Efinna berusaha membuat dirinya untuk tidur di pukul sepuluh pagi. Tapi kantuk tak kunjung datang. Ia hanya membolak balikkan badan sejak tadi.
Efinna selalu merasa takut dan cemas. Ini menjadi hal yang paling buruk dalam hidup Efinna. Sebelumnya Efinna masih kuat dengan bully, namun sekarang dirinya sudah mulai merasa lelah.
Efinna takut jika Mamanya mengetahui kebenaran tentang dirinya. Efinna takut untuk masuk sekolah lagi. Efinna cemas, sampai kapan kebohongannya akan bertahan? Efinna cemas, setelah dia masuk sekolah kembali, entah hal apa yang akan ia hadapi?
Efinna merasa sudah tidak sanggup menjalankan hidup yang seperti ini.
Tiba-tiba ponsel Efinna berdering. Sebuah panggilan masuk, membuatnya bangun dari kegelisahan.
Efinna meraih ponsel yang berada di atas nakas. Ternyata panggilan tersebut dari Nuha. Efinna bingung harus mengatakan apa.
"Halo?" Efinna menempelkan ponsel di telinganya.
"Halo Fina," sahut Nuha dengan suara berat.
"Ada apa Ha?" tanya Efinna tanpa basa-basi.
"Keadaan lo gimana? Udah tiga hari lo nggak masuk. Lo sakit apa?"
"Maagku kambuh."
"Nanti pulang sekolah, rencananya...gue mau mampir ke rumah lo," ujar Nuha.
Efinna mengerjapkan mata saat mendengar Nuha mengatakan hal itu. Dia harus menolak, tapi alasan apa yang tepat untuk dia gunakan?
"Iya sus, nanti setelah makan saya minum obatnya," ucap Efinna mendadak.
"Suster? Lo di rumah sakit?"
"Iya, aku lagi di rumah sakit," bohong Efinna.
"Lo dirawat di rumah sakit mana? Biar nanti gue jenguk ke sana."
Efinna menggigit kukunya. Ternyata kebohongan mengenai rumah sakit justru membebaninya.
"Em...saat ini aku masih belum bisa dijenguk. Karena keadaan aku lemes banget. Untuk ngangkat telepon dari kamu aja...aku bener-bener maksain," tolak Efinna dengan suara bicara yang mendadak terdengar lemah.
"Yaudah, kalau keadaan lo masih bener-bener belum bisa untuk didatangin. Entar...kalau udah bisa dijenguk...tolong kabarin gue ya!"
"Iya," jawab Efinna lirih.
"Cepet sembuh ya Fina. Yaudah sekarang lo matiin teleponnya! Terus...lo istirahat! Lo jangan mikirin apapun tentang mata pelajaran di sekolah. Gue udah buat catetan untuk lo. Dan selama lo nggak masuk sekolah, nggak ada ulangan dadakan kok. Jadi lo jangan khawatir!"
"Makasih ya Nuha. Kamu udah baik sama aku," ucap Efinna.
"Yoi Fin," balas Nuha.
Efinna merasa sedikit menyesal karena telah membohongi Nuha. Karena kebohongannya, Nuha harus menjadi repot karena membuat catatan untuk dirinya. Tapi semua ini terpaksa Efinna lakukan.
"Yaudah aku matiin dulu teleponnya?!"
Efinna memutuskan panggilan, lalu meletakkan ponselnya ke tempat semula.
***
"Kemaren...gue ngeliat ada arwah baru di persinggahan sini," ungkap Tamara.
Tamara dan Tifanny berjalan dengan selaras, mereka berjalan sembari berbincang.
"Emang gue peduli?" Tifanny yang tampak cuek.
Tamara menoleh ke Tifanny.
"Cowok," ungkap Tamara yang membuat Tifanny tiba-tiba tertarik.

KAMU SEDANG MEMBACA
Tifanny's Missions
FantasiTifanny Selgiani menjadi arwah gentayangan sejak kematiannya genap empat puluh hari. Dia selalu mengikuti kemana kembarannya berada, Efinna Selgiana. Efinna adalah gadis yang pintar, pendiam serta penurut namun selalu menjadi sasaran bully dari tema...