15. Skandal atau Cemburu?

2.1K 186 21
                                    

Luna tertawa senang mengingat ekspresi Adara yang kesal karena tak terpilih. Luna merasa ia kekanakan tapi ternyata menjadi kekanakan ternyata menyenangkan juga. Damian bahkan tak ia hiraukan, ia tertawa tak tau tempat. Damian yang ada di sebelahnya tak habis pikir.

"Sudah tertawanya?".

"Apa kamu gak bisa tidak mengganggu kesenanganku sebentar saja? Dasar sirik".

"Suara tawamu mengganggu. Melihat penampilanmu sekarang. Kamu benar-benar persis seperti dia".

"Dia siapa yang kau maksud? Pasti aku lebih cantik darinya. Apa sekarang kau sedang mengingat mantan terindahmu? Aku ingat hari ini kau memainkan peranmu sangat baik. Di depan mereka kau bersikap gentleman sekali. Mungkin saja karena kau sedang membayangkanku sebagai mantan terindahmu. Jadi kau tidak kaku seperti saat bertemu dengan nenek. Apa kau patah hati dengan mantan terindahmu karena itu kau memilih ngotot bertunangan denganku?".

"Tidak seperti itu. Bukankah kamu tidak perlu alasanku lagi kenapa bertunangan".

"Baiklah- baiklah. Aku bisa mengerti pasti susah melupakan. Yang jelas dia pasti tidak secantik aku. Tapi karena matamu sudah dibutakan kamu membayangkannya sekarang, apa saat aku tertawa aku sangat mirip dengannya?".

"Ya dia biasanya pakai gaun putih, rambut hitam panjang, kulit putih dan suara tawanya sama persis sepertimu. Dia biasanya terlihat di malam hari. Suasana yang pas sekali seperti sekarang".

"Cukup. Bercandamu tidak lucu". Luna memberengut tak suka ia menatap sebal Damian dan mencubit pinggangnya. Damian mengaduh dan berusaha menghindar.

"Menyamakanku dengan makhluk jadi-jadian itu? Sini akan ku beri pelajaran".

Damian terjebak antara dinding dan Luna yang siap melancarkan aksinya. Tak bisa dihindari pria itu menangkap kedua tangan Luna dan menariknya ke atas.

Ditatap dengan demikian intens membuat Luna merasa ada yang berbeda dari biasanya.

"Ekhem".

Luna tersentak dan menarik paksa tangannya dari genggaman Damian. Ia membalikan tubuhnya.

"Tidak bisakah cari tempat lain? Di sini bukan tempat berpacaran". Suara dingin Ibra memenuhi indera pendengaran Luna.

"Kenapa? Tidak ada salahnya kan? Ini...

"Ini kantorku". Ibra menatap Luna tajam dan yang ditatap balik menatap tajam.

"Maaf. Kami tidak bermaksud seperti itu". Damian menyela karena sadar raut ketegangan di antara mereka berdua.

"Tidak apa-apa jangan dipikirkan". Suara pak andreas menyela.

Pak Andreas menyela di waktu yang tepat. Ia melihat keganjilan dari sorot mata Ibra dan beralih menatap sepasang kekasih di depannya.

"Aku dengar ada yang meminta maaf".

"Maaf. Kami tidak bermaksud menggunakan gedung kantor ini untuk urusan pribadi. Lain kali kami akan jaga sikap". Damian menyahut sekali lagi meminta maaf tapi kali ini kepada pak Andreas.

"Oh karena itu. Kalian sepasang kekasih. Kenapa minta maaf. Jangan merasa tertekan. Lagian ini di ruangan tak akan ada siapapun yang melihat kecuali kami". Pak Andreas mengedipkan mata.

"Pak Andreas, Luna harus menghindari skandal jika tidak mau karirnya hancur. Dia tidak bisa seenaknya". Ibra masih bersikeras membuat Pak Andreas semakin tertawa keras. Pak Andreas menepuk pundak Ibra.

"Kami berpacaran bukan membuat skandal". Luna membantah.

"Ibra jangan terlalu serius, santailah sedikit dan Luna yang dikatakan Ibra ada benarnya, aku mendukung hubunganmu dengan Damian tapi tolong disembunyikan untuk sementara waktu. Watak sutradara Bandira tidak suka ada skandal. Alasanya karena ia benci filmnya dibumbui dengan skandal yang tak ada hubungannya dengan filmnya. Tolong maklumi saja Ibra".

LUNADRA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang