14. Pria Penyelamat

1.7K 182 9
                                    

Note: Mungkin akan ada typo. Maaf ya dan do'a kan lapak ini banyak peminatnya. Biar momo bisa cepat up... 😂

Thank you...

🍃🍃🍃

Letupan amarah di dadanya belum sirna. Luna akui ia memang tipe pendendam. Baginya ini bukan hal yang sepele.

Ibra seenaknya bertingkah malam itu, membuka luka lamanya. Ah tidak, lukanya telah ada bertahun-tahun lalu, delapan tahunkah? Tidak, sepertinya sejak ia mengerti bahwa tidak ada yang menyukainya. Dan Luna sadar itu sejak ia kecil mungkin sekitar umur 6 tahun. Karena di umur segitu ia mengerti bagaimana rasanya tidak diinginkan. Jika dipikirkan lagi mungkin sejak ia lahir, luka itu dibentuk bukan dengan tanpa sengaja tapi disengaja.

Disinilah ia sekarang. Sengaja datang secara khusus menemui neneknya.  Jari jemarinya bertautan dengan Damian yang Luna sadari Damian sepertinya risih dengan adegan kemesraan mereka berdua.

"Jangan lepaskan". Bisik Luna pelan di telinga Damian.

"Tapi kamu berlebihan".

Damian berbisik tak kalah pelannya. Ia risih dengan Luna yang bergelayut manja di sisinya. Sementara di sekitar mereka. Ada nenek Asyari yang menaruh minat besar pada mereka berdua.

"Begitu Luna mengabari nenek. Nenek senang sekali, akhirnya Luna menghubungi nenek setelah sekian lama".

"Tentu saja itu harus dan...".

"Luna sudah setuju bertunangan".

"Benarkah? Nenek senang sekali. Jadi kapan hari pertunangannya? Apa kalian sudah tentukan harinya".

Luna tau ini akan terjadi. Neneknya akan sangat antusias.

"Ya".

"Seharusnya begitu tapi tak bisa dalam waktu dekat".

"Kenapa?". Nenek Asyari bertanya.

"Karirku. Aku harus menyelesaikan sebuah masalah".

Kening nenek asyari berkerut.

"Apa masalahnya?".

"Ini bukan hal yang harus nenek campuri. Masalahku biar aku yang selesaikan. Jangan bertingkah seolah nenek bisa mengatasi masalahku padahal sebaliknya".

Damian menatap Luna dan nenek Asyari tertegun. Mata tuanya yag tadi menatap lekat tautan jemari cucunya dengan pria pilihannya, kini bisa melihat tautan itu terlepas.

"Luna seharusnya kamu tidak bicara seperti itu pada nenekmu".

"Sudahlah. Jangan diperpanjang".

"Kami akan bertunangan dan mungkin menikah setelahnya. Tapi...

"Apa?". Nenek Asyari bertanya ragu

"Tidak ada hal yang penting nek. Luna sepertinya kita harus pulang. Ada pekerjaan yang harus ku selesaikan".

Damian menengahi begitu melihat tatapan Luna yang seolah siap melontarkan ucapan yang kasar.

"Baiklah. Ayo kita pulang". Luna mendahului Damian keluar pintu. Tanpa berpamitan.

Damian berpamitan pulang.

"Maafkan aku. Aku akan membuat Luna mengerti".

"Tidak perlu Damian. Dia sangat keras kepala persis seperti ayahnya. Kamu membuatnya setuju dengan perjodohan ini saja sudah membuatku berterimakasih. Cepat susul, dia bisa marah jika kamu terlalu lama".

LUNADRA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang