Wendy, Seulgi dan Joy pergi ke pemakaman dengan kendaraan umum. Wendy sudah sempat menolak untuk ikut dan sempat ingin menurunkan dirinya di tengah jalan berulang kali. Ia benci ketika ia harus mengantarkan pasien nya ke tempat peristirahatan terakhir mereka.
Sangat benci.
Kini dirinya berdiri mematung menatap makam Tuan Ji Hansol yang semakin lama semakin sepi lalu meninggalkan dirinya dengan keluarganya yang masih menangis tersedu-sedu di depan batu pusara.
"Wan, ayo." Ajak Joy dengan lembut. Wendy masih terdiam. "Kau harus menghadiri pentas seni Mark setelah ini." Joy mengingatkan. Wendy langsung menoleh ke arah Joy dan memandangnya terkejut.
...Wendy mengutuk dirinya sendiri karena telah melupakan bahwa hari ini adalah dimana Mark akan tampil di acara pentas seni sekolah. Ia buru-buru berlari dari pemakaman dan naik bus menuju sekolah Mark yang jaraknya cukup jauh.
Ia melirik jam tangannya dengan gelisah karena saat ini pukul sudah menunjukan pukul 09.30 itu artinya acara sudah dimulai dari 30 menit yang lalu. Ia takut Mark tampil sebelum dirinya datang karena Mark hanya punya dirinya sebagai orang tua.
...Wendy masuk ke dalam aula sekolah Mark dengan nafas tersengal lalu tertegun ketika melihat Mark yang sedang menari dan bernyanyi di atas panggung bersama anak-anak lain, dan di dampingi Taeyong yang masih mengenakan seragam lengkap militernya.
Wendy tidak berani duduk bersama penonton lain karena ia tak kuasa untuk tidak menangis melihat hal tersebut. Ia lupa kalau ia punya Taeyong. Ia menutup wajahnya dengan tangan bergetar lalu mengusap air mata di kedua matanya sebelum duduk di kursi yang sudah disediakan untuknya selaku ibu dari Mark.
Ia ikut bertepuk tangan bersama orang tua murid lain dengan air mata yang tak kunjung berhenti. Ia dapat melihat betapa bahagianya Mark di atas sana bersama sosok ayah yang selama ini ia dambakan. Wendy makin menangis karena ia teringat momen dimana setiap hari ayah muncul, Mark tidak akan sungkan untuk meminta Wendy datang walaupun Wendy adalah ibunya.
Mark bilang,
"Tapi eomma adalah appaku juga. Aku tidak masalah jika appaku adalah seorang wanita. Tidak ada yang punya eomma yang bisa menjadi appa sekaligus disekolah! Hanya aku yang punya!"
Ucapnya dengan bangga dan bahagia. Namun Wendy tau dalam lubuk hatinya Mark sedih. Dan setiap hari ayah diadakan di sekolah, Wendy akan datang mengenakan pakaian pria seperti tuxedo, agar Mark tetap merasakan bahwa ibunya juga bisa merangkap menjadi ayah jika Mark mau.
Dan kini melihat ada Taeyong sebagai sosok ayah yang Mark inginkan, Wendy merasakan rasa lega yang luar biasa. Ia harus meminta maaf kepada Taeyong karena ia telah mengabaikannya beberapa hari ini.
Tiba-tiba semua anak-anak turun dari panggung membawa mawar merah di tangan mereka. Mark berlari dengan semangat ke arahnya. Wendy mengusap air mata di kedua matanya sembari tertawa bahagia kemudian ikut keluar dari kursi penonton agar bisa memeluk anak kesayangannya itu.
"Eomma!" Panggilnya girang. Wendy menggendong Mark sambil memejamkan matanya tersenyum bahagia. "Anak eomma~" Sapa Wendy penuh kasih sayang. "Eomma menangis? Kenapa?" Tanyanya khawatir sambil mengusap kedua mata Wendy dengan tangan mungilnya.
"Eomma terlalu bahagia melihatmu di atas sana. Sampai-sampai eomma menangis." Jawab Wendy mengerucutkan bibirnya. "Benarkah? Apa tadi suara Mark bagus?" Tanyanya. "Tentu saja! Kau yang paling bagus di atas sana!" Jawab Wendy menggebu-gebu.
"Aniya~ eomma salah. Ada yang lebih bagus dari Mark. Tapi Mark hanya ingin tau apa penampilannya bagus di mata eomma atau tidak~" Tanyanya sambil tersenyum malu. Wendy tertawa gemas lalu mengecup pipi Mark. "Apapun yang kau lakukan, menurut eomma kau selalu menakjubkan." Ucap Wendy.
"Sekalipun saat aku mengupil?"
"Sekalipun saat aku kentut?"
"Sekalipun saat aku tertawa hingga ingusku keluar?"Pertanyaan tengil dari Mark berhasil membuat Wendy tertawa geli dan langsung mencubit hidung kecil anaknya dengan cukup keras. "Tengil sekali! Tidak! Kecuali yang itu!" Jawab Wendy tak kalah tengil.
"Kenapa eomma dan appa tidak datang bersama?" Tanya Mark penasaran. Wendy menatap Taeyong. "Kan eomma ada kerjaan yang harus diselesaikan dulu tadi makanya appa berangkat lebih dulu. Dan eomma menyusul kan?" Taeyong membantu Wendy keluar dari situasi tadi dengan sangat mulus.
"Oh iya benar, appa sudah cerita. Aku lupa ㅋㅋㅋ eomma aku ingin bermain dengan teman-temanku ya?" Pintanya meronta minta diturunkan. "Ya sudah sana!" Wendy menurunkan Mark dan membiarkan Mark bermain bersama teman-temannya.
...
Kini Wendy ditinggalkan bersama Taeyong. Mereka terlihat bingung harus memulai percakapan dari mana. Taeyong mengambil tangan Wendy lalu mengecupnya lembut. Wendy menoleh terkejut.
"Apa keadaanmu sudah membaik?" Tanyanya penuu perhatian. Wendy makin merasa bersalah, pundaknya yang tadi kaku mulai melemas serta rileks. Wendy menganggukan kepalanya sambil tersenyum.
"Maafkan aku karena telah mengabaikanmu beberapa hari terakhir ini." Wendy menatap Taeyong dengan tatapan rasa bersalahnya. "Tidak ada yang perlu dimaafkan. Kau tidak melakukan apapun. Aku mengerti." Jawabnya pengertian.
"Kau membuatku makin merasa bersalah Taeyong. Kenapa kau begitu baik dan manis kepadaku setiap saat? Aku tidak berbohong. Benar-benar tiap saat!" Ucap Wendy terkejut sendiri. Taeyong tertawa. "Apa yang bisa aku lakukan selain bersikap baik dan manis kepadamu? Aku harus marah begitu?" Tanyanya malah bertanya balik.
"Oh? Bahkan kita tidak pernah bertengkar! Apa ini normal? Ketika pasangan tidak pernah bertengkar sama sekali?" Tanya Wendy terkejut untuk ke sekian kalinya. "Apa kita harus bertengkar untuk menjadi normal? Lagipula aku tidak merasa kita harus bertengkar. Apa yang bisa kita jadikan bahan pertengkaran?"
Wendy berpikir. "Yang kau sempat cemburu padaku dan Jaehyun saja tidak bisa disebut bertengkar karena kau langsung meminta maaf keesokan harinya yang padahal aku sendiri tidak terlalu kesal padamu. Atau mungkin nanti ketika kita serumah?" Wendy menatap Taeyong polos.
"Kenapa kau ingin sekali bertengkar denganku!?" Taeyong bertanya bingung sembari setengah tertawa. "Aku hanya penasaran! Habisnya kau baik sekali tidak pernah marah..." Jawab Wendy memanyunkan bibirnya.
"Aku berniat menikahimu karena aku tau aku tidak akan menemukan kesulitan untuk hidup berdampingan dengan orang sepertimu. Aku tidak menikahi seseorang untuk mencari perkara dengannya ㅋㅋㅋ" Taeyong tertawa sambil menggenggam erat tangan tunangannya yang menurutnya menggemaskan itu.
"Kau tau? Kau orang pertama yang berkata bahwa hidup denganku adalah sesuatu yang indah dan memudahkan hidup. Aku berani bersumpah bahkan Taeil saja berkata tidak dapat hidup denganku terlalu lama karena aku sangat kaku dan perfeksionis." Wendy menatap Taeyong sangsi karena takut Taeyong hanya berusaha menggombalinya.
"Itu artinya mereka saja yang tidak mengenalimu dengan cukup baik. Kau adalah orang paling sabar, penuh pengertian dan tidak egois yang pernah aku temui. Kecintaanmu kepada pekerjaanmu dan sifat perfeksionismu bukanlah sebuah kekurangan bagiku." Taeyong menjawab dengan wajah seriusnya tidak sadar bahwa wajah Wendy saat ini sudah sangat memerah karena tersipu.
"Benarkah?" Tanyanya lirih. "Aku serius. Kau hanya kaku dan perfeksionis ketika menyangkut pekerjaanmu saja. Kau tidak pernah mengatur dan mengontrolku kan? Jadi kenapa harus merasa terganggu?"
Wendy memeluk lengan Taeyong manja. "Ya tuhan... kenapa pria tampan dan baik disebelahku ini bisa berjodoh denganku yang tidak sempurna ini... kasihan dia..." Ucap Wendy sedih membuat Taeyong tertawa.
"Karena orang baik akan berjodoh dengan yang serupa dengannya." Jawab Taeyong lalu mengecup pucuk kepala Wendy.
...
KAMU SEDANG MEMBACA
P U Z Z L E✔️
Fanfiction[Wendy/Taeyong] - Perjuangan Wendy, seorang dokter muda yang belum pernah menikah, mengadopsi pasien anak korban penyiksaan orang tuanya, Mark. Dipertemukan dengan seorang serdadu tampan, Lee Taeyong yang tiba-tiba sukarela menjadi ayah dari anak an...