Sepuluh

128 31 7
                                    

Ketiga arwah ini sedang menatap lurus ke depan sembari duduk sejajar. Tifanny, Ervin, dan Bu Anita. Walaupun mereka sering menunjukkan kecerian masing-masing, tapi bukan berarti mereka tidak memiliki beban pikiran. Justru sangat banyak beban mereka.

Tifanny mengacak-acak rambutnya dengan kesal. Terlalu banyak hal yang harus ia pikirkan. Rasanya..kepalanya akan pecah sekarang.

Mata Bu Anita terlihat sendu. Ia sedih. Bu Anita menarik napas dalam-dalam, ia bingung harus melakukan apa.

Sedangkan Ervin, ia nampak serius seperti sedang berpikir kritis.

"Tamara ke mana? Kok udah lama nggak ikut ngumpul?" Ervin yang memecah keheningan ini.

Tifanny menoleh ke Ervin. "Dia marah sama gue."

"Kenapa?" selidik Ervin.

"Udahlah, cowok nggak perlu tau urusan cewek," sahut Tifanny tak bersemangat.

"Abis berantem ya?" tuding Ervin.

Tifanny menarik napas panjang, lalu mengangguk. Ia mengiyakan pertanyaan Ervin.

"Yang sabar ya sayang," Ervin mengelus-elus bahu Tifanny.

"Ih........" Tifanny menatap Ervin dengan sinis. "Nggak usah panggil-panggil sayang! Gue bukan pacar lo!"

"Becanda doang Fany. Elu mah selalu nganggep apa-apa serius."

"Tapi kalau lo mau diseriusin...gue sih hayyukk!!!" imbuh Ervin sembari tersenyum nakal.

"IH OGAH."

Tiba-tiba Ervin mendekatkan wajahnya pada Tifanny.

Plakk...

Tifanny menampar wajah Ervin dengan kuat.

"Aduhh...." Ervin mengerang kesakitan sembari mengelus pipinya yang terasa panas.

"Dasar mesum," cibir Tifanny sembari memelototi Ervin.

"Pikiran lo itu yang kejauhan!" Ervin menunjuk wajah Tifanny.

"Elo yang kebanyakan tingkah," balas Tifanny sembari melipat tangan.

"Eh sini-sini!" Ervin menyuruh Tifanny agar mendekat padanya.

"Mau ngapain?"

"Gue mau bisikin sesuatu ke elo," ungkap Ervin dengan suara lirih.

Untuk sejenak Tifanny memandang Ervin dengan sinis. Dia tidak bisa percaya begitu saja pada cowok. Apalagi Ervin.

"Kok malah ngeliat gue kaya gitu sih?" protes Ervin.

"Lo mau modusin gue kan?" tuding Tifanny.

Ervin menyeringai kesal, lalu mendesis.

"Coba lo noleh ke kiri!" perintah Ervin dengan wajah datar.

Tifanny menuruti perintah Ervin. Ia menoleh ke arah kiri. Ya tentu saja ia mendapati Bu Anita yang duduk di sampingnya. Lalu apa yang dimaksud oleh Ervin?

Setelah menoleh ke kiri, Tifanny kembali menatap Ervin. Kali ini ia menatap Ervin dengan bingung.

"Lo liat apa?" tanya Ervin.

"Bu Anita."

"Cuma itu doang?" Ervin kembali melontarkan pertanyaan.

"Iyalah. Lo pikir ada siapa lagi?"

"Ngomong sama lo tuh emang ribet," cibir Ervin.

"Lo nggak liat apa, kalau Bu Anita lagi sedih?" sambung Ervin.

Tifanny's MissionsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang