19. Kissmark

2.2K 146 12
                                    


Mereka tiba di Jepang saat musim semi tiba. Ada banyak bunga sakura yang bermekaran begitu cantik dan berguguran tertiup angin. Kelopak bunga sakura bahkan melekat di rambutnya saat Luna memutuskan berjalan-jalan di sekitar saat jeda syuting. Karena mereka tiba di malam hari Luna tak sempat memperhatikan pemandangan ini. Pohon-pohon sakura berjejer rapi dan ketika tiupan angin agak kencang kelopak bunga berguguran bahkan beberapa terbang hingga melekat di kepala Luna. Luna belum menyadari itu ia sibuk mengamati pemandangan sekitar dan sesekali menghirup udara segar pegunungan.

"Cantik".

"Aku tau aku cantik. Tidak usah memuji". Luna membalas dengan raut angkuh.

"Maksudku bunganya".

Luna menutup bibirnya rapat.

"Kenapa kamu harus ada di sini?"

"Aku bekerja".

"Pekerjaanmu tidak mengharuskanmu berada di sini, kecuali kalau kamu berniat mengabaikan pekerjaanmu yang sebenarnya dan tentunya jauh lebih penting. Pak Andreas tidak melakukan pekerjaan seperti yang kamu lakukan sekarang".

Sementara Dewita yang berjalan di belakang mengamati dalam diam perdebatan sepasang mantan suami istri di depannya. Ia ingin sekali menyumpal telinganya dengan kapas tapi itu malah akan membuat Luna semakin marah nantinya. Karena Luna sudah menitahkannya harus siap siaga kapanpun Luna butuhkan.

"Aku bertanggung jawab atasmu dan memastikan kalau kamu baik-baik saja". ucapan Ibra terdengar seperti gumaman dan Luna tak bisa mendengar dengan jelas. Ibra pergi begitu saja setelahnya. setidaknya Luna sedikit bersyukur pria itu akhirnya berjarak cukup jauh darinya.

Dewita masih menatap Luna lekat dan itu membuat Luna risih.

"APA?".

"A...a... itu... elu cantik banget".

"Bener kan elu aja sesama wanita ngakuin kecantikan gue. Ibra aja yang gak mau ngaku. Tapi kenapa wajahnya belum baik-baik saja?".

Luna keceplosan di depan Dewita.

"Pasti sakit. Mukanya udah luka gitu elu malah lemparin kotak ke muka dia. Kasihan".

Luna mendecih kesal karena kejujuran Dewita dan itu mempengaruhinya.

"Daripada khawatirin orang lain mending khawatirin diri elu sendiri".

"Emangnya elu gak khawatir? terus siapa tadi yang penasaran soal luka di mukanya".

"Dia udah gak apa-apa kok. Tuh dia masih suka senyum sana-sini terutama sama nenek lampir itu, dia juga pede banget nunjukin mukanya ke gue".

Dewita tau siapa yang Luna maksud dengan Nenek lampir, tentu saja itu Adara.

"Iya dia udah baikan. Tapi elu memang khawatirin dia. Kalo elu gak khawatir elu mestinya penasaran kan?".

"Ih,,, elu nyebelin".

Lagi-lagi Luna menghentakan kakinya dan pergi meninggalkan Dewita.

***

Adara mengulurkan obat kepada Ibra tapi pria itu menolak.

"Lukamu belum sembuh. Aku tau bukan hanya di wajah tapi tubuhmu juga. Sampai kapan kamu mau seperti ini? Berhenti saja dan turuti ayahmu".

Mereka berada di Caffee yang tak jauh dari hotel mereka menginap.

"Aku tidak bisa dan bukan urusanmu".

"Menjadi urusanku karena itu kamu. Aku enggak bisa melihat kamu begini".

"Kamu juga berhenti menyukaiku".

"Tidak bisa".

Adara memeluk Ibra dari belakang saat Ibra memutuskan untuk pergi dari sana.

LUNADRA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang