XXII - Masalah

5.2K 456 52
                                    

Srak!!!

Aku mendengar suara gorden yang sedang disibakkan oleh seseorang. Karena masih agak malas, aku hanya melakukan peregangan tanpa melihat orang yang sudah mengganggu tidurku itu. Sejak semalaman aku memimpikan sesuatu yang masih penuh teka-teki. Aku bermimpi menjadi orang yang sangat sukses dan memiliki pasangan yang sempurna. Dalam mimpi itu juga aku memiliki seorang anak yang lucu nya luar biasa. Tapi anehnya, aku bekerja di rumah sementara pasangan ku bekerja di perusahaan. Saat cahaya matahari berhasil menyilaukan mataku, aku langsung keluar dari mimpi yang membuat aku masih diselimuti rasa penasaran itu.

"Sekolah di California beda sama di Indonesia," ucap orang yang menyibakkan gorden dan berhasil menganggu mimpi ku itu.

"Nenek!" jawab ku dengan suara yang parau karena baru bangun tidur.

"Nenek lagi di bawah."

Aku yang sedang peregangan langsung terdiam. Sama sekali tak bergerak sedikit pun. Suara yang barusan menjawabku itu sangat aku kenal. Suara itu berat-berat manja. Itu suara yang selalu membangunkanku setiap pagi. Iya. Aku kenal suara itu.

Tanpa ragu lagi, aku langsung menatap orang yang berdiri di jendela kamarku itu. Terlihat seorang pria dengan tangan yang melipat di dada dan senyum menawannya.

"POPI!" teriak ku. Aku melompat dari kasur dan langsung memeluk orang yang paling aku sayang itu.

"Ya ampun, ini gak mimpi kan? Razka gak mimpi kan? Coba pi, cubit pipi Razka."

Popi yang tipe orang yang menurut kalo begini, langsung mencubit pipiku. Cubitan itu sangat keras. Mungkin, kalau tidak karena aku memaksanya untuk lepas, pipiku sudah hilang dari wajahku.

"Aw! Sakit!"

"Kamu yang minta."

Tanpa peduli lagi, aku kembali memeluk popi dengan begitu erat. Aku sangat merindukan pria yang satu ini. Rindu omelannya, rindu pelukannya, rindu pukulannya, rindu bentakannya, pokoknya rindu semuanya. Ternyata, gak lama aku bisa bertemu lagi dengan pria ini.

"Kok popi ada di sini?"

"Popi masuk pintu ajaib."

"Serius!"

"Haha, kamu mandi dulu, ini udah tengah 7, sekolah masuk jam 7:30 kan?"

"Kok popi tau?"

"Ya iyalah, popi dulu sekolah di sini."

"Oh!"

"Udah sana mandi! Kita nunggu di ruang makan."

"Siap bos!" aku memberikan hormat ke popi yang masih berdiri di hadapanku

***

Tak perlu menunggu lama, aku kini sudah duduk ruang makan dengan seragam sekolahku. Di sana ada kakek, nenek, papa dan popi. Kali ini, rumah ini cukup ramai. Sangat berbeda dari sebelum-sebelumnya.

"Pasti kamu bandel, kan, selama di sini?" sambar papa saat aku mulai memasukkan roti yang berselai cokelat dari atas piring yang ada di hadapanku.

Sungguh, aku awalnya udah senang. Tapi bisa-bisanya papa langsung merusak mood ku pagi ini. Aku langsung kehilangan selera makan. Aku juga jadi malas pergi ke sekolah.

Tanpa menjawabnya, aku masukkan saja roti itu kemulutku lalu menggigitnya. Mana bisa aku masukkan semua. Emang aku binatang?

"Gak di California, gak di sini, kamu sama aja," lanjut papa.

"Siapa suruh pindahin Razka ke sini?" jawabku dengan entengnya.

Love Me Like You Do [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang