Si kancil sedang mengingat masa lalu. Saat dia hampir mati karena sakit parah dan kemudian dibantu kesembuhannya oleh dewa hutan. Kata-kata sang dewa selalu melekat dalam ingatannya,
"Kamu akan sembuh dan menjadi jauh lebih baik."
Semenjak sembuh memang si kancil menjadi jauh lebih baik. Dia tetap cerdik, tapi dulu dengan kecerdikannya dia jahil, suka mengerjai. Sekarang dengan kepintarannya itu dia menjadi suka menolong dan punya kekuatan super yang tidak dimiliki kancil lain, namun demikian, jika tidak sibuk, dia juga mulai memiliki rasa bosan dan mulai menyusun banyak pertanyaan.
Si kancil ingin bertemu Dewa Hutan lagi. Dia ingin bertanya. Dia bingung dengan hal-hal yang sebelumnya tidak dia punya. Dia mulai memiliki rasa-rasa yang tidak biasa, yang tidak menyenangkan.
Karena rasa bosannya mulai naik level, tiba-tiba dia punya pertanyaan yang tidak pernah dilontarkannya,
"Berapa umurku?" Si kancil duduk diam terpekur. "Aku merasa sudah hidup sangat lama, tapi masih segini-segini saja. Si ulat telah menjadi kupu-kupu, rusa kecil yang kuajak berkelahi sekarang sudah bertambah tinggi. Nona kecil yang dulu rambutnya pendek, rambutnya sekarang sudah panjang, sudah punya pacar dan tidak lagi bermain denganku."
Si kancil tahu apa itu pacar, yaitu teman cowok yang dekat, terlalu dekat, kalau tidak ingat, bisa terjadi apa saja lalu dinikahkan orangtuanya. Itu kalau sudah besar.
Berlebihan ah, si kancil. Masa' cuma berangkat dan pulang sekolah jalan kaki bersama teman cowok, dikiranya pacar. Lagipula mereka belum lulus Sekolah Dasar.
Si kancil tiba pada puncak perenungan, "Aku harus ke hutan sekarang juga. Jauh pun tak apa, daripada penasaran."
Sebagai informasi, si kancil dilarang menggunakan kekuatan supernya untuk berlari ke hutan. Dia harus berjalan dan akan berhenti jika ada yang memerlukan pertolongan, jadi itu akan butuh waktu lama. Dalam bahasa Inggris, kancil menyebut itu 'pilgrimage'. Lalu, apa padanan kata itu dalam bahasa Indonesia? Apa hayo? Coba tebak?
Mengapa si kancil mengerti bahasa Inggris? Bukankah dia menggunakan bahasa hewan? Di alam dongeng, apa yang tidak mungkin menjadi mungkin. Si kancil mulai sedikit demi sedikit paham bahasa Internasional itu. Pernah dia menolong seseorang dan orang itu memberitahu bahwa perjalanan si kancil adalah pilgrimage. Si kancil mengerti suatu kata dari maksudnya. Dia memahami bahwa perjalanan menuju suatu tempat dimana dia harus menempuh syarat, yaitu berjalan sambil melayani untuk kebaikan makhluk lain adalah pilgrimage. Jika dia tidak boleh berlari secepat cahaya, yang bisa dia lakukan adalah berjalan untuk mengambilkan sesuatu.
Satu dari beberapa peristiwa, dia dimintai tolong jadi bantal seorang kakek yang patah hati karena si nenek yang dia cintai -yang tinggal di belakang rumah- berhenti mengiriminya makanan. Si kakek menangis seharian dan kalau si kancil mau bangun dari duduknya, si kakek bilang, "Sebentar, aku masih ingin menuntaskan airmata."
"Kakek mintanya dikirimi makanan terus. Pernah nggak sih, kakek mengirimi dia makanan juga, mengajaknya jalan-jalan?"
"Rasanya canggung kalau pria juga mengantar makanan. Tapi aku bilang kalau aku menyukainya. Aku bingung, apakah dia tidak menerimaku? Apakah dia tidak menyukaiku lagi?"
"Kata-kata tidak punya makna jika tidak ada tindakan nyata. Daripada galau, menangis terus sampai punggung saya rematik, mendingan kakek lakukan sesuatu. Saat ini setidaknya kakek bisa gantian berkunjung ke rumahnya."
"Tapi aku malu."
"Kek, malulah karena kakek hanya bisa menangis merengek dan berharap terus sampai kiamat kubra. Berbuatlah sesuatu untuknya. Mari saya antar."
Si kakek mengusap airmata, "Kancil, mengapa punggungmu begitu nyaman dan kata-katamu seperti manusia?"
"Saya tidak tahu, Kek. Mungkin ini bisa saya tanyakan nanti kepada dewa hutan."
"Apa, dewa hutan? Dewa macam apa itu? Di dunia ini tidak ada dewa hutan."
"Kakek. Di dunia manusia tidak ada dewa hutan. Di dunia saya ada. Sekarang kakek lebih baik siap-siap ke tempat nenek. Silahkan cuci muka dulu."
"Tapi aku belum punya sesuatu untuknya."
"Sekarang kakek datang berkunjung saja dulu, nanti bisa dibahas, apakah kakek ingin mengajaknya ke restoran atau ke warung ujung gang belok kiri. Terserah kakek dan nenek saja."
Akhirnya si kancil mengantarkan si kakek ke rumah si nenek. Si kakek berdiri terpaku di hadapan nenek dan tidak segera bicara, hanya bibirnya bergetar-getar saja tanpa ada suara. Namun demikian si nenek menyambutnya dengan gembira. Mata nenek berkaca-kaca. Pemandangan itu membuat kancil bernyanyi dalam hati,
"Karna kalau sa su bilang
Sa trakan berpindah karna su sayang."Singkat cerita, si kancil sampai di hutan tempat sang dewa bersemayam. Lalu kancil mulai bertanya, "Wahai Dewa Hutan yang budiman, saya datang untuk bertanya, berapakah umur saya? Sebab saya tidak ingat masa lalu saya dari awal mula."
"Jika kamu tahu umurmu, kamu menjadi dewa."
Kancil tidak menyangka jawaban itu yang didapatnya."Dewa Hutan, saya tidak bermaksud sejauh itu, hanya saja saya penasaran. Rasa-rasa baru muncul di diri saya dan saya bingung. Saya tidak bisa mengendalikan diri saya."
"Kamu akan mengetahui umurmu, tapi bukan dari jawabanku. Dan ketika kamu tahu itu, kamu sudah jadi dewa. Jika kamu sekarang merasakan hal-hal yang tidak menyenangkan, yang bisa kamu lakukan adalah mencari cara untuk mengatasinya, jika kamu tidak berdaya, kamu hanya perlu bertahan untuk melaluinya. Jawaban-jawaban akan datang sendiri pada waktunya."
"Baiklah, Dewa Hutan. Saya mengerti. Terima kasih. Saya pamit."
KAMU SEDANG MEMBACA
Magy Si Kancil Ajaib
Short StorySetelah sakit keras, si kancil tidak lagi nakal, tapi jadi suka menolong. Dengan perubahannya itu dia berangsur-angsur memiliki kekuatan super dan dinamai Magy (magic, ajaib) oleh seorang anak manusia. Namun demikian, memiliki kekuatan super bukan b...