17. Karena Pernah Di Posisi Yang Sama

1.8K 159 4
                                    

Proses syuting tak terasa sudah berjalan selama hampir tiga minggu. Padahal nenek Asyari sudah mengingatkannya soal acara pertunangannya yang akan digelar secara tertutup dan hanya dihadiri keluarga inti saja. Tapi karena syuting Luna sudah memberitahu neneknya dengan nada super tegas jika ia harus profesional dan tidak ada waktu untuk menggelar pesta pertunangan yang megah.

Ya, nenek Asyari memang akhir-akhir ini sering memprovokasi Luna agar pesta pertunangannya di gelar secara mewah. Bahkan nenek asyari sudah menyodorkannya list tamu-tamu penting rekan bisnisnya dan para pesohor negeri ini.

Jujur ia sempat tergoda dan hampir sependapat dengan neneknya. Untuk seorang artis berbakat dan terkenal seperti dirinya, acara pertunangan yang mewah tentunya bukan hanya dijadikan ajang unjuk sosial semata baginya. Tapi seberapa sukses dirinya yang sekarang, terutama pengakuan dari orang tua kandungnya.

Dan itu akan percuma, ketika Luna ingat dengan kenyataan seberapa mewah pun pesta pertunangan yang digelar, orang-orang akan tetap melihat nenek Asyari bukan dirinya.

Alhasil di sinilah ia sekarang. Di depannya ada nenek Asyari yang menatapnya dengan tatapan tak habis pikir. Sepertinya lebih pada terkejut karena pernyataan Luna.

"Kalian tidak akan mengadakan pesta?".

"Nenek sudah dengar tadi. Aku bilang tidak akan ada pesta. Dan kami sudah bertunangan. Lihat jari manisku. Aku tidak perlu apapun dari nenek".

Luna mengangkat jarinya sementara nenek Asyari menahan nafas dalam waktu yang agak lama. Lalu menatapnya sedih. Luna menduga itu hanya pura-pura.

"Kami tidak apa. Begini lebih baik. Kami sudah bertunangan".

Damian menenangkan neneknya.

"Tapi kalian...

"Nenek ingin mengendalikanku? Jika nenek berpikir seperti itu hentikan sekarang. Nenek tidak akan pernah bisa membuatku menjadi seperti apa yang nenek mau".

"Luna berhenti".

Luna menatap Damian sengit karena tegurannya.

"Aku pergi".

"Kamu mau pergi ke mana? Tunggu aku". Damian menahan tangannya.

Luna tau niatannya pergi begitu saja tidak akan mudah. Luna terlalu malas berdebat dan ia beralasan pergi ke kamar mandi. Padahal ia sudah merencanakan kabur dari tempat ini. Meski Damian lama tak melepaskan tangannya.

Belum sempat Luna melancarkan rentetan kata-kata. Damian mengucapkan kata yang membuatnya terlupa mengeluarkan omelannya.

"Hati-hati. Aku tunggu di sini".

Luna memalingkan wajahnya dan ia sempat tertegun dengan ucapan Damian. Ia pikir Damian akan menegurnya karena membela neneknya.

"Tentu saja. Bagaimana aku bisa ke kamar mandi jika kamu tidak melepas tanganku".

Damian melepas tangannya dan ia pun sempat melirik neneknya dengan wajah masam.
 
Sesampainya di toilet ia memandangi wajahnya di cermin besar toilet tempatnya berada. Suara air yang mengalir menjadi satu-satunya suara yang ia dengar. Tapi di pantulan cermin besar yang ia lihat sekilas, Luna mengingat ekspresi neneknya.

Melihat ekspresi neneknya tadi jujur saja Luna agak kasihan.

"Apa aku harus kembali ke sana?"

Ia bicara sendirian di depan cermin dan menghentakan kakinya kesal. Lalu mengetukan jarinya di cermin.

"Hai cermin ajaib. Katakan siapa yang lebih jahat? Aku atau nenek tua itu?".

Tuk....tuk...tuk...

LUNADRA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang