pria dihadapannya yang selama 6 bulan terakhir ini telah berstatus menjadi suami sah-nya. Wendy dan Taeyong benar-benar tinggal terpisah sekarang dan tinggal di rumah megah namun tidak terlalu besar di daerah Gangnam bersama Mark.

"Kau berkata tidak perlu mengabarimu tapi karena kalimat itu aku jadi ingin terus mengabarimu." Wendy merajuk. Taeyong terkekeh lalu mengecup kening Wendy lembut. Tangannya beralih ke perut Wendy yang mulai membesar. "Pikirkan si bayi. Usia kehamilanmu sudah menginjak 5 bulan jadi berhati-hati dan jangan terlalu kelelahan. Mengerti ibu dari anak-anakku yang keras kepala dan sulit diberitahu?" Taeyong bertanya penuh penekanan.

Wendy menganggukan kepalanya tanda mengerti. "Apa hari ini akan pulang sore?" Tanya Taeyong. "Seperti nya iya. Aku kan sudah tidak boleh bekerja di UGD semenjak hamil, jadi aku aktif di bagian konsultasi. Jadwal disana tidak terlalu padat, pukul 15.00 biasanya sudah selesai." Jawab Wendy.

"Baiklah. Aku akan menjemputmu sekalian jemput Mark pulang sekolah kalau begitu." Taeyong beralih duduk di sofa untuk mulai mengenakan sepatu boot militernya. "Aish! Sudah kubilang tidak perlu Taeyong~ aku bisa pulang sendiri dan Mark akan diantar oleh jemputan sekolah. Kau kan hari ini pulang malam bukan? Kau akan membolos?" Wendy merengut.

Taeyong berdiri dan tersenyum jahil. "Pekerjaan tidak akan menghalangiku untuk menjadi ayah dan suami yang perhatian. Terutama pekerjaanku. Jadi pekerjaanku yang harus menyesuaikan dengan diriku, bukan diriku yang menyesuaikan dengan pekerjaanku."

Wendy memutar bola matanya. "Mana ada pak suami~ ㅋㅋㅋ terutama militer! Aturannya ketat dan kaku begitu. Kau mau dimarahi lagi oleh atasanmu?" Wendy tertawa. "Aku tidak peduli. Aku akan tetap menjemputmu dan Mark hari ini." Taeyong menjawab masa bodoh.

"Aku tidak bisa menang darimu jika urusan ini. Geurae. Lakukan apa yang kau mau. Jika atasanmu yang galak saja tak dapat menghentikanmu, apalagi aku." Wendy menyerah sembari menggelengkan kepalanya.

...

Selama perjalanan menuju rumah sakit, Taeyong yang lagi-lagi bersikeras ingin mengantar Wendy ke rumah sakit dan rela terlambat bekerja berbincang banyak dengan istrinya yang sedang mengandung itu.

"Taeyong, kau ingin punya berapa anak denganku?" Tanya Wendy tersenyum. Taeyong menoleh terkejut lalu menjawab, "Aku tidak akan memutuskannya. Itu semua ditanganmu." Jawab Taeyong santai. Wendy mengerutkan dahinya bingung, "Kenapa ditanganku?"

"Karena itu tubuhmu. Aku tidak punya kuasa atau kepemilikkan terhadap tubuhmu jadi lakukan apa yang kau rasa nyaman untukmu." Taeyong menjawab lebih jelas. Wendy menatap kagum suaminya. "Lalu... jika aku ingin melahirkan caesar, apa kau juga akan mengizinkan?" Tanyanya mencoba mengetes Taeyong yang kelewat pengertian dan perhatian.

"Jawabannya tetap sama. Itu tubuhmu. Lakukan apa yang nyaman untukmu sayangku." Jawabnya kalem. Hati Wendy terasa hangat dan ia merasakan rasa lega yang luar biasa. Ia tidak mengira akan menikah dengan pria luar biasa seperti Taeyong.

"Oh, aku juga benci kita kau mengatakan 'terima kasih' setiap aku memasak, menyuci baju, bersih-bersih bahkan ketika aku menjaga Mark. Kau tau kalau aku disini punya peran yang sama denganmu kan? Urusan rumah tangga dan mengurus anak itu tidak mutlak ada di tangan ibu. Jadi berhenti ber-'terima kasih' apalagi meminta 'maaf'. Apa yang aku lakukan itu normal dan seharusnya begitu Wan."

Timpal Taeyong dengan serius namun nada bicara yang penuh kelembutan itu. "Baiklah." Jawab Wendy tersenyum tersipu mendengar ucapan suaminya.

"Dan, jangan pernah sekalipun terpikirkan untuk mengorbankan mimpimu, ambisimu, cita-citamu, apapun itu. Hanya karena kau merasa harus 'berkorban' demi keluargamu. Banyak ibu yang merangkap menjadi wanita karir. Jika kau mampu dan kau sanggup, lakukan. Kau tidak sendirian disini. Aku akan mendorong penuh mimpi-mimpimu dan berjanji akan ikut mengurus urusan domestik."

Wendy tak kuasa untuk tidak tersenyum bahagia mendengar penuturan Taeyong. Karena selama ini, banyak pikiran mengganjal mengenai kecintaannya pada pekerjaannya, tapi disisi lain ia harus menjadi sosok ibu dan istri bagi keluarganya. Ia ingin tetap mendapatkan dua dunia tersebut, dan mendengar Taeyong mendukung penuh gagasan terpendamnya itu, ia merasa sangat bahagia.

"Taeyong... terima kasih. Itu adalah beban terpendamku selama ini. Kau baru saja menyelesaikannya dalam hitungan menit." Ucap Wendy terharu.

"Lain kali bicaralah. Aku akan mendengarkan. Bagaimanapun kita adalah 'partner', tidak ada yang di atas dan tidak ada yang di bawah. Kita berdiri di satu lantai yang sama. Ingat itu, ok? Aku tidak mau membebanimu dengan hal-hal yang tidak penting. Sudah kubilang, ambisimu pada pekerjaanmu tidak mengangguku dan itu bukan sebuah kekurangan untukku. Aku suka kau yang apa adanya, jadi teruslah menjadi Wendy yang sesungguhnya."

Wendy memganggukan kepalanya semangat. "Aku sangat beruntung menikah dengan pria yang memiliki pemikiran terbuka sepertimu. Aku sungguh-sungguh."

"Dan aku sangat beruntung menikah dengan wanita impianku. Aku sangat suka wanita yang punya pendirian kuat, mandiri dan berambisi pada sesuatu yang ia sukai dan nikmati. Dan kau adalah orangnya." Jawab Taeyong dengan manis.

"Apa itu salah satu alasan kau jatuh cinta padaku?" Wendy tertawa geli ketika bertanya begitu. Ia masih belum bisa mencerna fakta bahwa Taeyong jatuh cinta padanya begitu cepat dengan sikapnya yang begitu 'tangguh' untuk ukuran wanita menurut banyak pria yang pernah mendekatinya hanya karena ia 'terlalu mandiri' yang padahal biasa saja.

"Aku mengakuinya, iya. Kau sangat menarik ketika mandiri dan tangguh." Puji Taeyong. "IHH KAU MEMBUATKU BAHAGIA SEKALI SAAT INI~" Wendy bertepuk tangan seperti anak kecil dengan girangnya.

"Aku mencintaimu." Wendy tersenyum begitu dekat di wajah Taeyong yang kini sedang fokus menyetir.

Taeyong menoleh cepat untuk mengecup bibir Wendy.


"Aku juga mencintaimu. Sangat malah."

...

THE END

P U Z Z L E✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang