~Happy Reading~
Perlahan, senja mulai turun ke peraduannya. Langit jingga sudah mulai memudar, meninggalkan bumi Indonesia. Burung-burung terbang melintasi cakrawala, untuk kembali ke sangkarnya. Sapuan angin lembut, menggugurkan dedaunan kering, terbang, lalu menjadi sampah di halaman rumah.
Deru suara motor melindas kerikil, pun berhenti, tepat di depan rumah sederhana itu. Sepuluh menit lagi, waktu akan memasuki adzan magrib. Namun Dito baru saja tiba di rumah, ia sudah terlambat pulang dari jam sekolah, yang seharusnya ia sudah pulang pukul dua siang tadi. Entah apa yang membuatnya pulang terlambat, lain dari biasanya.
Kedatangannya pun langsung di sambut Ami, yang sudah melipat tangannya di dada, sambil menatap nya penuh selidik.
Bibir Ami masih mengatup. Dia membiarkan putra semata wayangnya itu untuk masuk kedalam rumah terlebih dahulu, sebelum menghujaninya dengan pertanyaan-pertanyaan.
Dito menenteng sepatu sekolah nya, masuk kedalam rumah. Wajah nya kusut, begitu pula dengan seragam sekolah nya. Ia menundukkan pandangannya, saat melihat Ami sudah berdiri menunggunya.
"Assalamu'alaikum, Ami .... " ucap Dito, mencium punggung tangan Ami.
"Walaikumsalam, baru pulang Dito?"
"Iya mi," jawabnya, belum berani untuk menatap wajah Ami.
Wajah Ami masam. Sikap nya tidak hangat, tak seperti biasanya, yang selalu menyambut kepulangan Dito dengan senyum sumringah.
"Dari mana Dito? "
Dito masih menunduk, "Rumah David, mi," balasnya.
"Apa yang terjadi hari ini?" tanya Ami dengan wajah geram.
Dito diam, dia tak berani menjawab.
"Ayo, jawab! " kata Ami dengan nada tinggi.
Namun cowok itu masih bungkam. Pandangannya pun semakin menunduk, Dito tak berani melihat wajah Ami yang sepertinya sedang marah.
"Habis jadi jagoan, hari ini di sekolah?" Pertanyaan Ami seperti tendangan maut Alex yang menghantam, tepat di jantungnya.
"Mak ... maksud Ami?"
Ami menghela napas, berusaha meredakan amarahnya yang hampir membuncah. Tentu Ami sangat berang, mendengar kabar bahwa putra kesayangannya, yang selalu membanggakan dirinya, justru hari ini berkelahi hingga membuat lawannya masuk rumah sakit.
"Ami gak pernah meminta kamu untuk menjadi jagoan, Dito. Apalagi di sekolah! " tandas Ami tanpa basa-basi.
"Ami cuma minta kamu belajar dan belajar. Kamu sendiri kan yang bilang, kalau kamu pengen banget kuliah di Belanda?" tambah Ami.
Perlahan, Dito mengangkat wajahnya. Dia mendapati tatapan Ami yang begitu tajam.
"Maksud Ami, Dito gak ngerti," ujarnya pura-pura.
"Kamu hari ini, habis berantem kan sama teman kamu?! sampai teman kamu, masuk rumah sakit."
Dito menelan ludah. Bagaimana mungkin Ami bisa mengatahui kejadian di sekolah tadi?
"Ami tau dari siapa? "
"Itu gak penting Dito! kenapa kamu bisa melakukan itu?!" Ami terlihat semakin berang.
"Dia yang mulai duluan Mi, gak mungkin kan Dito diam aja. Apalagi, dia udah bertindak kasar sama Kalista." Dito menjelaskan.
"Kalista? "
" Iya Mi ... dan Dito gak akan berantem, kalau gak ada yang mulai Mi. Karena Dito selalu ingat pesan Ami, Dito gak mau bikin Ami kecewa," tandasnya, lalu melangkah masuk kedalam kamar, membiarkan Ami yang masih tertegun.
KAMU SEDANG MEMBACA
ORIGAMI CINTA (SELESAI)
Teen FictionIni tentang kisah mengejar cinta pertama, pada seseorang yang masih enggan untuk mencinta karena kisah masalalu yang membuat trauma. Memutuskan untuk mencintai seseorang yang masih belum bisa melupakan masalalu nya memang tidak mudah. Butuh perjuang...