Si Kancil dan Anak-anak Angsa

140 2 4
                                    

Ringkasan Cerita Lalu:

Setelah berhasil pulang kampung, si kancil bertemu kawan lama --seekor kancil jantan besar bernama Perkasa. Dia mengetahui asal-usul si kancil. Dahulu si kancil diadopsi oleh tukang sate sejak kecil. Dia dikasih nama Bambang. Selanjutnya dia menjadi sebatang kara, karena orang yang memeliharanya telah meninggal. Yang bikin sedih si kancil bukan itu, tapi karena dia mendadak kehilangan kekuatan setelah kembali ke kampungnya. Dia bertanya sebabnya kepada Dewa Hutan, tapi sang Dewa pun tak tahu jawabnya.

 Dia bertanya sebabnya kepada Dewa Hutan, tapi sang Dewa pun tak tahu jawabnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pulang dari hutan, tempat sang Dewa, si kancil berjalan gontai. Dia sedang membiasakan diri, tapi ... ketika ingat rasanya melesat wezzzzz... , terbang syuuuuu... dan menghilang kling...! dia berhenti berjalan dan kemudian menangis. Bukannya tidak kuat berjalan, bukan pula menahan sakit, tapi lagi nyesek.

Lapar tidak, haus pun tidak. Si kancil hanya ingin menumpahkan rasa, sebelum rasa itu tak sempat tertumpah,

"Ternyata... bukan hanya robot yang habis batre. Aku juga kehabisan batre. Huaaaa..... Robot bisa disetrum listrik. Aku bisa mati disetrum listrik. Huaaa.....," Tersedu-sedu si kancil di balik semak-semak.

Namun demikian, menangis terus juga capek. Si kancil kembali melanjutkan perjalanan. Dia sudah sampai di persimpangan, batas terluar wilayah hutan. Bukannya ke jalan desa, dia malah menuju ke persawahan. tampak pohon-pohon yang lebih jarang dan semak-semak pendek di kiri kanan sebelum jalan yang lebih lebar dan pemandangan lapang sejauh mata memandang.

"KWAKK! KWAKK! KWAKK!" Ada suara keras dan ada yang menyerang si kancil dari belakang.

"Aaaoww! Teriak si kancil yang kesakitan dipatuk paruh keras! Si kancil pun lantas menengok ke belakang. "Haa! Angsa besar!"

Setengah mati si kancil berusaha lari demi menghindari serangan mendadak bertubi-tubi itu, tapi dia tidak bisa berlari.

Si angsa besar kemudian menyosor telinganya.

"Aaaow! Hoei Angsa! Salahku apa?"

Setelah punggung dan telinganya, si kancil dipatuk ekornya, lalu matanya. Segera si kancil reflek melindungi kedua matanya dengan kaki-kaki belakangnya. Lalu dia tersungkur.

"Ampun! Jangan mematuk lagi!

"Mana anak-anakku!?"

"Aku nggak tahu."

"Bohong!"

"Serius. Aku nggak tahu!"

"Awas kamu! Aku akan datang lagi!" Si angsa kabur menuju tepian parit yang berbatasan dengan sawah dan kebun.

Dengan terseok-seok si kancil pulang ke tempat istirahatnya di bawah pohon kersen. Biar kata paruh angsa itu bulat, ketika mencucuk bisa menembus kulit. Ada luka yang berdarah, tapi sedikit dan segera beku. Bagian lainnya memar memar. Rasanya pedih dan pegal.

Magy Si Kancil AjaibTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang