Tujuh

151 46 1
                                        

Semua pasang mata menyoroti gadis itu. Efinna. Efinna hanya bisa berdiri ketakutan.

Suasana ini sangat mencekam bagi Efinna. Suhu tubuh menjadi dingin, bibirnya sedari tadi terus gemetar, matanya terlihat tidak tenang. Dia bingung, karena semua orang tidak mempercayainya.

Tifanny yang berdiri di samping Efinna, menjadi kembali teringat akan masa lalunya. Ingatan Tifanny masih sangat lekat, bagaimana semua orang menatapnya saat itu. Di saat ia berada dalam persinggahan arwah untuk pertama kalinya, dan tidak tahu menahu soal dirinya sendiri serta kematiannya. Saat itu Tifanny hanya bisa menunjukkan kebingungan serta ketakutan.

"Aku...bener-bener nggak tau," tutur Efinna lirih sembari ketakutan.

"Tapi buktinya udah jelas!" pekik salah satu siswi di dalam kelas.

"Sumpah! Aku nggak tau apa-apa," jujur Efinna dengan bibir yang gemetar. "Aku mohon sama kalian! Tolong percaya sama aku!" pinta Efinna dengan mata yang mulai berkaca-kaca.

"Kenapa..semua orang jahat?" tanya Tifanny sembari menitikkan air mata.

"Gimana kita bisa percaya? Kalau uang kas kelas itu bener-bener ada di tas lo!" jelas Ara dengan suara naik.

"Aku juga nggak tau," jawab Efinna sembari menatap ke bawah.

Meisya justru sedang duduk santai di bangkunya. Dia tidak ikut dalam pertikaian yang dianggapnya tidak menarik ini. Sesekali ia melirik ke arah pertikaian, lalu tersenyum senang.

"Uang kas kelas itu kan dipegang sama bendahara kelas, mungkin---" Efinna yang berusaha meluruskan sesuatu namun tak sempat selesai.

"Mungkin apa?" tanya Chika memotong perkataan Efinna yang belum sempat selesai. Ia menunjukkan raut wajah kesal, saat Efinna membicarakannya. "Lo nuduh gue?"

Chika adalah bendahara di kelas. Uang kas kelas selama ini memang ia yang pegang. Entah bagaimana ceritanya uang itu bisa berpindah ke Efinna.

"Bukan begitu maksud aku Chi. Kamu tolong dengerin penjelasan aku dulu!" jawab Efinna.

"Penjelasan? Bukan nuduh?" sinis Chika.

"Chika tolong dengerin penjelasannya Fina dulu dong!" tutur Indri.

"Iya, tolong dengerin aku dulu!"

"Mungkin aja, kamu lupa naruh uang itu. Dan...aku juga gak tau bagaimana bisa uang itu masuk ke tas aku," lanjut Efinna menjelaskan maksud sebenarnya.

"Terus...kenapa uang ini bisa berkurang? Pasti udah lo pake kan?" tuding Chika dengan berani.

"Enggak," jujur Efinna sembari menggeleng-gelengkan kepala. "Aku kan udah bilang tadi. Aku nggak tau apa-apa!" sambung Efinna.

"Udah lah Fin. Kalaupun bukan elo yang nyuri, tinggal ganti aja kekurangan uangnya! Beres kan? Daripada lo harus berdebat panjang kaya gitu!" kata salah satu siswa yang bernama Dani. Dia memberikan usulan konyol.

Efinna spontan menoleh ke arah Dani. "Aku nggak akan bertanggung jawab, dalam masalah yang enggak aku perbuat!" tegas Efinna, menatap Dani dengan sedikit tajam.

Tifanny tersenyum lebar, saat melihat reaksi berani dari Efinna.

"Harusnya dari awal lo begini Fin," ujar Tifanny senang.

"Jadi..maksud lo, gue yang harus bertanggung jawab? Karena gue bendahara kelas. Gitu kan maksud lo?" Chika yang tampak sangat kesal kepada Efinna.

"Bukan gitu maksud aku Chi," sangkal Efinna.

"Chika, lo jangan asal menyimpulkan gitu dong!" cibir Indri.

"Indri, lo kok jadi belain si Fina sih!" Ara yang menyela pembicaraan.

Tifanny's MissionsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang