22 • in fact

2.2K 224 62
                                    

"AAAA! Ra, ancang-ancang dong!" teriak Jeno yang duduk belakangin gue, bajunya diangkat lumayan atas. "Hitungin."

"Kalo dihitungin malah deg-degan." kata gue sambil siap-siap tangan gue di depan punggungnya.

"Lanjut besok aja dah."

"Satu lagi, lagian cuma dua."

Pagi-pagi baru bangun nyawa belum kumpul, Jeno minta ke gue buat pecahin bisul di punggungnya soalnya dia ngeluh setiap senderan di kursi kelas, selalu kena bisulnya, sakit. Heboh banget emang, perasaan dulu gue pecahin bisul gak seheboh itu.

"Tuh udah, santai kali muka lo." pas balik badan, mukanya kasianan banget.

"Udah sana, bikinin gue sarapan." suruh dia lancar kayak gak ada dosa.

"Dih, dih, dih? Emang gue pembantu lo?" bales gue gak mau kalah. "Sikat gigi sana, gigi lo bau azab."

"Yeeh, nih haahh." Jeno ngehembusin nafasnya, beneran bau, padahal tadi gue ngomongnya cuma bercanda.

Jeno jalan ke kamar mandi. Gue jalan ke kamar, besok ulangan Fisika sama PKN, hmm meninggal. Untung kemaren diajarin Fisika sama Mark, heran kenapa dia bisa secepet itu nangkep pelajaran. Jadi gak yakin gue bisa masuk UI atau enggak. Optimis, Ra, pasti bisa.

~~~

Perjalanan gue dari kantin menuju kelas dengan suasana gembira karena perut gue kenyang. Ulangan Fisika lebih susah dari yang gue bayangin, mau tau kondisi muka gue pas keluar kelas? Gak usah deh, jelek lah pokoknya.

"Udah berapa hari nih gue gak makan mi ayam?" tanya gue sambil jalan beriringan sama Haena Chaemi. "Makin favorit jajanan fix."

"Apa gak mau buka warung mi ayam sekalian?" tanya Chaemi.

"Gak bisa bikinnya, bisanya makannya." jawab gue watados.

"Yeeh, dasar." ejek Chaemi.

Tepat pas Chaemi selesai ngomong, Jaemin dateng baru keluar dari kelasnya. "Hai." sapanya.

"Hai." bales gue. Sinetron banget syit.

"Yo Joora, take your time." sahut Haena yang ancang-ancang mau pergi sama Chaemi.

"Apa sih?" tanya gue, mereka malah jalan pergi sambil senyum-senyum.

"Lagi bahagia kayaknya." kata Jaemin, senyumnya kelewat manis.

"Biasa, mi ayam." jawab gue. "Pundaknya masih sakit?"

"Sedikit."

Gue ngangguk. "Aku penasaran, kenapa waktu itu kamu dateng?"

"Cuma mau main sama Jeno, kebetulan aku bisa lindungin kamu."

"Cringe, Jaemin." dia dapet ide dari mana sih kata-kata kayak gitu?

Gak sengaja gue liat seseorang ngeliatin kita dari jauh sambil senderan di tembok. Itu kan Herin, temennya Hina. Dia jalan pergi menuju tangga.

"Yaudah, duluan ya? Mau ke perpus." kata Jaemin.

Karena rasa penasaran gue tinggi, jadi gue ikutin Herin setelah ngeiyain pertanyaan Jaemin. Gue cukup yakin kalo dia ngeliatin kita, jelas banget, sedangkan orang-orang di sekitar semuanya jalan yang berdiri cuma gue sama Jaemin.

Tadi gue liat dia naik tangga. Gue jalan cepet naik tangga berharap gak kehilangan jejak. Walaupun Herin gak keliatan di mana, gue yakin dia belum jauh.

Saudara Kembar | Lee Jeno ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang