13. Pemeran Utama

2.2K 209 15
                                    

Malam dimana Luna memilih pergi dan menjauh dari jarak pandangnya bak di telan bumi, Ibra tak begitu saja pulang ke apartemennya. Ia terus mencari dan menerka-nerka setiap mobil yang lewat bersisian dengan mobilnya. Kalau-kalau orang yang berada di dalam mobil adalah Luna dan Damian. Lalu entah apa yang akan ia lakukan jika andai di salah satu mobil yang ia lihat ada Luna di dalamnya? Bisakah ia mengatakan jika ia sangat membutuhkan wanita itu? Jika ia sangat menyesal? Jika ia ingin memperbaiki semuanya? Dan yang paling penting bisakah ia dimaafkan? Namun sepertinya ia tidak bisa, sebab semuanya terasa begitu terlambat. Memangnya siapa dirinya hingga ia layak dimaafkan bahkan untuk membuat Luna tersenyum saja ia tak bisa. Yang bisa ia lakukan hanyalah membuat wanita itu menangis. Bukannya tersenyum seperti yang ia lihat waktu itu.

Rasanya ia tak bisa pulang. Pikirannya berkelana ketika untuk pertama kalinya secara langsung setelah delapan tahun bercerai ia bisa melihat Luna lagi. Meski Luna tak bisa melihatnya saat itu, namun saat itu ia bisa melihat Luna tersenyum bahkan tertawa lepas. Ia ingin melihat tempat di mana Luna tersenyum. Ibra mendatangi bar yang pernag didatangi Luna bersama Damian. Matanya memperhatikan ke arah tempat saat otu Luna berdiri tepat dekat pintu sebuah ruangan VIP. Di sanalah ia melihat Luna berdiri lalu tersenyum ke arah lawan bicaranya. Jika saat itu ada Damian di sebelahnya, maka sekarang Ibra membayangka itu adalah sirinya. Tapi semua khayal itu sia-sia, matanya mengerjap keetika sadar ketika dini hari, kira-kira pukul tiga dini hari seorang pelayan bar membangunkannya. Ibra mabuk dan meracau tidak jelas, hingga Gio datang menjemputnya. Sepertinya pelayan bar yang menelpon Gio, karena Gio adalah orang terakhir yang menelponnya. Gio membawanya pulang ke apartemennya. Ketika keesokan paginya ia bangun dalam keadaan hang over, Ibra menatap Gio yang balas menatapnya tajam.

"Kenapa harus Shine Production? Kenapa denganmu? Sudah kubilang kamu harusnya fokus dengan kesehatan kakakku". Suara Gio meninggi meneriakinya.

Ibra terdiam bangkit dari tidurnya. Tapi karena sepertinya efek alkohol yang entah berapa gelas yang ia habiskan ah bukan, Ibra bahkan meneguknya langsung dari botol. Ia tak ingat berapa botol yang telah ia minum. Kepalanya masih terasa pusing. Perutnya juga terasa tidak enak.

"Jawab aku bodoh". Gio menarik kerah kemeja Ibra yang sejak semalam tak berganti. Namun Ibra menepisnya, ia tak suka diperlakukan seperti ini oleh Gio. Menurutnya selain tidak sopan padanya yang lebih tua dua tahun darinya, ia tidak suka Gio mengancamnya seperti ini. Gio seakan ingin mengaturnya tentang apa dan yang tidak boleh ia lakukan. Sebelumnya mereka juga seringkali berdebat karena hal ini.

"Gio bukan berarti kamu bisa mengancamku. Kamu tidak bisa memaksakan keinginanmu".

"Sialan. Brengsek...

"Berhenti menyumpahi".

"Apa yang kamu harapkan dari dia?".

"Dia punya nama dan Luna adalah kakakmu".

"Aku hanya punya satu kakak".

"Gio berhentilah keras kepala. Luna kakakmu dan jika kamu marah tolong salahkan saja aku. Bukan dia penyebab Selena kehilangan bayi dalam kandungannya".

"Sama saja dia turut andil menghancurkan hidup kak Selena. Sejak dia datang kak Selena berubah".

Ibra tau Gio sungguh keras kepala sama seperti dia dulu.

"Seharusnya aku yang marah dengan apa yang telah dilakukan Selena. Tapi aku tau, itu tak ada gunanya".

Ibra bukannya tak ingin meluruskan anggapan yang salah yang selama ini Gio yakini. Gio percaya jika penyebab Selena berubah dan berakhir menyedihkan saat ini adalah karena Luna. Saat ini Selena sedang menjalani pengobatan karena penyakit yang di deritanya kembali kambuh. Keadaan Selena setelah kehilangan bayinya membuat wanita itu drop. Tak bersemangat hidup.

LUNADRA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang