Dua

320 78 1
                                    

Tifanny berlari dengan sangat kencang menuju suatu tempat. Tempat yang sering ia kunjungi selain mengikuti keberadaan Efinna.

Tifanny berlari sembari menyeka air mata yang terus menerus mendesak mengalir. Napasnya terdengar terengah-engah. Rasanya sangat lelah, ingin sekali berhenti untuk sejenak. Namun, kegelisahan Tifanny memaksa rasa lelah.

"Enggak. Enggak. Gue nggak akan biarin Efinna menderita terus," gumam Tifanny sembari berlari.

***

Perjuangan Tifanny dalam berlari akhirnya selesai juga. Ia telah sampai di depan tempat yang menjadi tujuannya. Ia menekuk kakinya, lalu memegangi kedua lutut kakinya, ia merasakan kakinya ingin lepas. Tifanny mencoba untuk mengatur pernapasannya.

Jangan kalian pikir hantu tidak bisa merasakan lelah dan juga bernapas. Tentu saja bisa namun sedikit berbeda.

PERSINGGAHAN ARWAH. Tulisan di papan yang tergantung di sebuah bangunan yang berukuran lumayan besar. Bangunan tersebut berwarna putih dengan dihiasi banyak bunga di halamannya. Bangunan tersebut hanya bisa dilihat oleh kaum arwah. Bisa dibilang 'bangunan tak kasat mata'. Entah siapa yang mendirikan bangunan tersebut dan entah sejak kapan pula bangunan ini ada.

Arwah yang berada di dalam bangunan tersebut hanya tau bahwa ini tempat persinggahan dan juga tempat bertukar cerita. Di sini banyak arwah yang berkumpul, membagikan kisah mereka dan mendengarkan kisah dari arwah lain. Lalu, apakah di sini terdapat counsellor? Tentu. Disini semua arwah memiliki hak sebagai counsellor. Mereka bisa memberikan saran pada arwah lain.

Tifanny berjalan memasuki bangunan tersebut dengan gusar. Pikirannya saat ini sedang berkecamuk. Ia membuka pintu dengan kuat.

"Fany, lo nggak papa?" tanya salah satu arwah. Namanya Tamara.

Tamara sangat terkejut mendengar suara pintu yang dibuka dengan kuat. Bukan hanya Tamara, tapi seluruh arwah yang ada di sana. Tamara belum pernah melihat Tifanny marah seperti ini.

"PAK KRIST....." teriak Tifanny dengan nyaring. Suara kuatnya mampu membuat para arwah yang sedang bercengkerama menjadikan Tifanny sebagai pusat perhatiannya saat ini.

"PAK KRIST....." teriak Tifanny ulang dengan suara yang tetap meninggi.

"PAK KRIST....." teriak Tifanny sembari berjalan mencari keberadaan orang yang diketahui bernama Krist.

"Fany," Tamara menarik tangan Tifanny.

Tifanny menoleh ke belakang. "Lepasin!" perintah Tifanny dengan memberikan tatapan tajam.

"Elo mau ngapain?" tanya Tamara yang masih kekeuh memegang pergelangan tangan Tifanny.

"Pak Krist," jawab Tifanny dengan mata berkaca-kaca.

"Iya Pak Krist kenapa?" tanya Tamara dengan menaikkan suara.

"Dia harus tanggung jawab," jawab Tifanny sedikit tegas.

Arwah wanita yang berusia sekitar empat puluh tahunan itu mendekati Tifanny dan Tamara. "Fany, Pak Krist tidak ada di sini," ungkapnya.

"Baik. Fany akan tunggu sampai Pak Krist datang," sahut Tifanny dengan berani.

"Tapi Fany..." gugup Tamara.

"Tapi apa?" tanya Tifanny mengintimidasi.

"Emm...a..." Tamara kembali diserang rasa gugup. "Sebenarnya Pak Krist..."

"Pak Krist sudah pergi dengan tenang. Urusannya di dunia ini telah selesai," sahut Bu Anita.

"Hah?" Tifanny tertawa tak percaya.

Tifanny's MissionsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang